Mohon tunggu...
Erwin FORTUNA Setiawan
Erwin FORTUNA Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

anak kampung hobi nulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mematahkan Kesalahan Perspektif Turun Temurun: Standar Pintar Harus "Jago" Matematika?

29 Juni 2023   21:59 Diperbarui: 29 Juni 2023   22:16 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep standar pintar seringkali dikaitkan dengan kemampuan dalam bidang matematika. Selama bertahun-tahun lamanya, kita telah terbiasa dengan gagasan bahwa menjadi pintar berarti memiliki pemahaman yang kuat dan kemampuan yang tinggi dalam matematika. Namun, sangatlah penting untuk mempertanyakan apakah penekanan yang terlalu besar pada keunggulan matematika ini adalah sesuatu yang memang seharusnya kita anut. Artikel ini akan membahas argumen-argumen yang mematahkan perspektif turun temurun ini, serta mengusulkan pendekatan yang lebih seimbang dalam mengukur standar pintar.

Salah satu kesalahan dalam pandangan tradisional tentang standar pintar adalah memfokuskan secara eksklusif pada kemampuan matematika. Keberhasilan dalam kehidupan tidak hanya ditentukan oleh pemahaman matematika, tetapi juga oleh berbagai keterampilan lainnya. Sastra, seni, musik, ilmu sosial, dan ilmu pengetahuan alam semuanya merupakan bidang yang memiliki nilai dan kontribusi yang sama pentingnya dalam pembentukan pemahaman dan kesuksesan seseorang. Mempersempit definisi kecerdasan hanya pada matematika mengabaikan keberagaman bakat dan minat individu.

Teori kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner mengusulkan bahwa kecerdasan tidak hanya bisa diukur melalui kemampuan matematika dan bahasa verbal. Menurut teori ini, ada berbagai jenis kecerdasan yang berbeda, termasuk kecerdasan kinestetik, visual-ruang, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan lain-lain. Dalam konteks ini, menilai seseorang hanya berdasarkan keunggulan matematika hanyalah perspektif yang sempit. Standar pintar yang sejati harus mencakup pengakuan akan kecerdasan majemuk dan memberikan nilai yang sama pada semua jenis kecerdasan ini.

Keberhasilan dalam kehidupan nyata lebih banyak ditentukan oleh keterampilan lain selain matematika. Keterampilan interpersonal, kreativitas, keterampilan pemecahan masalah, kepemimpinan, dan pemikiran kritis semuanya memiliki peran yang sangat penting dalam kesuksesan individu. Menekankan keunggulan matematika dapat mengabaikan keterampilan-keterampilan ini yang mungkin lebih relevan dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan karir di berbagai bidang.
Untuk menghindari kesalahan perspektif turun temurun ini, penting bagi kita untuk memperluas konsep standar pintar dan mengakui bahwa kecerdasan tidak hanya dapat diukur melalui kemampuan matematika. Pendidikan yang holistik harus mendorong perkembangan dan penghargaan terhadap potensi setiap individu yang berbeda-beda.

Sebagai pendekatan inovatif untuk mematahkan perspektif turun temurun tentang standar pintar, kita dapat menggabungkan keunggulan matematika dengan keterampilan lain yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan menciptakan pendekatan yang lebih seimbang dan memberikan kesempatan bagi individu untuk mengembangkan potensi mereka secara menyeluruh.
Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan memperkenalkan pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran. Misalnya, matematika dapat dipelajari melalui konteks dunia nyata yang melibatkan bidang-bidang lain seperti seni, ilmu pengetahuan alam, musik, dan bahasa. Dalam projek atau tugas yang melibatkan pemodelan matematika, siswa dapat menggabungkan pengetahuan matematika mereka dengan kreativitas artistik, pemahaman ilmiah, atau bahasa untuk menciptakan solusi yang lebih holistik.

Selain itu, penting untuk mengembangkan keterampilan kritis dan pemecahan masalah dalam konteks matematika. Matematika sebenarnya adalah tentang berpikir logis, analitis, dan mencari pola. Dengan mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah ke dalam pembelajaran matematika, siswa akan belajar untuk melihat matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam berbagai konteks kehidupan nyata. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan keterampilan yang dapat diterapkan di luar lingkungan kelas, termasuk dalam karir mereka di masa depan.

Selain itu, penting juga untuk mendorong kolaborasi dan keterampilan interpersonal dalam pembelajaran matematika. Dalam dunia yang semakin terhubung, kemampuan bekerja dalam tim dan berkomunikasi dengan baik sangat penting. Pembelajaran matematika dapat melibatkan proyek kolaboratif, di mana siswa bekerja sama untuk memecahkan masalah matematika kompleks. Ini tidak hanya akan meningkatkan pemahaman matematika mereka, tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan kerjasama, komunikasi efektif, dan kepemimpinan.

Dengan mengadopsi pendekatan inovatif ini, kita dapat menciptakan standar pintar yang lebih holistik dan relevan dengan kebutuhan masa depan. Melampaui pandangan sempit tentang kecerdasan matematika saja akan membuka pintu bagi pengembangan potensi penuh individu dan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk menemukan keahlian dan minat mereka yang unik.

Penting untuk menegaskan pendapat bahwa menjadi pintar tidak harus berarti menguasai matematika. Standar pintar yang holistik harus mencakup beragam kecerdasan dan keterampilan yang relevan dengan kehidupan nyata. Mematahkan perspektif turun temurun tentang keunggulan matematika sebagai satu-satunya ukuran kecerdasan adalah langkah penting dalam mewujudkan pendidikan yang inovatif dan memungkinkan setiap individu untuk berkembang sesuai minat dan potensi masing-masing.

Setiap orang diciptakan Tuhan memiliki keunikan dan bakat yang berbeda-beda. Beberapa orang mungkin memiliki kecerdasan dalam seni, musik, bahasa, atau bidang lain yang tidak terkait langsung dengan matematika. Mempertimbangkan dan menghargai keberagaman ini adalah langkah pertama untuk menciptakan lingkungan di mana setiap individu dapat merasa diakui dan berkontribusi sesuai dengan keahliannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun