Mohon tunggu...
Erwin Ma
Erwin Ma Mohon Tunggu... Lainnya - Founder Leadershub Sulsel

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad 47: Ayat 7)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

UNM Penganut Bapakisme

3 Juni 2022   00:34 Diperbarui: 3 Juni 2022   00:39 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampus adalah tempat para kaum intekektual, dimana lahir para pemimpin-pemimpin bangsa. Kepribadian yang berkarakter mandiri, keterampilan sosial semuanya bisa didapatkan di dalam kampus. 

Kampus adalah tempat dimana individu mendapatkan kebebasan untuk mengembangkan dirinya bukan sebagai kandang ternak yang dipagari untuk tetap teratur dan seragam. 

Pendidikan didalam kampus seharusnya membebaskan mahasiswa dari segala keterkungkungan, penindasan, dan penghisapan dari pihak manapun. Adakah kampus yang seideal itu?

Untuk masuk kampus (terdaftar sebagai mahasiswa) saja harus melewati berbagai macam tes dan penjaringan untuk menduduki satu bangku kuliah di dalam ruangan persegi. Tak jarang harus menggunakan berbagai cara bahkan merogoh kocek dalam-dalam. Setelah resmi menjadi seorang mahasiswa seharusnya mendapatkan hak dan layanan yang semestinya. 

Berbagai peraturan tak sama sekali berpihak kepada mahasiswa. Sebut saja salah kampus di Kota Makassar, merupakan kampus favorit yaitu Universitas Negeri Makassar. 

Berbagai isu-isu kian bermunculan, pelarangan aktivitas malam, pembekuan Lembaga kemahasiswaan, tendensi akademik kepada mahasiswa, hingga kasus pelecehan seksual di dalam kampus.

Itu hanya segelintir masalah yang terjadi di Universitas Negeri Makassar, butuh waktu yang banyak untuk menuliskan semuanya. Istilah kandang ternak yang disebutkan diawal bisa saja kita sematkan untuk kampus yang satu ini.

Dari segi tampilan visual saja bisa menggambarkan sebuah kandang ternak. Semua wilayah kampus dipagari tinggi-tinggi sampai lubang tikusnya pun ikut ditutup. 

Ketika matahari tenggelam di ufuk barat tidak ada lagi aktivitas di dalam kampus. Dimana letak kebebasannya, ketika kampus yang seharusnya diisi dengan kegiatan-kegiatan intelektual di malam hari seperti diskusi dan konsolidasi harus dimatikan dengan alibi keamanan dan ketertiban. 

Toh kasus pelecehan seksual lebih marak dilakukan oleh oknum dosen didalam kampus pada siang bolong. Seharusnya oknum dosen yang perlu ditertibkan oleh pimpinan universitas, tapi itu tidak terjadi. 

Bagaimana tidak, pimpinan Universitas Negeri Makassar juga perlu ditertibkan akibat kebijakan-kebijakan yang selalu meresahkan mahasiswa, ditambah dengan isu keterlibatannya pada politik praktik. 

Carut marut kisah kandang ternak di Universitas Negeri Makassar memang menarik kita bahas. Penindasan dan keterkukungan semakin dilanggengkan, ketika berteriak soal kebenaran harus dibungkam. Kampus ini lebih dari kandang ternak, ketika tak mampu berteriak, melawan dan menuntut hak yang telah dirampas.

Dikalangan fungsionaris Lembaga Kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Pendidikan UNM beredar isme (paham) yang disematkan kepada para pimpinan kampus dan dosen-dosen yaitu bapakisme (paham kebapakan). Istilah ini menempel akibat kebijakan dan ulah para pimpinan dan dosen di kampus. 

Kalimat yang sering terucap ketika ada yang menuntut dan melawan kira-kira seperti ini "kami ini bapak kalian di kampus, tidak sepatutnya selalu melawan orangtua, semua hal yang kami lakukan adalah hal baik yang ujung-ujungnya demi kebaikan kalian semua."

Mahasiswa dicekoki dengan paham kebapakan bahwa semua perkataan dosen dan kemauannya harus diikuti karena mereka adalah orangtua dan mahasiswa adalah anak. 

Perkataan dosen adalah sebuah sabda, menolak dan melawan merupakan sebuah tindakan tercela karena ridha Tuhan tergantung ridha dosen, murka Tuhan tergantung dari murka dosen. Mahasiswa yang larut dengan paham itu akhirnya memilih diam ketika dibenturkan dengan akademik, tunduk dan patuh adalah kunci untuk meraih kesuksesan lulus dengan predikat cumlaude.  

Kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswa juga berawal dari paham ini, dosen menganggap dirinya sebagai orangtua, maka mereka juga punya keleluasaan terhadap mahasiswanya. 

Dari tahun ke tahun, pelecehan seksual terjadi di UNM, hanya beberapa mahasiswa yang berani untuk speak up dan memunculkan kasus itu di permukaan. Alasannya karena tekanan yang dilakukan oknum dosen terhadap mahasiswa jika tidak menuruti kemauannya. Mahasiswa lebih memilih diam karena takut dipersulit untuk penyelesaian studi atau demi menjaga nama baik keluarga. 

Sebuah ironi memang ketika dosen yang mengangap dirinya sebagai orangtua melakukan hal-hal yang tidak semestinya. Orangtua yang seharusanya membimbing, mendidik dan mengayomi anaknya malah mempertontonkan sebuah perbuatan yang tercela. 

Akhir-akhir ini memang UNM tengah diperbincangkan dengan maraknya kasus-kasus yang berbau seksualitas. Mulai dari aparat keamanan hingga kepada tenaga pengajar (dosen) mencuat di media. 

Berbagai tuntutan dilayangkan kepada pimpinan Universitas untuk segera menindaklajuti terakit kasus-kasus yang terjadi. Tuntutan segara menerbitkan SOP penangan pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kampus sesuai dengan amanat Undang-undang tak juga mendapat respon yang positif. Menunggu terjadi kasus baru melapor dan ditangani adalah sebuah hal tidak seharusnya menjadi alternatif penyelasaian masalah.

Dosen lagi-lagi sebagai orangtua seharusnya memberikan perlindungan terhadap mahasiswanya sebelum pelecehan kekerasan itu terjadi, bukan setelah terjadi baru ditangani. 

Ketika mahasiswa mencoba untuk memposisikan dirinya sebagai seorang anak, maka sewajarnya dosen memberikan hak perlindungan dan kebutuhan mahasiswanya. 

Mahasiswa meminta, dosen harus memberi, mahasiswa dihadapkan pada sebuah persoalan maka dosen seharusnya hadir sebagai pembawa solusi. 

Dengan seperti itu maka kampus menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi sivitas akademika, saling menjaga saling memahami layaknya sebuah rumah dalam sebuah keluarga. Itu kalau semua pihak mau terlibat, sehingga tidak menjadi omong kosong belaka. 

Cukuplah dosen bertindak sebagai seorang pendidik, membantu mahasiswa untuk mengembangkan diri, memberikan hak dan kebebasan mahasiswa untuk berpendapat. Terpenting juga memberi perlindungan dan rasa aman dan nyaman ruang perkuliahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun