Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Dith Pran dan Haing S. Ngor: Bintang dan Tokoh Film dengan Pengalaman yang Sama

7 Juli 2022   11:45 Diperbarui: 7 Juli 2022   12:12 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dith Pran bersama sydney schanberg ketika mewawancarai tentara pemerintah Republik Khmer pada tahun 1973 | Sumber Gambar: Getty Images

Dith Pran dan Sydney Schanberg yang masih memilih untuk tinggal di Kamboja dan mengikuti perkembangan terkini, menyaksikan momen di mana pasukan Khmer Merah berhasil merebut dan menguasai Ibu Kota Phnom Penh. Pran, Schanberg beserta rekan sesama wartawan Amerika yang bernama Al-Rockoff dan juga rekan sesama wartawan Inggris yang bernama John Swain, bahkan sempat ditangkap oleh kawanan pemuda Khmer Merah. Mereka bahkan sempat diancam akan dieksekusi oleh para kawanan pemuda Khmer Merah, untung saja berkat intervensi dan negosiasi antara Dith Pran dan para kawanan pemuda Khmer Merah tersebut, nyawa mereka semua pada akhirnya berhasil terselamatkan. Setelah itu Schanberg beserta rekan-rekan wartawan asing lainnya berhasil mendapatkan perlindungan di Kedutaan Besar Perancis di Phnom Penh.

Awalnya Dith Pran sempat turut mendapat perlindungan di Kedutaan Besar Perancis bersama Schanberg dan rekan-rekannya, namun sayangnya beberapa hari kemudian pihak Khmer Merah menuntut pihak Kedutaan Perancis untuk mengeluarkan seluruh warga Kamboja yang berada di wilayah Kedutaan Perancis dari Kedutaan Perancis. Pran secara otomatis harus ikut keluar juga dari Kedutaan Perancis. 

Tetapi Al-Rockoff sempat mengupayakan agar Pran dapat keluar bersama Schanberg dan Rockoff dari Kamboja dengan menggunakan salah satu passport John Swain yang sudah kadaluarsa, dengan menggantinya dengan foto Pran dan juga beberapa tulisan di dalam passport tersebut. Namun Pran justru memilih untuk keluar dari Kedutaan Perancis dan menyerahkan diri kepada pihak Khmer Merah karena takut jika pihak Khmer Merah mengetahui jika passport itu telah dipalsukan, maka akan membuat situasi menjadi semakin rumit yang dapat membahayakan nyawa Schanberg, Rockoff dan rekan-rekannya yang lain.

Setelah menyerahkan diri kepada pihak Khmer Merah, Dith Pran pun harus menyembunyikan kemampuan intelektualnya, seperti Pran yang sebenarnya dapat berbicara Bahasa Inggris dan Bahasa Perancis dan harus berpura-pura seolah-olah dia tidak bisa bahasa asing sama sekali untuk menghindari eksekusi terhadap kaum intelektual oleh rezim Khmer Merah. Pran sendiri juga mengaku bahwa dirinya sebenarnya hanyalah seorang sopir taksi dan tidak mengenal sama sekali orang-orang Amerika dan juga orang asing lainnya dan pada waktu itu hanya sekedar ikut saja mencari perlindungan di Kedutaan Perancis bersama warga Kamboja lainnya yang berusaha menghindari penangkapan dari pihak Khmer Merah dengan berlindung di Kedutaan Perancis. Pran berusaha sebisa mungkin untuk menyembunyikan jati dirinya sebagai orang intelektual.

Kamp Kerja Paksa di Kamboja ketika era rezim Khmer Merah, tempat di mana Dith Pran dikirim | Sumber Gambar: History.com
Kamp Kerja Paksa di Kamboja ketika era rezim Khmer Merah, tempat di mana Dith Pran dikirim | Sumber Gambar: History.com

Selama tahun-tahun berikutnya, Pran bekerja secara paksa di ladang-ladang pertanian dan juga kamp kerja paksa di bawah kejamnya rezim Khmer Merah di Kamboja. Tidak hanya itu saja, Pran juga harus mengalami penyiksaan yang menyakitkan oleh pihak Khmer Merah karena dirinya dan menderita kelaparan. 

Pran juga harus kehilangan beberapa saudara sekandungnya, seperti tiga saudara laki-lakinya dan satu saudara perempuan yang dibunuh oleh rezim Khmer Merah dan juga sang bapak yang meninggal akibat sakit karena kelaparan. Pada Januari tahun 1979 ketika Vietnam menginvasi Kamboja, rezim Khmer Merah pimpinan Pol-Pot pun turut tumbang dan Pran terbebas dari jeratan rezim Khmer Merah. Bahkan pihak Vietnam sempat mengangkat Pran sebagai Kepala Desa, sayang pihak Vietnam rupanya mengetahui jika Pran pernah bekerja bersama orang-orang Amerika dan Pran kemungkinan terancam kembali pada jeratan penyiksaan.

Dith Pran pun memutuskan untuk kabur dari Kamboja bersama beberapa rekannya. Ketika dalam perjalanan pelarian sejauh 40 mil atau 60 kilometer, Pran sempat menemukan tumpukan mayat dan sisa-sisa kerangka manusia yang tidak lain adalah korban dari pembantaian rezim Khmer Merah. Pran pun menyebut daerah tersebut dengan sebutan yang kelak menjadi sangat terkenal dan menjadi simbol daerah genosida atau pembantaian masal pada masa rezim Khmer Merah yaitu "The Killing Fields" yang mana istilah tersebut sebenarnya memang Dith Pran lah yang pertama kali menuturkan. Berdasarkan wawancaranya kepada seorang Wartawan, Pran bahkan mengatakan bahwa dirinya sempat merasakan kehadiran salah satu saudaranya yang terbunuh oleh rezim Khmer Merah ketika berada di daerah tersebut dan mempercayai jika salah satu saudaranya memang dieksekusi oleh pihak Khmer Merah di daerah tersebut.

Dith Pran bersama Sydney Schanberg di Amerika, pasca berjumpa kembali setelah terpisah selama 4 tahun lamanya | Sumber Gambar: Getty Images
Dith Pran bersama Sydney Schanberg di Amerika, pasca berjumpa kembali setelah terpisah selama 4 tahun lamanya | Sumber Gambar: Getty Images

Pada bulan Oktober tahun 1979, Dith pran pada akhirnya berhasil mencapai perbatasan Thailand dan di sana ia mendapatkan perlindungan di salah satu kamp Palang Merah. Ketika di kamp itu pula-lah Pran juga berusaha memberi kabar kepada Sydney Schanberg di Amerika jika dirinya telah berhasil melarikan diri ke Thailand. Mendengar kabar tersebut, Schanberg yang memang selama 4 tahun terakhir, sejak berpisah dengan Pran pada April tahun 1975, telah berusaha sebisa mungkin untuk mencari kabar tentang keberadaan Pran agar dapat membawanya bergabung kembali dengan keluarga Pran dan Schanberg di Amerika Serikat, sangatlah senang dan bahagia mengetahui jika Pran masih hidup dan telah selamat sampai di salah satu kamp palang merah di Perbatasan Thailand. 

Schanberg pun langsung bergegas terbang menuju Thailand guna bertemu kembali dengan Dith Pran dan sesampainya di kamp Palang Merah tempat Dith Pran berlindung, mereka pun pada akhirnya dipertemukan kembali setelah empat tahun berpisah dengan rasa gembira, bahagia dan sukacita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun