Dunia perguruan tinggi Indonesia gunjang-ganjing setelah beberapa pejabat tinggi kampus dan dosen di beberapa universitas dicokok oleh pihak berwenang karena dugaan korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Besaran uang yang disalahgunakan konon mencapai beberapa milyar.
Hal ini tentu saja sangat mencoreng wajah pendidikan tinggi Indonesia. Bagaimana bisa berkualitas dan meningkatkan kualitasnya kalau uang korupsi dan ladang korupsi bertebaran di kampus? Apakah lahan kampus sudah mirip dengan lahan di pemerintahan yang sering menjadi lahan garapan kepala daerah untuk korupsi?
Perguruan tinggi negeri di Indonesia sejak beberapa tahun lalu mengalami perubahan status, yaitu menjadi badan usaha. Oleh karena itu, perguruan tinggi negeri harus mencari tambahan biaya untuk mendukung operasional di kampus. Hal ini sangat berbeda dengan di Jerman karena pendidikan sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah dan perguruan tinggi bukan merupakan badan usaha. Perguruan tinggi adalah lembaga pendidikan.
Tulisan singkat ini akan membahas sedikit tentang pendidikan dan perguruan tinggi di Jerman. Pendidikan di Jerman, baik pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi merupakan tanggung jawab pemerintah.
Pada prinsipnya sekolah dan perguruan tinggi di Jerman adalah sekolah negeri: baik sekolah dasar negeri maupun sekolah menengah negeri; demikian juga dengan perguruan tinggi: perguruan tinggi negeri. Hanya ada beberapa sekolah swasta dan perguruan tinggi swasta di Jerman.
Pendidikan di Jerman merupakan otonomi daerah, ranah pemerintah daerah, yaitu Pemerintah Negara Bagian (die Landesregierung). Oleh karena otonomi daerah, kebijakan tentang pendidikan berbeda-beda di setiap Negara Bagian (das Bundesland).
Pembiayaan pendidikan dimasukkan dalam anggaran belanja Pemerintah Negara Bagian, dengan mendapat subsidi dari Pemerintah Federal (die Bundesregierung).
Di Jerman ada wajib sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah, sedangkan TK (Kindergarten) bukanlah bagian dari pendidikan sekolah. Oleh karena itu, tidak ada wajib masuk TK, hanya disarankan. Akan tetapi, pemerintah juga mendirikan TK negeri, di samping itu juga ada TK swasta.
TK negeri tidak sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu orangtua harus turut menyumbang biaya operasional TK, orangtua membayar iuran bulanan TK. Besaran iuran bulanan TK dihitung secara prosentual dari pemasukan tahunan orangtua.
Oleh karena itu, ketika mendaftarkan anak untuk masuk TK, orangtua harus melampirkan daftar penghasilan satu tahun sebelumnya. Kalau kedua orangtua bekerja, daftar penghasilan kedua orangtua harus dilampirkan. Jumlah penghasilan tahun sebelumnya menjadi penentu berapa orangtua harus membayaran iuran TK.
Orangtua yang tidak punya pekerjaan dan hidup dari bantuan sosial pemerintah, tidak dibebani dengan uang iuran TK. Orangtua hanya perlu melampirkan kartu bansos mereka, dan pimpinan TK yang akan mengurus pembiayaan anak itu dari Dinas Sosial (Sozialamt).
Setelah bersekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah, orangtua tidak dibebani dengan biaya uang sekolah. Pemerintah menanggung penuh biaya operasional sekolah.
Pendaftaran masuk ke sekolah dasar di Jerman berdasarkan zona tempat tinggal. Pemerintah sudah mengatur zonasi sekolah dan mengirimkan surat pemberitahuan kepada orangtua untuk mendaftarkan anak mereka ke sekolah yang tercantum dalam surat pemberitahuan tersebut. Usia wajib sekolah dasar adalah antara 6 dan 7 tahun, berdasarkan perkembangan anak, sampai dengan sekolah menengah.
Pada umumnya sekolah dasar di Jerman hanya 4 tahun, artinya sekolah dasar hanya dari kelas 1 sampai dengan kelas 4 dan setelah itu, mulai kelas 5, sekolah menengah. Hanya Berlin dan Brandenburg yang menerapkan sekolah dasar sampai kelas 6 dan sesudahnya baru sekolah menengah.
Peralihan dari sekolah dasar ke sekolah menengah tidak melalui ujian masuk dan tidak ada lagi zonasi. Orangtua dan siswa bebas memilih sekolah di kota tempat tinggalnya. Pada umumnya sekolah menengah di Jerman terbagi atas dua jenis sekolah, yaitu Gymnasium dan Oberschule atau Gesamtschule.
Di sekolah menengah Gymnasium, siswa menamatkan sekolah setelah kelas 12 dan setelah lulus ujian mendapatkan Ijazah Abitur atau disebut juga Allgemeine Hochschulreife (AHR). Dengan bekal Ijazah Abitur siswa berhak melanjutkan pendidikan di semua jenis perguruan tinggi, dalam Bahasa Jerman disebut Hochschulzugangsberechtigung, seperti Universitt dan Hochschule (Fachhochschule).
Perguruang tinggi di Jerman umumnya adalah berbentuk Universitt dan Hochschule (Fachhochschule) walaupun masih ada beberapa bentuk lain.
Pada sekolah menengah Oberschule atau Gesamtschule siswa umumnya menamatkan sekolah pada kelas 12. Dengan menamatkan sekolah di Oberschule atau Gesamtschule di kelas 12 siswa memperoleh Ijazah Fachabitur disebut juga Fachhochschulreife, yang merupakan ijazah kedua tertinggi setelah Abitur.
Siswa pemegang ijazah Fachabitur hanya bisa melanjutkan ke Sekolah Tinggi Hochschule (Fachhochschule). Apabila mau, siswa juga bisa menamatkan sekolah di Oberschule atau Gesamtschule sampai kelas 13 untuk mendapatkan Ijazah Abitur.
Untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tidak ada ujian masuk atau ujian saringan penerimaan mahasiswa baru. Lulusan sekolah menengah hanya bermodalkan ijazah dan niai rata-rata di ijazah tersebut. Calon mahasiswa hanya perlu mengisi formulir pendaftaran dan menentukan jurusan atau program studi yang diminati.
Sangat mudah. Akan tetapi, tidak semua pendaftar diterima menjadi mahasiswa di perguruan tinggi. Kenapa? Oleh karena kapasistas atau daya tampung perguruan tinggi, jumlah pendaftar yang diterima tentu saja dibatasi. Prosedur seperti ini disebut dengan nama Numerus Clausus (NC), pembatasan jumlah yang diterima.
Kriteria Numerus Clausus untuk membatasi jumlah yang diterima adalah nilai rata-rata ijazah. Program studi yang menerapkan Numerus Clausus (NC) misalnya program studi kedokteran, dengan menerapkan nilai rata-rata 1,0. Siswa dengan nilai rata-rata lebih rendah dari 1,0 tidak akan diterima sebagai mahasiswa baru. Di Jerman nilai 1,0 adalah nilai paling tinggi, sedangkan 5,0 tidak lulus.
Mahasiswa perguruan tinggi di Jerman, baik Universitt maupun Hochschule (Fachhochschule) tidak dibebani dengan uang kuliah. Mahasiswa hanya perlu membayar Semesterbeitrag (iuran semester) yang tediri dari dana sosial dan Semesterticket, yaitu tiket kendaraan umum yang berlaku selama enam bulan.
Semesterticket berlaku untuk semua kendaraan umum, kecuali taksi dan kereta ekspres jarak jauh, di kota tersebut dan juga di kota-kota yang berdekatan denganya. Besaran iuran dana sosial dan Semesterticket berbeda-beda di setiap kota.
Sebagai contoh mari kita ambil biaya yang wajib dibayarkan oleh seorang mahasiswa di perguruan tinggi di Bremen, yaitu Hochschule Bremen. Besaran Semesterbeitrag di Hochschule Bremen adalah 343,26 Euro (1 Euro kira-kira Rp15.000). Komposisi Semesterbeitrag adalah sebagai berikut:
- Semesterticket (kendaraan umum): 194,41 Euro
- Studierendenwerk (dana sosial mahasiswa): 85,00 Euro
- Verwaltungskostenbeitrag (dana administrasi): 50,00 Euro
- AStA/Studierendenschaft (Badan Eksekutif Mahasiswa): 12,00 Euro
- Kulturticket (dana budaya): 1,85 Euro
Artinya, seorang mahasiswa di Bremen hanya perlu membayar Rp5.148.900 tiap semester. Biaya sebesar ini berlaku untuk semua mahasiswa, termasuk mahasiswa asing, misalnya mahasiswa dari Indonesia. Apabila dihitung, itu kelihatan lumayan mahal.
Bagian terbesar dari iuran semester itu adalah tiket langganan untuk kendaraan umum sebesar 194,41 Euro, tetapi itu untuk enam bulan! Padahal, harga tiket langganan kendaraan umum di Bremen adalah 67,80 Euro per bulan.
Silakan hitung sendiri, berapa banyak subsidi transportasi dari pemerintah yang diterima oleh mahasiswa untuk kendaraan umum. Semesterticket di Bremen bisa digunakan sampai ke kota-kota terdekat, seperti Hamburg dan Hannover.
Dengan Semesterbeitrag sebesar 343,26 Euro (Rp5.148.900) per semester, mahasiswa bisa menikmati semua fasilitas kampus, misalnya perpustakaan dan wifi gratis dengan kecepatan tinggi. Selain itu, tidak ada biaya ujian mata kuliah. Makanan di kantin mahasiswa (Mensa) untuk mahasiswa juga disubsidi sehingga mahasiswa bisa makan di kampus dengan harga ramah untuk kantong mahasiswa.
Dari mana biaya operasional perguruan tinggi?
Seperti yang sudah disebut di atas, biaya operasional perguruan tinggi ditanggung oleh pemerintah daerah Pemerintah Negara Bagian. Sebagai informasi tambahan, di Jerman ada sekitar 377 perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa pada Semester Musim Dingin 2021-2022 sebanyak 2,95 juta mahasiswa (termasuk mahasiswa asing). Secara sederhana, komposisi pembiayaan perguruan tinggi di Jerman adalah sebagai berikut:
- Grundmittel (Pembiayaan Dasar)
- Drittmittel (Pembiayaan dari Pihak Ketiga)
Grundmittel berasal dari pemerintah, yaitu dari anggaran Pemerintah Negara Bagian (di Indonesia setaraf dengan provinsi). Kira-kira 86% dari biaya tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah Negara Bagian (Landesregierung).
Pemerintah Federal (Bundesregierung) memberikan dana secara tidak langsung, misalnya bantuan keuangan untuk penelitian atau program tidak langsung lainnya. Jerman menginvestasikan kira-kira 1,1% dari produk domestik bruto untuk pendidikan.
Drittmittel (Pembiayaan dari Pihak Ketiga) biasanya diperoleh dari pihak ketiga untuk membiayai penelitian atau diperoleh berkat kerjasama dengan pihak untuk menyelenggarakan aktivitas akademis atau aktivitas lain. Dari tahun ke tahun dana dari Pembiayaan dari Pihak Ketiga makin meningkat.
Dengan sistem pembiayaan pendidikan seperti itu, tidak mengherankan kalau kualitas pendidikan di Jerman cukup terjamin dan pimpinan perguruan tinggi tidak perlu pusing memikirkan cara untuk mencari duit operasional. Bagaimana dengan di Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H