Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembelian Pesawat Douglas DC-3 Dakota dan Korupsi Pertama di Indonesia

9 Juli 2024   17:08 Diperbarui: 9 Juli 2024   17:20 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesawat Douglas DC-3 Dakota RI-001 "Seulawah" | Sumber Gambar: tempo.com/dok. TNI-AU

Korupsi, mendengar kata tersebut mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Korupsi atau memperkaya diri secara tidak halal sepertinya sudah tidak lagi mendarah daging di Indonesia, namun seperti sudah menjadi budaya yang terus menerus terjadi dan tidak ada hentinya. Bagaimana sejarahnya hingga praktik korupsi ini terjadi di Indonesia dan seperti sudah menjadi budaya?

Ternyata praktik melakukan tindakan korupsi sepertinya sudah lama terjadi di Indonesia, bahkan dapat ditelusuri kembali pada saat perang kemerdekaan di mana tindakan melakukan praktik korupsi yang pertama kali terjadi. Tindakan praktik korupsi ini ternyata terjadi ketika pemerintah Indonesia berencana membeli pesawat terbang untuk pertama kalinya yang akan digunakan untuk mobilisasi udara pemerintah Indonesia dalam perang melawan pasukan Belanda yang kembali menyerbu Indonesia.


Rencana Pembelian Pesawat Pemerintah Indonesia 

Pasukan Kerajaan Belanda ketika Menginvasi Indonesia pasca Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 | Sumber Gambar: aviahistoria.com
Pasukan Kerajaan Belanda ketika Menginvasi Indonesia pasca Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 | Sumber Gambar: aviahistoria.com

Seperti kita ketahui setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan pada tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945, ternyata tidak semua negara di dunia ini mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, termasuk negara penjajah Indonesia dahulu yaitu Kerajaan Belanda. Alhasil Kerajaan Belanda pun menyerbu kembali Indonesia guna menjadikan Indonesia kembali wilayah koloni dan jajahan Kerajaan Belanda. Perang Kemerdekaan pun pecah. Sekitar tiga tahun setelah invasi kembali Belanda ke Indonesia yaitu pada tahun 1948, Pemerintah Indonesia di bawah Angkatan Udara Indonesia yang bertugas untuk kepentingan kekuatan Udara pasukan Indonesia berencana untuk membeli pesawat baru yang diperuntukan untuk mobilisasi jembatan udara Pemerintah Indonesia dalam rangka perlawanan invasi kerajaan Belanda.

Namun sayangnya Pemerintah Indonesia kekurangan dana guna membeli pesawat baru untuk mobilisasi jembatan udara. Alhasil Presiden Soekarno pun pergi ke Banda Aceh dan meminta dukungan dan sumbangan dari warga Aceh guna menggalang dana untuk membeli pesawat baru tersebut. Pada akhirnya dana untuk membeli pesawat terbang baru pun terkumpul atas sumbangan dari warga Aceh berupa emas, uang tunai dan perhiasan, dana yang terkumpul totalnya adalah 120.000 strait dollar atau dolar selat yang merupakan mata uang di negeri-negeri Selat yang terdiri dari negara-negara persemakmuran Inggris di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura dan Brunei. Uang tersebut lalu diberikan kepada utusan Angkatan Udara yang diberi tugas untuk membeli pesawat yaitu Wiweko Soepono berupa wesel dan Wiweko pun berangkat ke Rangoon, Myanmar guna mencari pesawat yang dibutuhkan pemerintah Indonesia.

Surat untuk Wiweko Soepono dari Warga Aceh telah diterimanya uang untuk pembelian Pesawat | Sumber Gambar: Arsip Bapak Wiweko Soepono/ANRI
Surat untuk Wiweko Soepono dari Warga Aceh telah diterimanya uang untuk pembelian Pesawat | Sumber Gambar: Arsip Bapak Wiweko Soepono/ANRI

Namun sayang karena keterbatasan sarana untuk mengirim uang, wesel uang sumbangan dari warga Aceh tersebut harus diberikan kepada perantara yang diberi mandat oleh pemerintah untuk mencairkan uang tersebut. Hal ini dikarenakan uang wesel tersebut yang berupa cek hanya bisa dicairkan di Indian Bank di Penang Malaya atau yang sekarang menjadi Malaysia dan dibutuhkan orang yang memiliki izin untuk masuk Malaya, mengingat uang tersebut harus dikonversi ke strait dollar yang menjadi mata uang yang dibutuhkan oleh sang penjual pesawat. Orang yang diberi kepercayaan tersebut tidak lain adalah Abdul Meotalib yang merupakan seorang pedagang dan mempunyai hubungan dagang dengan para pedagang di Malaya, sehingga memberinya akses mudah untuk keluar dan masuk Malaya.

Di Rangoon Wiweko pun menemukan pesawat yang diinginkan oleh pemerintah Indonesia dan cocok untuk mobilisasi jembatan udara pemerintah Indonesia dan pasukan Indonesia dalam perang kemerdekaan melawan pasukan Kerajaan Belanda. Pesawat tersebut adalah Pesawat Douglas DC-3 atau yang sering disebut "Dakota" dari dua orang Amerika bernama James Tate dan J. Maupin yang hendak mendirikan perusahaan maskapai penerbangan di Myanmar, namun sayang gagal. Wiweko pun mendapat kabar gembira bahwa Tate dan Maupin berhasil mendapatkan pesawat Dakota seperti yang diminta Wiweko untuk memenuhi standard agar dapat digunakan di wilayah Indonesia. Tetapi sayang perasaan gembira Wiweko tersebut harus diiringi dengan perasaan gelisah dan khawatir, karena uang yang harus dicairkan oleh Abdul Moetalib untuk pembayaran pembelian pesawat belum juga diterima oleh Wiweko.


Raibnya Setengah dari Uang Pembelian Pesawat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun