Mohon tunggu...
Eryani Kusuma Ningrum
Eryani Kusuma Ningrum Mohon Tunggu... Guru - Miss eR

Pengajar Sekolah Dasar... Suka jalan-jalan (travelling)... Suka berkhayal lalu ditulis... Suka menjepret apalagi dijepret... kejorabenderang.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

Melati Putih di Antara Mega Mendung

30 Mei 2018   23:22 Diperbarui: 30 Mei 2018   23:35 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber sayanglingkungan.wordpress

Tiket pesawat sudah aku pegang untuk kembali ke tanah kelahiranku di Jogja. Kota yang damai, bersahabat dan berbudaya. Semenjak 10 Ramadhan aku dan keluarga tidak pulang karena mengikuti kedinasan Ayah di Australia. Dari SMP hingga kuliah tingkat dua aku bersekolah Negeri Kangguru ini. Tiba saatnya Ramadhan tahun ini aku bisa pulang merasakan kampung halaman, Desa Karangwuluh di pinggir kota Jogja yang hijau dan sejuk.

~~~~~~~~~~~~

Pagi yang sejuk dan dingin menusuk tulangku. Selesai sahur dan sholat subuh, aku berjalan dipinggir sawah yang sedang menguning riung indah. Teringat saat sekolah dasar aku berlari-lari di antara ilalang dengan.... ah dia sahabatku "Mega....."

"Kemanakah ia sekarang?" pikirku merindukannya

Setelah lulus sekolah dasar aku langsung diajak Ayah dan Bunda pindah ke Negara Kangguru tersebut. Aku teringat saat Mega memelukku dan tangan kecilnya menggenggam erat mengantarku sampai ke pintu mobil. Aku pun melihat ia berlari seakan-akan mengejarku yang mengungkapkan bahwa ia tak ingin berpisah denganku. Ah kenangan itu mengapa seakan-akan menghilang dan kini muncul lagi. Entah mengapa aku bertekad untuk menemuinya juga saat itu.

Udara yang terik tak menyurutku untuk terus berjalan menyusuri sungai menuju rumah Mega sahabatku itu. Ada rasa bahagia dan haru saat melihat pohon jambu di depan rumahnya berbuah lebat yang dulu tempatku dan ia memainkan ayunan. Aku langsung mengetuk rumahnya dan memberi salam dengan semangat. Namun hanya seorang tua renta yang menyambut dan membalas salamku.

"Cari siapa Nduk?" Tanya Nenek Fat yang tak lain adalah Nenek Mega

Aku memeluknya erat yang membuat dia kaget terheran mungkin lupa dengan wajahku sekarang.

"Kulo Melati Mbah, Kulo rencange Mega tekan SD Mbah, Mbah eling kale kulo?

("Saya Melati Mbah, saya teman Mega dari SD, apakah Mbah ingat dengan saya?)

Nenek Fat langsung memelukku erat sambil berseru, "Duh Gusti Allah, putuku sing ayu wis bali, kene nduk lenggah karo Simbah"

("Ya Allah, cucuku yang cantik sudah pulang, sini duduk dengan nenek")

Sontak aku terharu, dalam pertemuan tersebut aku menceritakan semua pengalamanku di Negeri Kangguru tersebut bersama Nenek Fat yang sudah aku anggap sebagai Nenekku sendiri. Bercerita tentang sekolah, berteman hingga rasa inginku untuk pulang ke kampung halaman ini. Hingga akhirnya aku bertanya tentang Mega. Nenek Fat bercerita semenjak aku pergi meninggalkan desa ini, Mega bersama Ayah dan Ibunya pindah ke kota Jogja dan melanjutkan sekolah disana dan saat ini ia mendapatkan beasiswa kedokteran di Jakarta.

"Jakarta Mbah?" tanyaku tak percaya yang disertai anggukan Nenek Fat.

"Mbah duwe nomor handphone Mega mbah?" tanyaku penasaran.

Nenek Fat menggeleng, yang ia tahu ia hanya dapat menerima telepon setiap bulan dari Ayah dan Ibu Mega. Perasaanku menjadi sedih. Sekiranya Mega di Kota Jogja, aku akan langsung kesana untuk menemuinya.

"Ra usah khawatir Nduk, Mega engkuh bali saat hari royo" ungkap Nenek Fat menjelaskan yang membuat hatiku lega karena akan segera bertemu dengan Mega.

Aku pulang dengan bahagia tanpa merasakan lapar dan dahaga. Sungguh Ramadhan yang indah pikirku. Melewati sungai yang jernih, sawah yang menguning dan ilalang yang rindang. Saat itu sekolahku di utara rumah Mega. Aku selalu membawa sepeda mini saat berangkat sekolah. Sebelum berangkat aku mampir untuk menjemput Mega dan selalu ia yang memboncengiku. 

Mega selalu bersemangat untuk menggowes sepedaku karena baginya sepeda adalah kendaraan yang mahal yang belum dapat Ayahnya belikan untuknya. Tiba-tiba air mataku menetes mengingat kenangan tersebut. Ada rasa bersalah yang menyelimuti. Mengapa saat SMP aku tak melanjutkan komunikasi dengannya? Tak berusaha menyuratinya? Aku hanya bersenang-senang dengan teman baru di sekolah yang baru hingga kuliah ini.

Tiba-tiba messengerku berbunyi membuyarkan lamunanku. Aaah Steve menanyakan kabarku disini. Oh ya aku lupa untuk mengabarkan Steve bahwa aku sudah tiba di desa tercinta ini. Astagfirullah! Aku lupa kalau di zaman yang canggih ini ada facebook. Namun harapanku musnah, ia tak ada di pencarian orang. Aku pulang dengan senja yang menggelanyut indah.

Tiga hari menjelang hari raya, aku bertemu dengan Nenek Fat di pasar. Dengan perasaan sedih beliau mengungkapkan kabar bahwa mega Lebaran ini tidak jadi pulang karena sedang ada praktek kerja.

"Ya Allah... " Rintihku sambil meneteskan air mata.

Tiba-tiba dari jauh ada sosok yang ku kenal. Ya! Ia adalah Santi teman sekelasku juga. Langsung aku sapa dan memeluknya. Kami banyak bercerita hingga akhirnya aku menanyakan soal Mega namun ia pun tak bisa membuat hatiku gembira karena ia pun tak tau nomor kontak Mega yang dapat ia hubungi. Seketika Ibu Santi memanggilnya untuk pulang, aku pun pulang bersama Bunda. Lebaran tahun ini aku tak bersemangat. Entah mengapa ada rasa kehilangan yang mendalam.

"Allahu Akbar.... Allahu Akbar... Allahu Akbar" gema takbir berkumandang.

Aku bersama Ayah, Bunda dan keluarga Ayah segera pergi ke lapangan alun-alun desa untuk melaksanakan sholat ied bersama. Aku merasakan kedamaian luar biasa yang berbeda selama 10 tahun ini. Kedamaian yang tak aku rasakan di Negeri tetangga tersebut. Selesai sholat dan ingin pulang ke rumah aku melihat ada sosok yang tak asing bagiku. Sosok teduh nan ayu dalam balutan jilbab putih berbunga. Namun ah... Bunda sudah menarik tanganku menuju mobil.

Hari kedua lebaran rasanya aku tak enak badan untuk berkeliling ke desa tetangga sebelah. Jadi aku tinggal di rumah sendiri, sementara Ayah dan Bunda sedang bersilaturahmi mengelilingi ke desa tetangga tersebut. Ah! Lama-lama jenuh juga, akupun segera menyalakan mesin motor maticku untuk bersilaturahmi ke rumah Santi. Di tengah perjalanan rasa pusing mendera kepalaku. Tiba-tiba aku "Bruk! Jatuh di antara aspal dan rerumputan. "Aduh" pekikku yang membuat orang sekitar datang untuk membantuku.

Tiba-tiba ada tangan halus yang meraihku sambil berkata, "Coba saya lihat, sepertinya kamu tidak apa-apa".

Aku melihatnya segera, "Megaaaaaa...." pekikku kembali dengan sangat histeris sambil memeluknya.

"Kamuuuu Melati? " Mega pun tertegun heran tak percaya.

"Iya ... ! aku Melati" mataku berbinar haru.

Seketika rasa sakitku hilang dan aku bangun dibantu oleh Mega. Mega sahabatku sekarang sudah menjadi gadis cantik dengan balutan hijab yang manis berwarna pink.

"Terima kasih Bu Dokter" ungkapku.

"Eh tau darimana aku kuliah kedokteran, kepooo deh" dan seketika kami tertawa lepas. Tertawa yang aku rindukan selama 10 tahun ini.

Kami banyak bercerita banyak tentang sekolah, kuliah hingga pacar. Rupanya Mega pun ingin segera ke rumahku karena Nenek Fat mengabarkan bahwa aku pun ada di desa. Tak disangka kami bertemu di pinggir jalan dalam keadaanku yang terjatuh. Lalu tak lupa aku meminta nomor selular dan id Line Mega.

"Hehehee... namaku alay Mel" Mega mengungkapkan.

"Alay? " aku tertegun seketika melihat ia mengetik sebuah id @MegaMendung.

"Kok mega mendung?" tanyaku. "Pantesan aku cari namamu di pencarian facebook tidak ada"

"Oh facebook, iya baru saja aku unduh, maklum aku juga baru memiliki handphone canggih ini hasil honor bantu di klinik pinggir kota"

Ya ampun Mega, ia tetap sahabatku yang rendah hati, ramah dan sederhana. Aku bersyukur lebaran tahun ini membawa keberkahan tentang silaturahmi bersama sahabat sejatiku. Kami menyusuri sungai, menikmati padi yang menguning dan berlarian diantara ilalang mengenang saat kanak-kanak kami. Mungkin lupa jika kami sudah beranjak remaja. Ya Allah terima kasih... Ramadan ini begitu indah seperti saat aku kecil dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun