Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Pertandingan Rugby Berhasil Mempersatukan Satu Bangsa yang Sedang Terbelah

26 Agustus 2022   07:17 Diperbarui: 26 Agustus 2022   08:55 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Pemain Team Springbook ketika tengah beraksi di ajang perhelatan Rugby World Cup tahun 1995 | Sumber Gambar: springboks.rugby

Afrika Selatan, tahun 1995, negeri di Afrika yang sering mendapat julukan "Rainbow Nation" atau Negeri Pelangi tersebut baru saja mengakhiri sistem pemerintahan segregasi yang dikenal sebagai "Apartheid" atau suatu sistem pemerintahan yang memisahkan ras kulit putih dan ras non-kulit putih yang telah berlangsung selama 40 tahun lebih sejak tahun 1948. 

Berakhirnya sistem pemerintahan Apartheid juga ditandai dengan diadakannya Pemilihan Umum pada tahun 1994 di mana seluruh ras, baik kulit putih maupun non-kulit putih, boleh turut berpartisipasi untuk memilih pada Pemilihan Umum tahun 1994 tersebut. 

Pertama kali dalam sejarah Afrika Selatan, Presiden non-kulit putih pun berhasil terpilih untuk pertama kalinya yaitu Nelson Mandela dari Partai African National Congress atau A.N.C., yang berhasil memenangkan Pemilihan Umum Afrika Selatan pada tahun 1994 tersebut.

Tetapi sayangnya Afrika Selatan yang baru saja mengakhiri sistem pemerintahan segregasi Apartheid yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut, tidak-lah langsung bersatu dan hidup damai bersama sepenuhnya antara satu ras dan ras yang lainnya. Afrika Selatan sepertinya masih terpecah belah dan konflik antara ras kulit putih dan non-kulit putih masih terjadi.

 Ras kulit putih yang sudah menguasai Afrika Selatan untuk waktu yang cukup lama ketika era Apartheid, merasa jika berakhirnya sistem pemerintahan Apartheid justru akan membuat Afrika Selatan menjadi rusak. Sedangkan ras non-kulit putih yang merasa bahwa meraka adalah penduduk "Native" atau penduduk asli Afrika Selatan, merasa jika selama ini mereka telah ditindas dan diperlakukan sangat tidak adil oleh ras kulit putih terutama di era Apartheid. 

Mempersatukan Afrika Selatan kembali pasca berakhirnya era Apartheid sepertinya menjadi agenda tersendiri bagi Nelson Mandela, apalagi melihat dirinya sebagai sosok Presiden non-kulit putih pertama yang menduduki kursi Kepresidenan Afrika Selatan. Nelson Mandela terus mencari cara supaya konflik antara ras kulit putih dan non-kulit putih dapat berakhir dan kembali bersatu demi masa depan Afrika Selatan.

Tetapi di sisi lain Nelson Mandela rupanya menemukan suatu cara terbaik untuk mempersatukan kembali ras kulit putih dan ras non-kulit putih di Afrika Selatan pasca berakhirnya Apartheid. 

Cara Mandela ini-lah yang sepertinya menjadi senjata paling ampuh bagi Mandela untuk membuat Afrika Selatan benar-benar dapat bersatu kembali setelah berakhirnya sistem pemerintahan yang telah memecah belah Afrika Selatan selama puluhan tahun.

Afrika Selatan awal dekade 1990 dan Berakhirnya Apartheid

Nelson Mandela bersama Presiden Afrika Selatan F.W. de Klerk pasca berlangsungnya negosiasi untuk mengakhiri Apartheid | Sumber Gambar: time.com
Nelson Mandela bersama Presiden Afrika Selatan F.W. de Klerk pasca berlangsungnya negosiasi untuk mengakhiri Apartheid | Sumber Gambar: time.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun