Mohon tunggu...
Erwin Silaban
Erwin Silaban Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati Indonesia dari seberang lautan. Deutsch-Indonesischer Brückenbauer. Penghubung Indonesia-Jerman

Dosen di School of International Business, Hochschule Bremen, Jerman. Anak rantau dari Hutajulu, Dolok Sanggul, SUMUT.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Banyak Jalan ke Jerman, Robin Pangaribuan: dari Au-Pair hingga Membuka Restoran Indonesia di Bremen

15 Februari 2021   03:47 Diperbarui: 15 Februari 2021   04:12 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Restoran Indonesia "Surajaya Tabo" di Bremen, dimiliki oleh mantan Au-Pair: Robin Pangaribuan dan Risdayanti Manik. (Foto: Erwin Silaban)

Orang Batak terkenal sebagai orang pemberani, keras, tak mudah menyerah walau ada tantangan. Merantau juga sudah mengalir dalam darah mereka, sudah tertanam dalam DNA mereka. Lihat saja di Indonesia. Di mana tidak dijumpai orang Batak? Di semua pelosok Indonesia bisa dijumpai orang Batak. Apa pun mereka kerjakan untuk mencari nafkah.

Di Jakarta misalnya, banyak dijumpai supir angkot, metromini, taksi, dan bus. Selain itu jangan dilupakan: pencopet. Satu yang menjadi pantangan untuk orang Batak adalah: menjadi pengemis! Menjadi pengemis bukanlah level mereka. Mereka lebih mengandalkan keterampilan, setidaknya keterampilan jari-jemari: alias mencopet.

Banyak alasan untuk merantau dan keluar dari tanah Batak. Hanya di Indonesia? Tentu saja tidak! Tidak ada tempat yang tabu bagi mereka, luar negeri juga mereka rambah. Di Jerman juga banyak perantau Batak!

Ada yang baru beberapa tahun, ada juga yang sudah berkeluarga, punya anak dan boru (putra dan putri), bahkan sudah marpahompu (sudah punya cucu)! Ada yang menikah dengan orang Jerman, tapi ada juga yang menikah dengan boru Batak asli. Di Hamburg banyak dijumpai orang Batak, yang ketika masih muda menjadi awak kapal laut internasional.

Lalu, bagaimana caranya bisa merantau ke tanah Jerman, ke seberang lautan sana? Terbang nonstop dari Bandara Soetta ke Frankfurt/M di Jerman minimal 13 jam! Ke Jerman bisa hanya dengan modal dengkul? Puluhan tahun lalu masih bisa. Tetapi sejak bertahun-tahun lalu sayangnya tak bisa lagi. Modal nekat? Nah, kalau modal nekat masih bisa.

Dengan modal nekat terbanglah Robin Pangaribuan ke Jerman, pemuda Batak yang berani berubah dan mau mencari kehidupan baru, dan sekarang berwiraswasta dan membuka restoran Indonesia di Bremen. Tapi bagaimana cara ke Jerman? Kalau ke Jerman kan harus punya visa dan dengan visa turis paling lama boleh tinggal 90 hari di Jerman.

Betul, kalau ke Jerman kita harus punya visa. Dan kalau mau menetap minimal satu tahun, kita harus punya visa tinggal. Tapi bagaimana caranya? Ada banyak jalan ke Jerman: misalnya menikah sama bule Jerman! Tenang, bukan begitu caranya.

Dengan modal nekat dan keberanian ada tiga cara ke Jerman (selain menikah dengan bule Jerman) dan (sedikit) kapital adalah:

  1. ikut program Au-Pair, sebagai Au-pair-Junge atau Au-pair-Maedchen
  2. ikut program FSJ Freiwilliges Soziales Jahr Tahun Kerja Sosial Sukarela
  3. ikut program Ausbildung Pendidikan Vokasional.

Dengan ikut salah satu ketiga program di atas, maka sudah bisa diperoleh visa tinggal satu tahun.

Nah, Robin Pangaribuan, pemuda Batak ini, memilih pergi ke Jerman dengan program Au-Pair. Apa itu Au-Pair? Au-Pair (baca: o per) berasal dari bahasa Perancis, artinya kira-kira saling balas jasa. Tugas Au-Pair secara singkat adalah menjaga anak (-anak) dari tuan rumah dan membantu tuan rumah dengan pekerjaan kecil-kecil di rumah. Tapi bukan sebagai TKI atau ART lho!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun