Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Pertandingan Rugby Berhasil Mempersatukan Satu Bangsa yang Sedang Terbelah

26 Agustus 2022   07:17 Diperbarui: 26 Agustus 2022   08:55 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Afrika Selatan, tahun 1995, negeri di Afrika yang sering mendapat julukan "Rainbow Nation" atau Negeri Pelangi tersebut baru saja mengakhiri sistem pemerintahan segregasi yang dikenal sebagai "Apartheid" atau suatu sistem pemerintahan yang memisahkan ras kulit putih dan ras non-kulit putih yang telah berlangsung selama 40 tahun lebih sejak tahun 1948. 

Berakhirnya sistem pemerintahan Apartheid juga ditandai dengan diadakannya Pemilihan Umum pada tahun 1994 di mana seluruh ras, baik kulit putih maupun non-kulit putih, boleh turut berpartisipasi untuk memilih pada Pemilihan Umum tahun 1994 tersebut. 

Pertama kali dalam sejarah Afrika Selatan, Presiden non-kulit putih pun berhasil terpilih untuk pertama kalinya yaitu Nelson Mandela dari Partai African National Congress atau A.N.C., yang berhasil memenangkan Pemilihan Umum Afrika Selatan pada tahun 1994 tersebut.

Tetapi sayangnya Afrika Selatan yang baru saja mengakhiri sistem pemerintahan segregasi Apartheid yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut, tidak-lah langsung bersatu dan hidup damai bersama sepenuhnya antara satu ras dan ras yang lainnya. Afrika Selatan sepertinya masih terpecah belah dan konflik antara ras kulit putih dan non-kulit putih masih terjadi.

 Ras kulit putih yang sudah menguasai Afrika Selatan untuk waktu yang cukup lama ketika era Apartheid, merasa jika berakhirnya sistem pemerintahan Apartheid justru akan membuat Afrika Selatan menjadi rusak. Sedangkan ras non-kulit putih yang merasa bahwa meraka adalah penduduk "Native" atau penduduk asli Afrika Selatan, merasa jika selama ini mereka telah ditindas dan diperlakukan sangat tidak adil oleh ras kulit putih terutama di era Apartheid. 

Mempersatukan Afrika Selatan kembali pasca berakhirnya era Apartheid sepertinya menjadi agenda tersendiri bagi Nelson Mandela, apalagi melihat dirinya sebagai sosok Presiden non-kulit putih pertama yang menduduki kursi Kepresidenan Afrika Selatan. Nelson Mandela terus mencari cara supaya konflik antara ras kulit putih dan non-kulit putih dapat berakhir dan kembali bersatu demi masa depan Afrika Selatan.

Tetapi di sisi lain Nelson Mandela rupanya menemukan suatu cara terbaik untuk mempersatukan kembali ras kulit putih dan ras non-kulit putih di Afrika Selatan pasca berakhirnya Apartheid. 

Cara Mandela ini-lah yang sepertinya menjadi senjata paling ampuh bagi Mandela untuk membuat Afrika Selatan benar-benar dapat bersatu kembali setelah berakhirnya sistem pemerintahan yang telah memecah belah Afrika Selatan selama puluhan tahun.

Afrika Selatan awal dekade 1990 dan Berakhirnya Apartheid

Nelson Mandela bersama Presiden Afrika Selatan F.W. de Klerk pasca berlangsungnya negosiasi untuk mengakhiri Apartheid | Sumber Gambar: time.com
Nelson Mandela bersama Presiden Afrika Selatan F.W. de Klerk pasca berlangsungnya negosiasi untuk mengakhiri Apartheid | Sumber Gambar: time.com

Pada tahun 1990 Presiden Afrika Selatan F.W. de Klerk pada akhirnya mencabut undang-undang Afrika Selatan yang mendukung sistem pemerintahan segregasi Apartheid. Bersamaan dengan itu, F.W. de Klerk juga menyetujui pembebasan tokoh kulit hitam Afrika Selatan Nelson Mandela dari penjara, setelah 27 tahun Mandela mendekam di penjara. 

Perubahaan di Afrika Selatan pun dimulai dan masyarakat ras non-kulit putih pun sekarang mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat ras kulit putih, salah satunya adalah memberlakukan konstitusi yang baru yang memberikan hak pilih kepada masyarakat ras non-kulit putih dan kelompok ras yang lainnya pada tahun 1993.

Masyarakat non-kulit putih pun sekarang dapat memberikan suaranya pada pemilihan umum dan pada tanggal 26 hingga 29 April tahun 1994 pemilihan umum di mana masyarakat non-kulit putih dan ras lainnya dapat memberikan suaranya pada pemilihan umum untuk pertama kalinya selama puluhan tahun pun pada akhirnya diadakan. 

Nelson Mandela ketika diambil sumpahnya menjadi Presiden Afrika Selatan menggantikan F.W. de Klerk | Sumber Gambar: Getty Images
Nelson Mandela ketika diambil sumpahnya menjadi Presiden Afrika Selatan menggantikan F.W. de Klerk | Sumber Gambar: Getty Images

Nelson Mandela yang setelah bebas dari tahanan diangkat menjadi ketua Partai Afrian National Congress yang mewakili masyarakat non-kulit putih pun memenangkan Pemilihan umum tahun 1994 tersebut dan diangkat menjadi Presiden Afrika Selatan non-kulit putih yang pertama dalam sejarah. Nelson Mandela dilantik menjadi Presiden Afrika Selatan pada 10 Mei tahun 1994.

Tetapi sayangnya, walaupun Apartheid telah berakhir dan ras non-kulit putih telah terpilih untuk pertama kalinya menjadi Presiden Afrika Selatan, tetapi sayangnya perselisihan antara ras kulit putih dan ras non-kulit putih sepertinya masih terjadi di Afrika Selatan. Rasa saling curiga antara ras kulit putih dan ras non-kulit putih sepertinya masih terjadi di Afrika Selatan.


Afrika Selatan yang masih Terbelah

Masyarakat non-kulit putih Afrika Selatan ketika tengah berdemonstrasi menuntut keadilan pasca berakhirnya Apartheid | Sumber Gambar: Getty Images
Masyarakat non-kulit putih Afrika Selatan ketika tengah berdemonstrasi menuntut keadilan pasca berakhirnya Apartheid | Sumber Gambar: Getty Images

Walaupun sistem pemerintahan segregasi Apartheid telah berakhir dan Nelson Mandela telah terpilih sebagai Presiden dari ras non-kulit putih Afrika Selatan yang pertama, tetapi rupanya Arika Selatan masih belum sepenuhnya bersatu. Perselisihan dan saling curiga antara masyarakat ras kulit putih dan masyarakat ras non-kulit putih sepertinya masih terjadi. 

Hal ini disebabkan karena masyarakat ras kulit putih Afrika Selatan merasa bahwa masyarakat ras non-kulit putih yang sekarang sudah memiliki hak yang sama dengan masyarakat ras kulit putih, bahkan berhasil menduduki kursi kepresidenan Afrika Selatan, akan melakukan segala upaya untuk membalaskan dendam mereka terhadap masyarakat ras kulith putih yang dianggap oleh masyarakat ras non-kulit putih telah membuat mereka semua hidup tertindas selama era Apartheid. 

Sedangkan masyarakat ras non-kulit putih sepertinya merasa bahwa masyarakat ras kulit putih sepertinya masih belum mau menerima kenyataan jika sistem pemerintahan Apartheid telah dihapuskan dan menganggap bahwa masyarakat ras kulit putih masih enggan untuk hidup berdampingan dengan masyarakat ras non-kulit putih.

Hal ini-lah rupanya yang membuat Nelson Mandela sedih, karena ia menginginkan agar seluruh masyarakat di Afrika Selatan, baik ras kulit putih maupun ras non-kulit putih untuk hidup berdampingan bersama dan bersatu tanpa adanya perbedaan. Mandela tidak menginginkan perselisahan antara satu ras dengan ras yang lainnya terus terjadi di Afrika Selatan, karena pastinya akan menyebabkan perang saudara yang dampaknya akan berakibat lebih fatal bagi Afrika Selatan.

Langkah Nelson Mandela untuk Mempersatukan Afrika Selatan

Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela ketika berpidato meminta seluruh masyarakat untuk mengakhiri perselisihan | Sumber Gambar: History.com
Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela ketika berpidato meminta seluruh masyarakat untuk mengakhiri perselisihan | Sumber Gambar: History.com

Salah satu langkah utama Mandela guna mempersatukan kembali Afrika Selatan dan membuat masyarakat Afrika Selatan dari seluruh golongan ras dapat hidup bersama berdampingan tanpa adanya perbedaan adalah, dengan menekankan kepada seluruh pejabat dan pegawai pemerintahan yang sudah bekerja dari era baik Presiden de Klerk atau Botha untuk tetap terus melanjutkan pengabdiannya di pemerintahan di bawah Kepresidenan Mandela. 

Mandela juga mempertahankan beberapa pejabat pemerintahan di era Presiden de Klerk untuk terus melanjutkan pengabdiannya di bawah Kepresidenan Mandela, seperti Menteri Keuangan Derek Keys yang terus melanjutkan tugasnya sebagai Menteri Keuangan dan Chris Stals sebagai Gubernur Bank Sentral. Mandela bahkan mengangkat mantan Presiden F. W. de Klerk sebagai Deputi Presiden Mandela. 

Namun ketika Mandela mendatangi suatu ajang pertandingan rugby, Mandela melihat sesuatu yang tidak ia duga. Di sana ketika sedang menyaksikan pertandingan rugby, Mandela menyaksikan bagaimana perpecahan di Afrika Selatan masih terjadi, yaitu ketika pertandingan Rugby, orang-orang kulit putih pada menyoraki team rugby Afrika Selatan. 

Sedangkan orang-orang non-kulit putih ironisnya justru menyoraki team rugby negara yang bertanding melawan team rugby Afrika Selatan. Melihat hal tersebut, Mandela pun sontak bingung mengapa orang-orang non-kulit putih justru menyoraki lawan dari team rugby Afrika Selatan, bukannya menyoraki dan memberi semangat team negaranya sendiri.

Mandela tersadar ketika ia diberitahu oleh salah seorang penasihatnya jika team liga kejuaraan rugby Afrika Selatan yang dinamai "Springbook" masih dianggap oleh masyarakat ras non-kulit putih sebagai simbol dan lambang dari rezim appartheid. 

Bahkan Mandela pun mendapati jika Komite Liga Olah Raga Afrika Selatan yang sekarang didominasi dan dipimpin oleh orang-orang non-kulit putih mengusulkan agar Springbook dihapuskan dan diganti gengan liga kejuaran rugby yang baru yang tidak terlihat sebagai simbol dari rezim apartheid. 

Namun usulan para petinggi Komite Liga Olah Raga Afrika Selatan itu ditolak oleh Mandela. Mandela justru mengusulkan agar Springbook terus dipertahankan sebagai liga kejuaran rugby Afrika Selatan, namun memberi pembaharuan agar Springbook tidak lagi terlihat seakan-akan masih mewakili rezim lama apartheid.

Team Liga Kejuaraan Rugby Afrika Selatan yang dikenal sebagai
Team Liga Kejuaraan Rugby Afrika Selatan yang dikenal sebagai "Springbook" pada tahun 1995 | Sumber Gambar: bleacherreport.com

Mandela juga melihat suatu kesempatan untuk kembali mempersatukan ras-ras di Afrika Selatan yang sampai sekarang masih terlihat seperti masih terbelah dan berselisih antara masyarakat ras kulit putih dan masyarakat ras non-kulit putih. 

Kesempatan ini adalah ketika Afrika Selatan menjadi tuan rumah untuk salah satu ajang olah raga paling bergengsi terutama di negara-negara pesemakmuran "Common Wealth" atau negara-negara yang dulu pernah menjadi jajahan Inggris, yaitu ajang pertandingan olah raga "Rugby World Cup" atau Piala Dunia untuk olah raga "Rugby" yang merupakan olah raga yang sangat diminati di negara-negara pesemakmuran Common Wealth. 

Afrika Selatan dijadwalkan untuk menjadi tuan rumah ajang Piala Dunia Rugby yang akan digelar pada 25 Mei hingga 24 Juni tahun 1995. Namun pada ajang perhelatan Rugby World Cup yang akan diadakan pada tahun 1995 inilah Mandela melihat suatu kesempatan untuk dapat mempersatukan kembali Afrika Selatan yang masih berselisih antara satu ras dan ras lainnya dan move-on dari bayang-bayang rezim Apartheid Afrika Selatan.

Langkah awal Mandela untuk mempersatukan rakyat Afrika Selatan pada perhelatan Rugby World Cup tahun 1995 adalah dengan menyusun strategi bagaimana agar Afrika Selatan dapat memenangkan Rugby World Cup tahun 1995 dan bagaimana agar seluruh rakyat Afrika Selatan baik dari ras kulit putih maupun non-kulit putih untuk bersatu mendukung liga kejuaran Rugby Afrika Selatan Springbook untuk memenangkan perhelatan Rugby World Cup tahun 1995. Mandela pun memulainya dari mengamati bagaimana kinerja Springbook pada saat pertandingan Rugby. 

Mandela juga melakukan pertemuan dengan salah satu Kapten dari team Rugby Springbook yaitu Franois Pienaar untuk mendiskusikan pembaharuan di liga kejuaran Rugby Springbook dan bagaimana mereka dapat didukung oleh seluruh ras di Afrika Selatan baik non-kulit putih maupun kulit putih dan tidak lagi menjadi simbol dari rezim Apartheid dan juga mendiskusikan bagaimana Springbook dapat memenangkan ajang perhelatan Rugby World Cup tahun 1995.

Pienaar dan Mandela pun setuju jika salah satu cara terbaik untuk membuat Springbook dapat diterima dan didukung oleh seluruh masyarakat Afrika Selatan baik kulit putih maupun non-kulit putih adalah dengan mulai melakukan pembaharuan di antara anggota-anggota Springbook seperti bagaimana mereka berinteraksi dengan para penonton dan fans-fans mereka terutama penonton dan fans-fans mereka yang merupakan masyarakat non-kulit puth, guna mendapatkan simpati dari mereka dan memberikan mereka pandangan terbaru akan Springbook. 

Pienaar dan Mandela juga setuju agar anggota-anggota team Springbook yang akan beraksi di ajang perhelatan Rugby World Cup tahun 1995 untuk pergi melakukan tour ke daerah-daerah pedalaman terutama tempat masyarakat-masyarakat ras non-kulit putih tinggal dan berinteraksi dengan masyarakat-masyarakat ras non-kulit seperti mengajari dan memberi pelatihan kepada mereka bagaiman cara bermain Rugby.

Salah satu pesawat South African Airways yang dihiasi dengan wajah salah satu pemain Springbook, Chester Williams | Sumber Gambar: IMPDB.com
Salah satu pesawat South African Airways yang dihiasi dengan wajah salah satu pemain Springbook, Chester Williams | Sumber Gambar: IMPDB.com

Springbook juga sebenarnya telah memiliki pemain non-kulit putih dan merupakan salah satu pemain unggulan yang juga akan tergabung dalam team yang akan bertarung dalam ajang Rugby World Cup tahun 1995, yaitu Chester Williams. Lantas Chester pun dijadikan icon atau maskot Springbook pada ajang perhelatan Rugby World Cup tahun 1995 ini. 

Foto Chester bahkan dipasang di livery salah satu pesawat South African Airways, yang merupakan maskapai Flag-Carrier Afrika Selatan . Namun diantara itu semua, Pienaar dan Mandela setuju bahwa aksi team Springbook pada perhelatan Rugby World Cup tahun 1995 dan juga nantinya kemenangan Afrika Selatan pada Rugby World Cup tahun 1995 akan menyatukan kembali Afrika Selatan dari konflik dan perselisahan berkepanjangan yang terjadi antara ras masyarakat kulit putih dan masyarakat non-kulit putih dan terlebih lagi dapat membuat seluruh masyarakat Afrika Selatan baik kulit putih maupun non-kulit putih dapat move-on dari bayang-bayang rezim apartheid.

Team Springbook yang akan beraksi di ajang Rugby World Cup tahun 1995 pun pada akhirnya memulai tour mereka ke daerah-daerah  pedalaman dan berinteraksi dengan masyarakat-masyarakat yang sebagian besar adalah ras non-kulit putih dan tergolong masyarakat kelas bawah. 

Tidak hanya berinteraksi, tetapi para pemain team Springbook juga memberi pelatihan dan mengajari mereka bagaimana cara bermain rugby yang selalu identik dengan olah raga untuk kaum kulit putih. 

Para anggota team Springbook yang memang pada waktu itu sebagian besar masih banyak dari kalangan kulit putih pada akhirnya dapat membaur dengan baik dan tanpa adanya perselisihan dengan masyarakat-masyarakat non-kulit putih pada saat tour mereka ke daerah-daerah pedalaman. 

Bahkan ketika tiba di daerah-daerah pedalaman yang kebanyakan dihuni oleh masyarakat ras non-kulit putih, bukan protes atau unjuk rasa yang mewarnai kedatangan para team Springbook, melainkan mereka justru disambut dengan gembira oleh masyarakat-masyarakat non-kulit putih, terutama yang masih anak-anak yang sangat antusias ketika mendapat pelatihan dan diajak untuk bermain rugby oleh para anggota team Springbook.

Nelson Mandela ketika menyambut para pemain Liga Springbook saat tengah berlatih untuk Rugby World Cup tahun 1995 | Sumber Gambar: Getty Images
Nelson Mandela ketika menyambut para pemain Liga Springbook saat tengah berlatih untuk Rugby World Cup tahun 1995 | Sumber Gambar: Getty Images

Tidak hanya itu saja olah raga Rugby yang dulu selalu identik dengan olah raga untuk masyarakat ras kulit putih, sekarang pun rupanya juga makin digemari oleh masyarakat ras non-kulit putih. Beberapa orang-orang bawahan Presiden Nelson Mandela yang terdiri dari orang-orang non-kulit putih dan kulit putih yang sebelumnya masih terlihat berselisih dan menyimpan kecurigaan satu sama lain, sekarang pun mulai terlihat akur dan dapat membaur satu sama lain tanpa adanya perselisihan dan perbedaan antar ras. 

Mandela juga sempat menyaksikan orang-orang bawahan Mandela baik yang kulit putih maupun non-kulit putih bermain rugby bersama tanpa adanya perselisahan dan perbedaan antara satu sama lain.

Sedangkan di lain sisi, rupanya langkah yang diambil oleh Pienaar dan Mandela ini sepertinya terus membuahkan hasil dan Springbook yang dahulu di era Rezim Apartheid dikenal sebagai simbol Rezim masyarakat ras kulit putih di era pemerintahan Apartheid, sekarang sudah mulai mendapatkan simpati dan dukungan oleh masyarakat Afrika Selatan ras non-kulit putih. 

Maka dengan ini Springbook pun sekarang mendapatkan simpati dan dukungan kuat baik dari masyarakt Afrika Selatan ras kulit putih maupun non-kulit putih untuk memenangkan ajang Rugby World Cup pada tahun 1995 dan menjadi gerbang untuk perdamaiian bagi masyarakat Afrika Selatan dari seluruh ras baik kulit putih maupun non-kulit putih dan juga mengakhiri konflik dan perselisihan berkepanjangan antara ras kulit putih dan non-kulit putih di Afrika Selatan.

Para Pemain Team Liga Kejuaraan Rugby Springbook dengan motto mereka
Para Pemain Team Liga Kejuaraan Rugby Springbook dengan motto mereka "One Team, One Country" | Sumber Gambar: sport24.co.za

"One Team, One Country" itulah selogan yang digunakan oleh team Springbook pada ajang perhelatan Rugby World Cup tahun 1995.


Rugby World Cup 1995

Para Pemain Team Springbook ketika tengah beraksi di ajang perhelatan Rugby World Cup tahun 1995 | Sumber Gambar: springboks.rugby
Para Pemain Team Springbook ketika tengah beraksi di ajang perhelatan Rugby World Cup tahun 1995 | Sumber Gambar: springboks.rugby

Hari Perhelatan Piala Dunia Rugby tahun 1995 pun pada akhirnya datang dan dengan seluruh langkah yang diambil oleh Mandela dan Pienaar, team Springbook pun semakin mantab dan siap untuk menghadapi team lawan-lawannya di ajang Rugby World Cup tahun 1995. 

Uniknya World Cup Rugby tahun 1995 ini juga merupakan event olah raga pertama yang diadakan di Afrika Selatan pasca berakhirnya pemerintahan Apartheid di Afrika Selatan.

Team Springbook Afrika Selatan pun memulai aksinya dan sedikit demi sedikit seiring berjalannya event Rugby World Cup tahun 1995, berhasil menyingkirkan lawan-lawannya di ajang Rugby World Cup tahun 1995 ini seperti Australia dan Perancis. Team Springbook pun pada akhirnya berhasil lolos menuju Final World Cup Rugby tahun 1995 dan akan berhadapan dengan team dari New Zealand.

Hari Final pertandingan Rugby World Cup pun tiba pada tanggal 24 Juni tahun 1995 dan diadakan di Stadion Ellis Park di Johannesburg. Namun pemandangan yang terlihat pada hari Final pertandingan Rugby World Cup ini sangatlah kontras dan berbeda jauh dengan apa yang disaksikan Mandela ketika menyaksikan pertandingan Rugby pada masa-masa awal Mandela menjadi Presiden Afrika Selatan. 

Jika pada saat itu Mandela melihat masyarakat Afrika Selatan non-kulit putih justru menyoraki team lawan dari team Afrika Selatan sedangkan hanya masyarakat Afrika Selatan kulit putih yang menyoraki team Afrika Selatan, namun sekarang semua masyarakat Afrika Selatan yang hadir pada acara final Rugby World Cup tersebut, baik kulit putih maupun non-kulit putih menyoraki dan dengan penuh hasrat memberi semangat kepada team Rugby Afrika Selatan, Springbook untuk memenangkan final Rugby World Cup tahun 1995 ini.

Presiden Nelson Mandela sendiri yang turut menghadiri ajang final Rugby World Cup di Stadion Ellis Park itu pun juga tanpa ragu-ragu mengenakan pakaian serta topi Springbook lengkap dengan attribute-attributenya, di mana pada masa sebelumnya banyak masyarakat Afrika Selatan non-kulit putih yang enggan menggunakan attribute Springbook karena dianggap mewakili dan simbol dari rezim Apartheid.

Pesawat Boeing 747 South African Airways ketika terbang melintasi Stadion Ellis Park pada hari final Rugby World Cup 1995 | Sumber Gambar: magzter.com
Pesawat Boeing 747 South African Airways ketika terbang melintasi Stadion Ellis Park pada hari final Rugby World Cup 1995 | Sumber Gambar: magzter.com

Tidak tanggung-tanggung maskapai Flag-Carrier Afrika Selatan, South African Airways juga turut memeriahkan dengan menerbangkan salah satu pesawat jumbo mereka Boeing 747 tepat di atas Stadion Ellis Park dengan tulisan "Semangat" untuk team Springbook dalam menghadapi team New Zealand di ajang final Rugby World Cup tahun 1995 ini.

Tidak hanya di Stadion Ellis Park saja, seluruh Masyarakat Afrika Selatan di seluruh penjuru negari juga terlihat akan antusiasme-nya untuk menyaksikan pertandingan final Rugby World Cup ini. 

Hampir di setiap tempat seperti kedai makan dan pertokoan terlihat masyarakat Afrika Selatan berbondong-bondong mengerubuti televisi dan radio yang ada untuk menyaksikan dan mendengarkan aksi team Springbook Afrika Selatan di pertandingan final Rugby World Cup ini. 

Setelah pertandingan selama beberapa jam, team Springbook Afrika Selatan pun pada akhirnya berhasil memenangkan ajang World Cup Rugby tahun 1995 ini mengalahkan New Zealand dengan score 15-12, salah satunya berkat salah satu anggota team Springbook Joel Stransky yang berhasil mencetak score drop goal pada saat extra time.

Para Pemain Team Springbook ketika merayakan Kemenangan mereka pada perhelatan Rugby World Cup 1995 | Sumber Gambar: Getty Images
Para Pemain Team Springbook ketika merayakan Kemenangan mereka pada perhelatan Rugby World Cup 1995 | Sumber Gambar: Getty Images

Sorak sorai akan keberhasilan team Springbook Afrika Selatan karena telah memenangkan ajang World Cup Rugby tahun 1995 ini pun terlihat sekali di Stadion Ellis Park. 

Tidak hanya itu saja, pada ajang Final Rugby World Cup ini tidak-lah seperti yang dilihat oleh Mandela pada ajang Rugby yang ia saksikan pada saat masa-masa awal Mandela menjadi Presiden Afrika Selatan, kali ini seluruh masyarakat Afrika Selatan baik dari ras kulit putih maupun non-kulit putih yang hadir di Stadion Ellis Park turut memeriahkan dengan sorak soari kemenangan team Springbook Afrika Selatan atas keberhasilannya mengalahkan team New Zealand pada pertandingan final Rugby World Cup tahun 1995 dan menjadi juara Rugby World Cup tahun 1995. 

Setelah pertandingan usai, Mandela pun turun ke lapangan Stadion Ellis Park guna menyelamati team Springbook atas keberhasilannya memenangkan ajang World Cup Rugby tahun 1995 dan juga memberikan piala Webb Ellis Cup yang merupakan piala untuk pemenang Rugby World Cup kepada sang Kapten dari Springbook yaitu Francois Pienaar.

Namun rupanya tidak hanya berhenti di situ saja, usai pertandingan dan penutupan final Rugby World Cup pun, seluruh masyarakat Afrika Selatan baik non-kulit putih maupun kulit putih turut berbaur bersama dan turun ke jalan guna merayakan kemenangan team Springbook pada ajang Rugby World Cup Tahun 1995 ini. 

Jalanan di sekitar Stadion Ellis Park pun dipadati oleh orang-orang yang bersorak sorai merayakan kemengangan team Springbook di ajang Rugby World Cup tahun 1995 ini.

Masyarakat Afrika Selatan ketika tengah merayakan kemenangan Afrika Selatan pada Rugby World Cup tahun 1995 | Sumber Gambar: Planetrugby.com
Masyarakat Afrika Selatan ketika tengah merayakan kemenangan Afrika Selatan pada Rugby World Cup tahun 1995 | Sumber Gambar: Planetrugby.com

Melihat kemeriahan dan kebersamaan rakyat Afrika Selatan dari seluruh ras, baik kulit putih maupun non-kulit putih, merayakan kemenangan team Springbook di ajang Rugby World Cup tahun 1995, Nelson Mandela pada akhirnya merasa bahwa tujuannya sebagai Presiden Afrika Selatan telah berhasil tercapai, yaitu mempersatukan kembali Afrika Selatan dari perselisihan dan konflik yang telah memecah belah Afrika Selatan dalam kurun waktu yang cukup lama dan juga pasca berakhirnya pemerintahan Apartheid.

Keberhasilan Mandela dalam mempersatukan kembali Afrika Selatan dalam ajang World Cup Rugby tahun 1995 ini pun menarik perhatian salah satu penulis kawakan Inggris John Carlin untuk menulis kisah Mandela dalam mempersatukan kembali Afrika Selatan dari perselisihan dan konflik pasca berakhirnya Pemerintahan Apartheid dengan ajang Rugby World Cup tahun 1995 ini. 

Tidak hanya itu saja kisah tentang Mandela dan Rugby World Cup tahun 1995 yang ditulis oleh Carlin rupanya juga menarik perhatian bintang film dan sutradara kawakan Clint Eastwood untuk mengangkat kisah tentang Mandela dan Rugby World Cup tahun 1995 yang ditulis oleh Carlin tersebut ke layar kaca. 

Film garapan Clint Eastwood yang mengangkat kisah tentang Mandela dan Rugby World Cup tahun 1995 itupun di release pada tahun 2009 dan diberi judul "Invictus" yang merupakan puisi yang ditulis oleh penyair Inggris William Ernest Henley yang salah satu kutipannya merupakan favorite Nelson Mandela yang berbunyi:

"I am the master of my fate, I am the captain of my soul." 


Pelajaran yang dapat kita petik dari Nelson Mandela

gambar-14-63080ce836aeff0456134ce2.jpg
gambar-14-63080ce836aeff0456134ce2.jpg
Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela ketika memberi selamat kepada Kapten Team Springbook Francois Pienaar | Sumber Gambar: History.com

Mungkin kita semua tahu jika Nelson Mandela telah menghabiskan 27 tahun waktu dari hidupnya di penjara akibat tindakannya yang dianggap menentang rezim Apartheid yang dipimpin oleh orang-orang kulit putih di Afrika Selatan. Tetapi ironisnya walaupun telah dipenjara bertahun-tahun lamanya, Mandela sepertinya tidaklah menaruh dendam dan perasaan benci terhadap orang-orang yang telah menjebloskannya ke Penjara. 

Setelah keluar dari penjara, Mandela justru siap untuk memaafkan orang-orang yang telah menjebloskannya ke penjara.

Karena Mandela tahu jika ia terus menyimpan rasa benci juga dendam kepada orang-orang ras kulit putih yang telah menjebloskannya ke Penjara, pada akhirnya hanya akan menyulut emosi dan amarah yang juga akan berimbas pada orang-orang ras non-kulit putih lainnya di Afrika Selatan. 

Alhasil jika itu terjadi, mungkin bukanlah perdamaian dan persatuan yang ada di Afrika Selatan, melainkan konflik dan perselisihan yang tidak ada henti-hentinya yang justru akan membawa Afrika Selatan pada perang sipil berkepanjangan dan pada akhirnya kehancuran.

Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela pada saat ajang Perhelatan FIFA World Cup tahun 2010 | Sumber Gambar: Getty Images
Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela pada saat ajang Perhelatan FIFA World Cup tahun 2010 | Sumber Gambar: Getty Images

Mandela tahu bahwa kunci untuk maju ke masa depan yang lebih cerah adalah dengan memaafkan apa yang telah terjadi di masa lalu dan move-on untuk masa depan yang lebih cerah. 

Tidak heran jika Mandela juga terus mempekerjakan orang-orang kulit putih di pemerintahannya, mempertahankan menteri-menteri dari era Kepresidenan de Klerk untuk terus mengabdi di kabinetnya, hingga terus mempertahankan team liga Rugby Afrika Selatan Springbook yang identik dan melekat pada rezim Apartheid, untuk terus bertanding bahkan memberi dukungan penuh kepada Springbook untuk memengangkan perhelatan Rugby World Cup tahun 1995.

Pada tanggal 5 Desember tahun 2013, Nelson Rolihlahla Mandela menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya di usia 95 tahun setelah mengidap penyakit infeksi saluran pernafasan. 

Ucapan duka atas wafatnya Mandela pun terus berdatangan dari seluruh penjuru dunia, mengingat Legacy Nelson Mandela akan perjuangannya untuk hak seluruh rakyat Afrika Selatan dari semua golongan ras dan mempersatukan kembali Afrika Selatan setelah perselisihan dan konflik yang telah berlangsung lama.


Sumber:

Carlin, John (August 1, 2008). Playing the Enemy: Nelson Mandela and the Game That Made a Nation. Atlantic Books. ISBN: 978-1848876590.

https://www.history.com/news/nelson-mandela-1995-rugby-world-cup-south-african-unity#:~:text=via%20Getty%20Images-,In%20a%20nation%20bitterly%20divided%20by%20apartheid%2C%20Mandela%20used%20the,moment%20in%20South%20African%20history.

https://www.rugbyworldcup.com/news/572348/on-this-day-in-1995-mandela-williams-and-pienaar-help-to-change-south-africa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun