Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lasem dan (Budak) Busana

6 April 2016   12:14 Diperbarui: 6 April 2016   12:31 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ajining rogo ono ing busono” merupakan filosofi busana menurut masyarakat kita. Setiap tubuh seseorang akan terhormat ketika mengenakan busana. Pengenaan busana tiap-tiap orang merupakan cermin dimana posisi sosialnya dan apa peranannya. Pada saat itulah busana menjadi pintu masuk dalam mengklasifikasikann seseorang dalam kelompok sosial mana, sekaligus mengklasifikasikan kelompok sosial dalam masyarakat.

Pengenaan busana antar kelas sosial cenderung berbeda. Kelas sosial atas, akan mengenakan busana yang berbeda dengan kelas sosial menengah begitupun dengan kelas sosial bawah. Identifikasi busana dalam kelas sosial dapat dilihat dari bahan busananya, motifnya, pewarnannya, merek, dan harganya. Tiap-tiap identitas busana di atas kemudian memiliki konsekwensi gaya hidup para pemakainnya.

 Gaya hidup yang telah melekat pada kelompok sosial inilah yang dapat membentuk identitas sosial budaya, baik identitas etnis, ras, dan agama. Disinilah awal terbentuknya konstruksi sosial tentang identitas sosial seseorang dari busana. Dari ini pula awal terbentuknya ukuran kepantasan pengenaan busana apa dan pada saat apa saja busana itu dikenakan para penggunanya.

Satu dari sekian ragam busana yang ada, batik merupakan salah satu dari sekian jenis busana yang memiliki relasi terhadap kelas sosial dan identias sosial budaya pemakainya. Busana batik yang dikenakan tidak sembarangan. Motif, warna, dan penggarapannya memiliki relasi kuat terhadap identitas sosial dan budayanya. 

Dalam hal motif, terdapat motif batik basurek, motif garuda, motif kilin, motif parang rusak, motif wayang, motif buketan, motif mega mendung, motif gringsing, dan motif udan liris. Dalam hal warna terdapat pewarnaan batik bang biron, bang jo, bang ungon, soga, dan tiga negeri. Begitupun juga dengan pengerjaan batiknya terdapat teknik batik tulis, batik cap, dan batik printing berbasis komputer.

Pengenaan batik bermotif dapat kita lihat motif basurek pada masyarakat santri pesisir Jawa. Batik basurek merupakan kain dengan ragam hiasnya yang didominasi dengan huruf-huruf kaligrafi arab. Dengan busana basurek yang dikenakan santri inilah, mencerminkan bahwa mereka adalah pengikut ajaran Islam yang ada di kawasan pesisir utara Jawa. Begitu pula dengan motif batik udan liris yang cenderung dikenakan pada masyarakat petani Jawa. 

Dengan motif udan liris ini masyarakatnya identik dengan kehidupan yang makmur. Udan liris dimaknai dengan memiliki hubungan kesuburan dan kemakmuran/ kekayaan yang berlimpah. Begitupun dengan pewarnaan batiknya, warna soga misalnya identik dengan ragam hias Solo-Yogya yang menunjukkan pengguna batik memiliki hubungan kuat dengan keyakinan Hindu-Jawa. 

Berbeda dengan warna batik Solo-Yogya, bang biron merupakan warna batik yang dekat dengan pengenaan busana batik pada masyarakat pesisir pulau Jawa yang terbuka dengan perubahan. Dalam hal proses pengerjaannya pun demikian. Batik yang dikenakan dengan pengerjaan tulis cenderung dimiliki pada kelompok sosial elit, dari pada pengerjaan batik dengan cara cap dan printing yang biasa dikenakan pada kelompok sosial tengah dan bawah.

Dalam perkembangannya, karya batik  menjadi identitas suatu daerah atau kawasan. Hal ini dapat dilihat adanya batik laseman, batik pekalongan, batik batang, batik tegal, batik kudus, batik banyumas, batik cirebon dan indramayu, batik garut, batik sidoarjo, dan batik madura. 

Karya dan busana batik semakin mendekati identitas pusaka dari tiap-tiap daerahnya. Karya dan busana batik juga telah menjadi investasi sosial ekonomi yang menjanjikan untuk digarap dalam mendukung terwujudnya kesejahteran masyarakat pengrajinnya. Pada saat itulah batik menjadi ikon ekonomi yang tiap-tiap daerah yang siap dipasarkan dimana saja.  

Namun dalam lanjutan perkembangannya, banyak masalah yang menjangkiti ekonomi perbatikan masyarakat. Batik cenderung kental dengan materi transaksional dibanding dengan batik sebagai hasil budaya. Hal ini dapat dilihat semua perajin batik berduyun-duyun memproduksi batik laseman ketika batik tulis lasem sedang diburu dipasar busana. 

Dari fenomena di atas, yang terjadi adalah tindakan menciplak secara besar-besar terhadap motif, pewarnaan, dan pengerjaannya. Adapun filosofi motif, pewarnaan, dan pengerjaannya tidak lagi diperhatikan. Lebih ironisnya, beberapa motif yang dibentangkan dalam lembaran kain tersebut adalah motif-motif yang cenderung mengusung filosofi hidup yang jauh dari jati diri dan identitas sosial yang ada. Para pengrajin batik terkesan menjadi budak busana dengan semkain jauh melesat meninggalkan nilai-nilai dan kearifan hidup daerahnya.

Untuk itu dalam rangka melestarikan busana yang relevansi karakter sosial budaya dan ekologi masyarakat setempat terhadap motif, pewarnaan, dan pengerjaan batik. 

Jika dalam proses mengindentifikasi relevansi tersebut cenderung bertolak belakang dengan khasanah sosial budaya masyarakat setempat, tentu langkah yang tepat adalah menawarkan motif, warna, dan pengerjaannya, sehingga karya batik selalu relevansi dengan karakter sosial budaya dan ekologi masyarakat yang ada. 

Dengan langkah inilah, diharapkan para perajin batik tidak lagi menjadi industri budak busana. Batik diharapkan senantiasa menjadi karya budaya yang mampu membangun karakter bangsa, sebagaimana yang telah diakui oleh bangsa-bangsa di luar sana bahwa batik adalah warisan budaya dunia, sebuah karya yang mampu menghiasai kebudayaan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun