Periode kepemimpinan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) yang akan berakhir bulan ini, memerlukan regenerasi yang lebih solid dan dinamis. Pasalnya, era kepemimpinan Joefly Jusuf Bahroeny yang sebentar lagi selesai, memerlukan estafet kepemimpinan dari generasi muda yang siap akan tantangan dan dinamisasi bisnis minyak sawit ke depan.
Berbagai program dan kegiatan yang sudah dilakukan Joefly Jusuf Bahroeny selama kepemimpinannya, memerlukan keberlanjutan dan dinamisasi yang lebih maju. Pasalnya, berbagai aksi dan program yang sudah dilakukan secara maksimal oleh Joefly dan kepengurusannya pada periode 2012 hingga 2015 ini, masih membutuhkan kerja keras dan regenerasi kepemimpinan.
Masa kepemimpinan Joefly J Bahroeny di GAPKI telah memasuki masa purna bakti pada Februari 2015 ini. Maka, GAPKI sebagai lembaga pun mesti kembali memilih para kadernya, guna menjadi nahkoda dari perkumpulan pengusaha perkebunan kelapa sawit nasional.
Sejalan dengan keberadaan industri minyak sawit dari hulu hingga hilir, kedepan, memerlukan kepemimpinan yang sangat solid dan bergerak dinamis. Mencermati pertumbuhan bisnis minyak sawit di Indonesia, yang sudah berlangsung lebih dari 100 tahun. Secara nyata, keberadaan bisnis minyak sawit masih di dominasi oleh ekspor minyak sawit mentah (CPO), di sisi lain, berbagai tuntutan akan pembangunan industri hilir masih hanya sekedar retorika belaka.
Sebab itu, keberadaan industri minyak sawit, terutama yang berasal dari perkebunan kelapa sawit, perlu lebih aktif dan dinamis bersama Pemerintah Indonesia, dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit di masa depan. Sejatinya, keberadaan GAPKI merupakan bagian dari pengusaha kelapa sawit yang harus selalu membantu Pemerintah Indonesia di Pusat dan Daerah, dalam menentukan dan melaksanakan berbagai kebijakannya di sektor minyak sawit.
Diakui atau tidak, hingga saat ini, banyak harapan yang ditunjukkan kepada GAPKI. Terlebih, asosiasi ini digadang-gadang bisa dijadikan sandaran bersama bagi para pelaku perkebunan kelapa sawit, dalam memecahkan ganjalan industri yang kerap muncul. Perlu diakui juga, sepak terjang GAPKI periode sebelumnya, juga banyak melakukan perannya dengan maksimal. Namun, kali ini, GAPKI mesti lebih kuat dan kokoh.
Karenanya, dibutuhkan GAPKI yang berorientasi maju supaya jadi lebih aktif dan dinamis, dalam mewarnai setiap kebijakan yang akan dan sedang dibuat oleh pemerintah. Baik kebijakan yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung terhadap sektor perkebunan kelapa sawit.
Lantas, bagaimana peranan GAPKI dalam membantu kebijakan pemerintah tersebut? Pentingnya, menciptakan iklim usaha yang kondusif dan kesetaraan bagi setiap orang, menjadi tujuan utama yang harus dilakukan Pemerintah bersama GAPKI.
Terlebih, berbagai perananan GAPKI sebagai organisasi perkebunan kelapa sawit, harus pula membumi kepada kepentingan kelapa sawit. Dapatkah GAPKI melakukan kapitalisasi peran penting industri kelapa sawit terhadap ekonomi Indonesia?
Dalam pandangan saya, kehadiran GAPKI harus lebih aktif dalam berpolitik. Berpolitik yang saya maksud, bukanlah dalam makna sempit yaitu ikut dalam partai politik. Tetapi, bermakna lebih luas lagi, bagaimana GAPKI dapat lebih aktif dalam membentuk kebijakan (policy) negara (Eksekutif, Legislatif, dan cabang kekuasaan lainnya) dengan melaksanakan strategi politik yang tepat.
Sebab itu, menurut pandangan saya, maka GAPKI sebagai sebuah organisasi, di masa depan, harus memperjuangkan beberapa isu yang sangat berdampak terhadap pertumbuhan bisnis minyak sawit ke depan, seperti :
Pertama, mengenai Perizinan, banyaknya persoalan industri minyak sawit terutama perkebunan kelapa sawit bermuara dari persoalan perizinan. Banyak persoalan, melulu berasal dari tumpang tindih regulasi pusat dan daerah yang mengatur perizinan. Sebab itu, adanya gebrakan Pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, merupakan keniscayaan perbaikan proses perizinan.
Melalui efektivitas perizinan satu pintu di bawah koordinasi BKPM, sejatinya memberikan harapan bahwa perizinan seperti terkait PP no 60, tahun 2012, dapat cepat diselesaikan dengan efektif dan efisien. Selanjutnya, di tingkat daerah, GAPKI perlu mendorong perluasan perizinan terpadu satu pintu.
Kedua, masalah tata kelola di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ini termasuk soal perizinan, tetapi juga hubungan ke aparat keamanan, serta masalah regulatory, seperti review terhadap aturan, baik UU maupun peraturan di bawahnya, agar dapat mendorong iklim usaha yang baik.
Keberadaan daerah otonomi di beberapa daerah, secara nyata berdampak pula terhadap berbagai aturan dan perizinan yang berlaku. Sebab itu, maka keberadaan tata kelola menjadi penting untuk diperhatikan, guna mencari solusi atas berbagai hambatan perizinan yang kerap terjadi.
Ketiga, mandatory mix untuk biodiesel, yang saat ini masih mandek, termasuk rencana adanya BUMN khusus biofuel. Ini terkait juga dengan isu kedaulatan energi.
Sejatinya, mandatori biodiesel harus terus dilakukan, supaya keberadaan kedaulatan energi dapat segera terwujud. Program mandatori biodiesel harus terus dilakukan, berlandaskan roadmap yang sudah dibuat secara nasional. Sejatinya, tahun ini mandatori biodiesel harus sebesar 20%, sehingga mampu menyerap produksi CPO makin lebih besar.
Keberadaan pasar domestik yang besar, sangat dibutuhkan industri minyak sawit, guna stabilisasi harga jual CPO di masa mendatang.
Keempat, perlindungan dari Pemerintah terhadap trade wars dalam bentuk non tariff barriers.
Keberadaan perdagangan nasional dan internasional, selalu berlandaskan perjanjian regional dan bilateral antar negara. Sebab itu, keberadaan regulasi yang berlandaskan tariff dan non tariff barier kerap menjadi hambatan bagi perdagangan suatu produk.
Pertumbuhan industri yang pesat di kawasan Asia, tentu saja menjadi dinamika tersendiri. Sebab itu, keberadaan non tariff barier yang kerap terjadi, kini kian meluas. Dari persoalan teknis, lingkungan hingga konsumen itu sendiri.
Maka, diharapkan peranan dari pemerintah guna melakukan perlindungan secara holistik bagi usaha minyak sawit nasional dari hulu hingga hilir. Pemerintah dapat mencontoh cara Pemerintah Malaysia dalam melakukan perlindungan kepada industri nasionalnya.
Kelima, suplai benih unggul yang berkualitas dan terpercaya. Keberadaannya, akan menjadi modal awal bagi keberadaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki produktivitas tinggi. Peranan pemerintah sangat nyata bagi ketersediaan benih unggul ini, pasalnya suplai benih harus berasal dari produsen benih unggul nasional yang sudah mumpuni.
Selain itu, pemerintah wajib melindungi produsen benih unggul nasional, guna meningkatkan daya saing nasional. Mengatur dengan baik impor benih unggul dari luar negeri, supaya tidak terjadi persaingan usaha yang tidak sehat. Keberadaan benih unggul dari luar, juga dapat mengakibatkan hama penyakit tanaman dan kerusakan hasil produksi secara masif, jika tidak dilakukan secara teliti dan seksama.
Keenam, Advokasi mitigasi dan litigasi, terhadap adanya konflik sosial dan lingkungan, terutama menyangkut masyarakat lokal dan Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO). Perlu mendapat perhatian besar, bagi keberlangsungan perkebunan kelapa sawit yang sebagian besar berada di daerah pelosok negeri.
Keberadaan perkebunan kelapa sawit, secara nyata berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat desa. Terbukanya lapangan kerja dan pendapatan atas hasil kerja di perkebunan, sejatinya meningkatkan kesejahteraan jutaan rakyat Indonesia.
Ketujuh, Adanya alokasi lebih adil terhadap hasil pungutan ekspor CPO dan turunannya. Pasalnya, keberadaan Bea Keluar (BK) CPO dan turunannya, merupakan bagian dari jaminan pasokan domestik. Namun, keberadaannya kerap hanya menjadi bagian dari pendapatan pemerintah, tanpa mengembalikannya kembali kepada dunia usaha.
Sejatinya, alokasi lebih adil dari BK CPO dan turunannya, menjadi harapan banyak pihak, termasuk Kementerian dan Pemerintah Daerah, yang secara langsung membina dan meningkatkan industri minyak sawit dari hulu hingga hilir.
Sebab itu, keberadaan Tujuh Isu yang kini terkemuka diatas, harus menjadi perhatian serius dari GAPKI sebagai organisasi pengusaha kelapa sawit nasional. Menyelesaikan berbagai persoalan yang kerap timbul akibatnya, merupakan keniscayaan bagi pengurus yang baru nantinya.
Sebagai generasi muda dan penerus GAPKI, maka saya mengajak semua pihak untuk mewujudkan GAPKI baru, karena GAPKI baru adalah KITA.
DATA-DATA :
Tujuh Isu yang Perlu Diperjuangkan GAPKI
No
Isu-Isu
1.
Perizinan. Untuk perizinan di tingkat pusat, adanya BKPM memberikan harapan bahwa perizinan, seperti terkait PP 60/2012, dapat cepat diselesaikan dengan efektif dan efisien. Untuk tingkat di daerah, GAPKI perlu mendorong perluasan perizinan terpadu satu pintu seperti ini.
2.
Masalah tata kelola di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ini termasuk soal perizinan, tetapi juga hubungan ke aparat keamanan, serta masalah regulatory, seperti review terhadap aturan, baik UU maupun peraturan di bawahnya, agar dapat mendorong iklim usaha yang baik.
3.
Mandatory mix untuk biodiesel, yang saat ini masih mandek, termasuk rencana adanya BUMN khusus biofuel. Ini terkait juga dengan isu kedaulatan energi.
4.
Perlindungan dari Pemerintah terhadap trade wars dalam bentuk non tariff barriers. Pemerintah Malaysia dapat menjadi contoh dalam perlindungan terhadap industri nasionalnya.
5.
Suplai benih unggul yang berkualitas dan terpercaya.
6.
Advokasi mitigasi dan litigasi, terhadap adanya konflik sosial, terutama menyangkut masyarakat lokal dan NGO.
7.
Adanya alokasi lebih adil terhadap pungutan ekspor CPO dan turunannya.
About EDI SUHARDI :
Edi Suhardi, menjadi salah satu aktivis GAPKI yang terus bergerak memperjuangkan keberadaan sustainability di tingkatan nasional dan internasional. Selepas menjadi pengurus GAPKI periode 2009-2012, Edi berjuang bersama di dalam Kaukus perkebunan kelapa sawit Indonesia, guna mengembangkan sustainability minyak sawit.
Berbagai forum nasional dan internasional, kerap menjadi ajang perjuangannya dalam mengembangkan sustainability minyak sawit nasional, guna mencapai harmonisasi dan pengertian dari berbagai pihak.
Pula, posisinya sebagai Direktur salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, menjadikan Edi sebagai garda terdepan dalam melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sustainability di perkebunan kelapa sawit.
Kini, Edi terpanggil secara moral, untuk mengembangkan GAPKI sebagai organisasi pengusaha kelapa sawit nasional, yang harus memiliki peranan nyata bagi pertumbuhan usaha minyak sawit berkelanjutan di Indonesia, utamanya sebagai pasokan minyak nabati pasar nasional dan internasional.
Sejatinya, minyak sawit merupakan anugerah terindah yang paling sehat, aman, halal, efektif dan efisien, bagi ketersediaan bahan baku minyak makanan dan non makanan di muka bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H