Kegagalan modernisme, liberalisme, dan demokrasi  melahirkan pesimis dalam mengakhiri konflik dan mengutuknya. Sentimen agama sebagai pemicu konflik dijelaskan Ibn Khaldun bahwa masa depan dan masa lalu berlangsung menurut pola yang sama dan berjalan sesuai hukum-hukum serupa yang dapat dilihat pada masa kini.Â
Perspektif Ibn Khaldun dalam melihat konflik dibaginya menjadi dua tingkatan yaitu yang pertama konflik muncul karena adanya potensi lahiriah dalam bentuk agresi dalam diri manusia. Kedua, konflik terjadi karena kegagalan struktur sosial dalam menciptakan hubungan yang adil antar kelompok, gagal menciptakan masyarakat yang egaliter.
Menurut Ibn Khaldun salah satu wadah dalam menciptkan integrasi atau kesatuan sosial itu adalah agama dengan cara mengendalikan sikap-sikap provokatif dalam diri manusia seprti iri, dengki, dan cemburu. Agama tidak hadir untuk mengubah adat istiadat masyarakat setempat. Sejalan dengan itu, Ibn Khaldun menyatakan mengenai fungsi sosial agama yaitu:
"Agama itu melenyapkan sifat kasar dan bangga diri, melatih untuk menguasai perasaan dengki dan cemburu. Apabila dikalangan mereka terdapat seorang Nabi atau Wali yang menyuruh mereka melaksanakan perintah Allah, melenyapkan sifat buruk yang mereka miliki, membuat mereka mengambil sifat terpuji, serta dapat menyatukan suara mereka untuk menegakkan kebenaran, maka mereka pun akan dapat berkumpul menjadi satu kesatuan sosial, dan memperoleh kemenangan (kekeuasaan) serta kedaulatan."
📗Akar Konflik Sepanjang Zaman: Elaborasi Pemikiran Ibn Khaldun