Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Politik

13 Hari di Bulan Oktober Tahun 1962

17 Juni 2022   00:07 Diperbarui: 7 Juli 2022   11:48 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden John F. Kennedy Bersama Kepala Staff Angkatan Udara Jenderal Curtis LeMay dan Penasihat Militernya | Sumber Gambar: smithsonian.com

Hari itu adalah hari Senin tanggal 15 Oktober tahun 1962, hari sepertinya berjalan layaknya hari-hari Senin seperti biasanya. Para penduduk di kota Washington, D.C. memulai kegiatan rutinitas mereka, seperti hari-hari normal di weekdays.

Namun tidak untuk para pekerja di National Photographic Interpretation Center (NPIC), pada hari itu mereka dikagetkan oleh sebuah temuan dari hasil photo yang diambil oleh pesawat mata-mata Amerika Lockheed U-2 yang terbang di atas Kuba. 

Photo itu menunjukan bahwa Medium-Range Ballistic Missile (MRBM) atau Rudal Missile Ballistic Jarak menengah Uni Soviet telah diletakkan di Negara Kepulauaan Kuba di Karibia tepatnya di Kota San Cristbal, Kuba. Menanggapi temuan ini, orang-orang di NPIC pun segera melaporkan temuan ini ke Gedung Putih dan Pentagon. 

Betapa kagetnya para pejabat di Washington mendengar laporan mengenai missile Uni Soviet di Kuba. Terlebih lagi mengingat jarak antara Kuba dan Amerika Serikat yang sangat berdekatan, bahkan berdekatan sekali dengan salah satu negara bagian Amerika Serikat yaitu Florida, maka sangatlah mungkin untuk Missile MRBM Soviet ini untuk ditembakan ke kota-kota terbesar di Amerika Serikat.

Foto Udara yang diambil dari Pesawat Lockheed U-2 yang menunjukan pembangunan instalasi missile Uni Soviet di Kuba | Sumber Gambar: History.com
Foto Udara yang diambil dari Pesawat Lockheed U-2 yang menunjukan pembangunan instalasi missile Uni Soviet di Kuba | Sumber Gambar: History.com

Presiden Amerika Serikat pada saat itu John F. Kennedy pun segera mengumpulkan anggota kabinet dan para petinggi militer untuk rapat darurat menanggapi peletakan Missile Jarak menengah Uni Soviet di Kuba. Peletakan Missile Jarak Menengah Uni Soviet di Kuba ini pun memicu krisis yang membawa Amerika Serikat dan Uni Soviet mencapai puncak ketegangan tertinggi dalam sejarah hingga hari ini. 

Bahkan krisis ini pun menjadi salah satu krisis di mana nyaris membawa Amerika Serikat dan Uni Soviet pada perang terbuka yang pada akhirnya akan memicu Perang Dunia Ketiga atau bahkan Perang Nuklir sekalipun.

Krisis ini dikenal sebagai "The Cuban Missile Crisis" atau Krisis Missile Kuba.


Akar dari Krisis Missile Kuba

Medium Range-Ballistic Missile PGM-19 Jupiter Amerika Serikat yang diletakan di Turkey dan Italy | Sumber Gambar: redstone.army.mil
Medium Range-Ballistic Missile PGM-19 Jupiter Amerika Serikat yang diletakan di Turkey dan Italy | Sumber Gambar: redstone.army.mil

Sebenarnya peletakan Medium-Range Ballistic Missile Uni Soviet di Kuba ini bukanlah semata-semata aksi Uni Soviet guna menakut-nakuti Amerika Serikat. Tetapi aksi melainkan respond Uni Soviet dikarenakan pada tahun sebelumnya, tahun 1961, Amerika Serikat juga telah meletakan Medium-Range Ballistic Missile PGM-19 Jupiternya di Turkey dan Italy. Missile Jupiter tersebut juga mengarah tepat ke beberapa kota besar di Uni Soviet. 

Hal ini lah yang membuat pemimpin Uni Soviet pada saat itu Nikita Khruschev berang, hingga pada akhirnya Khruschev memutuskan untuk meletakan Medium-Range Ballistic Missile SS-4 Sandalnya di Kuba, di mana seperti kita ketahui bahwa pasca "Cuban Revolution" atau Revolusi Kuba tahun 1959 yang berujung pada tumbangnya Kepresidenan Fulgencio Batista dan naiknya Fidel Castro ke puncak kekuasaan Kuba, 

Kuba yang tadinya merupakan sekutu terdekat Amerika Serikat beralih menjadi musuh Amerika Serikat, dikarenakan Fidel Castro yang berfaham komunis memutuskan untuk mendekatkan diplomasi Kuba ke Uni Soviet dan negara-negara sekutunya.

Amerika Serikat yang merasa terancam karena diletakkannya Missile Jarak Menengah Uni Soviet di Kuba ini-pun dengan tegas menentang langkah Uni Soviet tersebut dan menegaskan agar Soviet segera menarik Missilenya dari Soviet, dengan jaminan bahwa Amerika Serikat tidak akan pernah mengganggu rezim Castro di Kuba dan tidak akan menginvasi Kuba. 

Namun tawaran tersebut ditolak mentah-mentahan oleh Khruschev yang menuntut jika Amerika Serikat ingin Soviet menarik Missilenya dari Kuba, maka Amerika Serikat juga harus menarik Missilenya dari Turkey dan Italy.

 Kennedy pun atas saran dari penasihat-penasihatnya terutama penasihat militernya, juga enggan akan tawaran Soviet tersebut, dengan dalih bahwa Missile Jupiter di Italy dan Turkey tersebut adalah hibah bagi sesama negara anggota North Atlantic Treaty Organization (N.A.T.O.) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara demi mengamankan negaranya dari ancaman Uni Soviet dan negara-negara sekutunya.

Medium Range-Ballistic Missile SS-4 Sandal Uni Soviet yang diletakan di Kuba | Sumber Gambar: u-krane.com
Medium Range-Ballistic Missile SS-4 Sandal Uni Soviet yang diletakan di Kuba | Sumber Gambar: u-krane.com

Alhasil akibatnya kedua belah pihak tidak menemukan win win solution untuk segera menyelesaikan masalah ini. Amerika Serikat enggan menarik Missilenya dari Turkey dan Italy dan Uni Soviet pun juga sama, enggan untuk menarik Missilenya dari Kuba.

Pada akhirnya hubungan kedua negara adidaya pada kala itu pun menjadi memanas dan menjadi semakin tegang. Hal ini-pun memicu krisis yang hingga hari ini dikenal sebagai "The Cuban Missile Crisis" dan tercatat hingga hari ini, Krisis ini adalah krisis di mana ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet mencapai level puncak tertinggi.


Cuban Missile Crisis

Presiden Amerika John F. Kennedy dan Pemimpin Soviet Nikita Khrushchev. Dua pemimpin negara adidaya yang tengah bersitegang|Sumber Gambar: History.com
Presiden Amerika John F. Kennedy dan Pemimpin Soviet Nikita Khrushchev. Dua pemimpin negara adidaya yang tengah bersitegang|Sumber Gambar: History.com

Akibat dari kedua negara adidaya tersebut yang tidak setuju akan usulan satu sama lain guna mengakhiri Krisis Missile Kuba ini, ketegangan antar kedua negara adidaya ini pun terus berlanjut dan seakan semakin menjadi-jadi hari demi hari. Kennedy pun mengumpulkan para penasihat-penasihatnya yang tergabung dalam "Excomm" atau Executive Committee dan mengadakan rapat darurat pada hari itu guna membahas Krisis Missile Kuba ini. 

Sontak gagasan-gagasan guna menyelesaikan krisis ini pun diusulkan oleh para penasihat Kennedy dan tidak terlepas dari usulan untuk segera mengerahkan pasukan ke Kuba dan menyerbu instalasi missile Soviet di Kuba tersebut dari para penasihat militer Kennedy.

Para penasihat militer Kennedy secara vokal mengusulkan agar Kennedy segera memberikan izin kepada angkatan bersenjata untuk segera menginvasi Kuba. Sayangnya usulan ini ditolak oleh Kennedy yang lebih memilih untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur diplomatik dan bernegosiasi dengan Uni Soviet. Tidak hanya Kennedy, Menteri Pertahanan Robert McNamara juga menolak keras usulan militer untuk langsung menyerbu Kuba. 

Hal ini dikarenakan jika Kuba diinvasi maka secara otomatis para pasukan Uni Soviet yang juga dikerahkan ke Kuba guna mengawasi pembangunan instalasi missile tersebut juga otomatis akan menjadi korban dan menyebabkan Uni Soviet juga akan mengambil langkah counter-meassure atau balasan menyerbu Amerika Serikat dan sontak konflik yang lebih besar yang akan menimbulkan Perang terbuka pun sudah dipastikan akan terjadi jika Amerika memulai duluan invasi terhadap Kuba. 

Tidak hanya itu saja yang ditakutkan oleh pihak Amerika, tetapi jika invasi terhadap Kuba dimulai, ditakutkan nantinya Soviet akan membalas dengan menyerbu Sektor Barat Kota Berlin yang merupakan wilayah Amerika Serikat juga Negara sekutunya dan terletak di Wilayah Soviet di Jerman. 

Terlebih lagi Kota Berlin sektor barat juga merupakan bagian dari Negara Jerman Barat dan jika diserbu Uni Soviet, maka secara otomatis akan menimbulkan perang yang mengarah pada Perang Dunia.

Presiden Kennedy ketika rapat darurat bersama para Penasihatny membahas Krisis Missile Kuba | Sumber Gambar: smithsonian.com
Presiden Kennedy ketika rapat darurat bersama para Penasihatny membahas Krisis Missile Kuba | Sumber Gambar: smithsonian.com

Sedangkan usulan untuk segera menyerbu Kuba pun juga terus dihembuskan oleh para penasihat militer Kennedy. 

Salah satunya yang sangat vokal akan usulan untuk menyerbu Kuba adalah Kepala Staff Angkatan Udara Amerika Serikat, Jenderal Curtis LeMay, yang juga telah memberi skenario kepada Kennedy bagaimana menyerbu Kuba guna menyikat habis instalasi missile Soviet di Kuba dengan pesawat-pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat.

Tetapi usulan tersebut ditolak keras oleh Kennedy, karena Kennedy tidak ingin memicu konflik yang lebih besar yang akan menuntun pada Perang Dunia Ketiga dan juga Perang Nuklir. Sedangkan Jenderal LeMay justru menganggap jika Kennedy terlalu lamban dalam mengambil tindakan dan menuduh jika Kennedy akan menyebabkan Amerika hancur karena lambannya mengambil keputusan. 

Kennedy terus mendengarkan masukan dari penasihat-penasihat sipilnya di Excomm yang terus meyakinkan Kennedy jika Krisis Missile Kuba ini dapat diselesaikan dengan berdialog dan bernegosiasi dengan pihak Uni Soviet tanpa harus melakukan serangan terhadap Kuba.


Cuban Blockade

Tajuk berita Koran The New York Times perihal pemberlakuan blokade perairan Karibia di sekitar Kuba | Sumber Gambar: smithsonian.com
Tajuk berita Koran The New York Times perihal pemberlakuan blokade perairan Karibia di sekitar Kuba | Sumber Gambar: smithsonian.com

Lantas Menteri Pertahanan McNamara pun memberi usulan agar missile Soviet tidak sampai ke Kuba, yaitu dengan memblokade perairan jalur masuk menuju perairan Kuba dan melarang kapal-kapal untuk masuk ke perairan Kuba, selagi negosiasi dengan Uni Soviet berjalan. 

Usulan McNamara tersebut disetujui oleh Kennedy dan mengerahkan Kepala Staff Angkatan Laut Amerika Serikat pada waktu itu, Laksamana George W. Anderson, untuk mengerahkan kapal-kapal Angkatan Laut Amerika Serikat untuk dikerahkan ke perairan Karibia guna menghalau kapal-kapal Uni Soviet.

Tidak lama kemudian kapal-kapal Angkatan Laut Amerika Serikat pun dikerahkan menuju perairan Karibia dan menghalau seluruh kapal Uni Soviet yang akan memasuki perairan Kuba. Namun kapal-kapal Angkatan Laut Amerika Serikat tidak diberikan perintah dan dilarang keras untuk menyerang Kapal-Kapal Uni Soviet bagaimanapun itu. 

Mereka hanya diperbolehkan memberi peringatan dan apapun tindakan yang berbentuk seperti serangan terhadap kapal-kapal Uni Soviet, hanya boleh dilakukan atas persetujuan dari Presiden Kennedy.

Kapal-Kapal Angkatan Laut Amerika Serikat berpatroli di sekitar Perairan Karibia dan Perairan akses masuk menuju Kuba | Sumber Gambar: navy.mil
Kapal-Kapal Angkatan Laut Amerika Serikat berpatroli di sekitar Perairan Karibia dan Perairan akses masuk menuju Kuba | Sumber Gambar: navy.mil

Usulan tersebut rupanya tidak disambut baik oleh Laksamana Anderson selaku Kepala Staff Angkatan Laut. Menurut Laksamana Anderson, diperlukan tindakan yang sangat tegas guna menghalau Kapal-Kapal Uni Soviet untuk masuk dari perairan Kuba. 

Salah satu tindakan yang dimaksud Laksamana Anderson adalah memberi peringatan berupa tembakan langsung menuju Kapal Uni Soviet yang hendak masuk perairan Kuba, walupun bukan menembak hulu kapal, melainkan sekedar peringatan tembakan ke udara atau menembak mesin kapal jika tidak mendapat respond. Tetapi tindakan tersebut sangat ditentang baik oleh McNamara maupun Presiden Kennedy.

Tidak heran hubungan dan komunikasi antara Menteri Pertahanan McNamara dan Kepala Staff Angkatan Laut Laksamana Anderson tidak-lah harmonis ketika Krisis Missile Kuba dan dalam mengorganisir blockade perairan Kuba. Bahkan pada moment tertentu, Laksamana Anderson berani mengusir Menhan McNamara dari "Navy Flag Plot" atau ruang opeasional Angkatan Laut Pentagon ketika McNamara hendak melihat bagaimana progress dari blockade perairan Kuba.

 Laksamana Anderson bahkan mecemoh McNamara dengan mengatakan bahwa McNamara tidak tahu apa-apa mengenai blockade Angkatan Laut sedangkan Angkatan Laut sudah berpengalaman mengenai blockade perairan dari sejak era Perang Kemerdekaan Amerika Serikat, sehingga membuat McNamara berang dan bahkan nyaris menimbulkan pertikaian antara Laksamana Anderson dan McNamara.


Puncak dari Krisis

Presiden John F. Kennedy Bersama Kepala Staff Angkatan Udara Jenderal Curtis LeMay dan Penasihat Militernya | Sumber Gambar: smithsonian.com
Presiden John F. Kennedy Bersama Kepala Staff Angkatan Udara Jenderal Curtis LeMay dan Penasihat Militernya | Sumber Gambar: smithsonian.com

Hari demi hari terus berlalu, negosiasi antara pihak Amerika dan Uni Soviet sepertinya masih belum membuahkan hasil apa-apa. Kennedy terus menekan Khruschev agar missile-missile Soviet segera ditarik dari Kuba, dengan jaminan Amerika tidak akan menyerbu Kuba dan mengganggu kepentingan politik Kuba. 

Sedangkan Khruschev terus enggan akan usulan tersebut dan baru akan memerintahkan untuk menarik missile-missile Soviet dari Kuba jika Kennedy juga akan menarik missile-missile Amerika dari Turkey dan Italy. Malang kedua belah pihak tidak mau menerima usulan satu sama lain, negosiasi pun berjalan semakin alot hari demi hari.

Di sisi lain Jenderal Curtis LeMay selaku Kepala Staff Angkatan Udara Amerika Serikat juga terus mendorong Kennedy dan McNamara untuk segera menyerbu Kuba. Tetapi usulan tersebut terus tidak dihiraukan baik oleh Kennedy dan McNamara. Hal ini pula-lah yang membuat Jenderal LeMay hubungan dan komunikasi dengan Menteri Pertahanan McNamara tidak berjalan baik dan harmonis, sama hal-nya seperti Laksamana Anderson. 

Terutama McNamara yang ketika perang dunia kedua pernah bertugas di bawah komando Jenderal LeMay pada saat Perang Dunia Kedua dan merupakan mantan bawahana Jenderal LeMay, sering kali dianggap masih junior dan amatir dalam menangani situasi krisis militer seperti yang sedang terjadi pada saat itu oleh Jenderal LeMay.

Kapal Destroyer Angkatan Laut Amerika U.S.S. Barry dan pesawat P-3 Orion mencegat kapal Soviet yang hendak masuk ke Kuba | Sumber Gambar: navy.mil
Kapal Destroyer Angkatan Laut Amerika U.S.S. Barry dan pesawat P-3 Orion mencegat kapal Soviet yang hendak masuk ke Kuba | Sumber Gambar: navy.mil

Sedangkan di perairan Karibia di sekitar Kuba yang tengah di blockade oleh Angkatan Laut Amerika Serikat, kapal-kapal Soviet yang membawa perlengkapan missile ke Kuba terus dicegah agar tidak masuk perairan Kuba oleh Kapal-Kapal Angkatan Laut Amerika Serikat akibat diberlakukannya Blokade Kuba tersebut. 

Namun sayangnya beberapa missile yang sudah tiba di Kuba tengah dipersiapkan untuk pengaktifan. Tidak hanya itu saja status keamanan pertahanan Amerika Serikat atau yang biasa disingkat sebagai DEFCON (defense readiness condition) sudah naik menjadi DEFCON 3 di mana angkatan bersenjata sudah harus siap siaga jika terjadi serangan.

Sidang umum P.B.B. dalam membahas Krisis Missile Kuba | Sumber Gambar: history.com
Sidang umum P.B.B. dalam membahas Krisis Missile Kuba | Sumber Gambar: history.com

Melihat negosiasi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang sepertinya tidak berjalan mulus, Kennedy pun mengutus Duta Besar Amerika Serikat untuk Persatuan Bangsa-Bangsa (P.B.B.) Adlai Stevenson II untuk membawa masalah Krisis Missile Kuba ini ke sidang umum P.B.B. Pada saat sidang umum P.B.B. 

Stevenson menuduh Soviet telah secara diam-diam mengirim missile-missile berhulu ledak nuklirnya ke Kuba dengan dalih untuk mengancam Amerika Serikat. Pihak Soviet pun juga memberi pernyataan yang sama dengan menuduh pihak Amerika Serikat dengan sengaja meletakan missile-missile berhulu ledak nuklirnya di Turkey dan Italy guna menakut-nakuti Uni Soviet.

Kedua belah pihak pun juga saling bertikai dan silat lidah antara pihak Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam sidang umum P.B.B. guna menyelesaikan Krisis Missile Kuba ini-pun terus terjadi.

 Sedangkan di mata pihak militer, negosiasi ini sepertinya berjalan sia-sia dan satu-satunya cara untuk menghentikan aksi Uni Soviet tersebut adalah dengan melakukan serangan militer secara langsung terhadap Kuba dan meluluhlantakkan instalasi missile Soviet yang sedang dibangun di Kuba. Tetapi Kennedy tetap bersikukuh untuk melakukan diplomasi guna menyelesaikan Krisis Missile Kuba ini dan terus bersikeras menolak serangan militer terhadap Kuba.

Unjuk Rasa di Depan Gedung Putih menolak invasi militer terhadap Kuba | Sumber Gambar: smithsonian.com
Unjuk Rasa di Depan Gedung Putih menolak invasi militer terhadap Kuba | Sumber Gambar: smithsonian.com

Sedangkan niat Kennedy yang terus menaruh harapan akan keberhasilan diplomasi dan negosiasi antara pihak Amerika Serikat dan Uni Soviet guna menyelesaikan Krisis Missile Kuba ini, rupanya mendapat banyak dukungan dari rakyat Amerika sendiri yang juga menolak keras invasi militer terhadap Kuba. 

Unjuk rasa rakyat Amerika juga terjadi di mana-mana bahkan di depan White House sekalipun dengan membawa spanduk dan pamfelt yang bertuliskan penolakan keras akan invasi militer terhadap Kuba. Hal ini disebabkan akan ketakutan rakyat Amerika yang juga mengetahui bahwa konflik yang lebih besar dan akan memicu Perang Dunia Ketiga bahkan Perang Nuklir sekalipun, kemungkinan besar akan terjadi jika Amerika melakukan invasi militer terhadap Kuba.

Kemudian pada 24 Oktober tahun 1962, ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadi semakin memanas, di mana hasil laporan intelijen dan hasil foto udara dari pesawat mata-mata Angkatan Udara Amerika Serikat menunjukan bahwa missile-missile Soviet sudah memasukai tahap yang mendekati tahap pengaktifan. 

Status DEFCON pun juga kembali naik menjadi DEFCON 2 pada puncak ketegangan Krisis Missile Kuba ini, di mana angkatan bersenjata Amerika sudah harus siap untuk invasi jika kemungkinan besar perang akan meletus. Sedangkan di seluruh negara bagian Amerika Serikat, banyak penduduk yang juga sudah dipersiapkan jika Perang antara Amerika Serikat dan Uni Soviet meletus.

Siswa-siswa di sekolah-sekolah di Amerika tengah melakukan latihan persiapan jika terjadi serangan Nuklir | Sumber Gambar: smithsonian.com
Siswa-siswa di sekolah-sekolah di Amerika tengah melakukan latihan persiapan jika terjadi serangan Nuklir | Sumber Gambar: smithsonian.com

Latihan dan persiapan jika Perang Nuklir pecah pun juga sudah mulai gencar dilakukan, bahkan tempat-tempat ibadah juga sudah mulai melakukan ibadah untuk keselamatan bumi dari bencana "Nuclear Holocaust" yang merupakan imbas dari Perang Nuklir dan juga persiapan untuk menghadapi kehancuran besar yang kemungkinan akan menimpa dunia jika Perang Nuklir terjadi akibat dari ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang belum surut dan padam ini.

Dunia pada saat itu seakan tengah dihantui oleh Perang Nuklir yang akan berdampak pada bencana "Nuclear Holocaust" yang akan membawa kehancuran dalam skala massal di seluruh penjuru dunia. Bahkan Perang Nuklir pun sepertinya sudah berada di depan mata.


Insiden Tertembaknya Pesawat Rudolf Anderson

Mayor Angkatan Udara Amerika Serikat Rudolf Anderson | Sumber Gambar: historynet.com
Mayor Angkatan Udara Amerika Serikat Rudolf Anderson | Sumber Gambar: historynet.com

Alih-alih menyurut dan padam, ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet justru semakin diperparah manakala beberapa missile Uni Soviet di Kuba sudah hampir mulai beroperasi. 

Tidak hanya itu saja, situasi justru semakin diperkeruh manakala pada tanggal 27 Oktober 1962 pesawat mata-mata Lockheed U-2 Angkatan Udara Amerika Serikat yang diawaki oleh Mayor Rudolf Anderson tertembak jatuh oleh rudal udara ketika terbang di atas wilayah udara Kuba pada saat melakukan misi pengintaiian rutin guna melihat situasi terkini di Kuba dan nahasnya, sang pilot Mayor Rudolf Anderson pun tewas seketika.

Menanggapi insiden yang menewaskan Mayor Rudolf Anderson tersebut, serentak para penasihat militer pun semakin mendorong Presiden Kennedy untuk segera menyerbu dan menginvasi Kuba sebagai balasan atas tertembak jatuhnya pesawat Mayor Rudolf Anderson dan menewaskannya. Kepala Staff Angkatan Udara Jenderal Curtis LeMay juga semakin vokal dalam mendorong Presiden Kennedy untuk segera menginvasi Kuba. 

Jenderal LeMay bahkan meyakinkan Kennedy bahwa di bawah Komandonya, Pesawat-Pesawat Angkatan Udara Amerika dapat menyapu habis instalasi missile yang sedang dibangun Soviet di Kuba dan juga sebagai balasan atas tertembaknya pesawat Lockheed U-2 Mayor Rudolf Anderson.

Pesawat Mata-Mata Lockheed U-2 seperti yang diawaki oleh Mayor Rudolf Anderson ketika tertembak di atas Kuba | Sumber Gambar: airforcemag.com
Pesawat Mata-Mata Lockheed U-2 seperti yang diawaki oleh Mayor Rudolf Anderson ketika tertembak di atas Kuba | Sumber Gambar: airforcemag.com

Sayangnya Presiden Kennedy sepertinya masih enggan untuk menginvasi Kuba dan terus menolak desakan pihak militer untuk memulai penyerbuan dan invasi terhadap Kuba. Melihat situasi yang kian memanas, Perang Dunia ketiga yang nantinya akan menuntun pada Perang Nuklir pun seperti sudah di nampak persis depan mata, bagaikan monster yang sudah siap melahap mangsanya.  


Klimaks dari Krisis Missile Kuba

Pesawat-Pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat ketika tengah berpatroli di atas udara pada saat Krisis Missile Kuba | Sumber Gambar: airforcemag.com
Pesawat-Pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat ketika tengah berpatroli di atas udara pada saat Krisis Missile Kuba | Sumber Gambar: airforcemag.com

Melihat situasi yang sepertinya kian memanas dan menjadi semakin rumit, Presiden Kennedy juga sepertinya sudah menyerah pada keadaan yang tidak kunjung menemukan solusi ini. Presiden Kennedy Kennedy pun pada akhirnya menerima usulan dari pemimpin Uni Soviet, yaitu menarik mundur juga missile-missile Jupiter Amerika Serikat di Turkey dan Italy. 

Tetapi missile-missile Jupiter Amerika di Turkey dan Italy tersebut, baru akan ditarik enam bulan kemudian dengan dalih bahwa missile-missile Jupiter tersebut memang sudah obsolete atau usang dan memang sudah dijadwalkan untuk ditarik kembali ke Amerika Serikat. 

Presiden Kennedy juga tidak ingin hal ini terlihat seperti "Quid Pro Quo" atau pertukaran antara sesama kedua belah pihak dan menegaskan jika pihak Soviet menyebutkan dalam pengumuman siaran, baik di radio maupun televisi, jika missile-missile SS-4 Sandal Soviet ditarik dari Kuba karena Amerika Serikat juga setuju untuk menarik missile-missile Jupiternya dari Turkey dan Italy, maka pihak Amerika Serikat akan mengelak pernyataan tersebut dengan tegas.

Usut punya usut, Kennedy pun mengirim sang adik Robert Kennedy yang pada saat itu menjabat sebagai jaksa agung untuk menemui Duta Besar Uni Soviet untuk Amerika Serikat pada saat itu, Anatoly Dobrynin, pada hari Sabtu Malam tanggal 27 Oktober tahun 1962 guna menyampaikan usulan ini kepada Dobrynin agar disampaikan kepada Pemimpin Uni Soviet Nikita Khruschev. 

Tetapi jika usulan ini tetap ditolak oleh Khruschev, maka pada hari Senin 29 Oktober tahun 1962 Amerika Serikat akan mulai mengerahkan militernya dan memulai invasi terhadap Kuba dan Perang pun akan dimulai. Kennedy tetap mengusulkan bahwa jika missile Soviet di Kuba ditarik dari Kuba maka Amerika tidak akan pernah menginvasi Kuba dan mengganggu perpolitikan Kuba. 

Setelah pertemuannya dengan Robert Kennedy, Dobrynin pun menyampaikan usulan Kennedy tersebut kepada Khruschev.

Duta Besar Uni Soviet untuk Amerika Serikat Anatoly Dobrynin | Sumber Gambar: Getty Images
Duta Besar Uni Soviet untuk Amerika Serikat Anatoly Dobrynin | Sumber Gambar: Getty Images

Berdasarkan penuturan Robert Kennedy pada buku biografinya mengenai Krisis Missile Kuba yang berjudul "Thirteen Days: A Memoir of the Cuban Missile Crisis," Robert Kennedy menuturkan jika ketika hendak memasuki Kedutaan Uni Soviet di Washington, D.C., 

pada saat akan bertemu Dobrynin, Kennedy melihat asap hitam pekat keluar dari cerobong asap gedung kedutaan Uni Soviet yang menandai bahwa pihak soviet memang sudah bersiap-siap akan meletusnya peperangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet sehingga dokumen-dokumen penting dan juga yang bersifat rahasia mulai dibakar. 

Robert Kennedy juga menuturkan jika Dobrynin berkata kepada Robert Kennedy bahwa "walaupun banyak petinggi dari pihak militer yang bersikukuh dan mendesak sang kakak Presiden John F. Kennedy untuk memulai invasi terhadap Kuba, namun desakan tersebut terus ditolak oleh Kennedy, karena ia percaya jika Kennedy masih memiliki kehendak yang baik guna mencegah sesuatu yang bisa berakibat fatal untuk terjadi" tutur Dobrynin kepada Robert Kennedy.

Pada hari Minggu 28 Oktober tahun 1962, pukul lima sore waktu Moscow dan pukul sepuluh pagi waktu Washington, D.C., Pemimpin Uni Soviet Nikita Khruschev mengumumkan melalui Radio Moscow bahwa missile-missile Medium Range Ballistic Missile Soviet di Kuba akan segera ditarik dari Kuba. 

Seperti usulan yang disampaikan oleh Kennedy kepada Khruschev melalui Duta Besar Dobrynin, Khruschev tidak menyebutkan mengenai penarikan missile-missile Medium Range Ballistic Missile Jupiter Amerika dari Turkey dan Italy yang akan dilakukan dalam 6 bulan kedepan.

President Kennedy bersama Menhan Robert McNamara setelah konfrensi press pasca ditariknya missile-missile Soviet dari Kuba|Sumber Gambar: politico.com
President Kennedy bersama Menhan Robert McNamara setelah konfrensi press pasca ditariknya missile-missile Soviet dari Kuba|Sumber Gambar: politico.com

Namun sebaliknya Khruschev mengatakan bahwa penarikan missile dari Kuba ini adalah hasil dari debate internal antara Khruschev dan politbiro Soviet yang pada akhirnya setuju untuk menarik missile-missile Soviet dari Kuba. Penarikan missile-missile Soviet dari Kuba tersebut, 

juga dilakukan guna menjaga stabilitas perdamaian di dunia, serta mencegah pecahnya konflik yang jauh lebih besar yang akan menyebabkan meletusnya Perang Dunia Ketiga atau Perang Nuklir sekalipun.

Missile-missile Soviet pun ditarik dari Kuba dan Amerika Serikat juga memberhentikan blokade pada perairan di Karibia yang juga akses menuju peairan Kuba. Sedangkan Missile-Missile Amerika pun juga ditarik dari Turkey dan Italy seperti yang sudah dijadwalkan oleh Kennedy, yaitu pada Bulan April tahun 1963 atau enam bulan pasca Krisis Missile Kuba.

Kepala Staff Angkatan Udara Amerika Serikat Jenderal Curtis LeMay pendukung kuat Invasi Militer dan Serangan Udara terhadap Kuba |Sumber Gambar af.mil
Kepala Staff Angkatan Udara Amerika Serikat Jenderal Curtis LeMay pendukung kuat Invasi Militer dan Serangan Udara terhadap Kuba |Sumber Gambar af.mil

Sayangnya walaupun negosiasi antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dan Pemimpin Uni Soviet Nikita Khruschev pada akhirnya membuahkan hasil dan berhasil menghindari konflik terbuka antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang akan menuntun pada konflik lebih besar, 

keberhasilan dari negosiasi tersebut sepertinya tidak disambut baik oleh pihak militer. Pihak Militer menganggap bahwa Presiden Kennedy sepertinya justru tunduk pada akhirnya akan tuntutan Uni Soviet yang juga mendesaknya untuk menarik missile-missile Jupiter Amerika Serikat dari Turkey dan justru terlihat jika Amerika seakan kalah di mata dunia. 

Salah satu petinggi militer yang menyayangkan keputusan Kennedy yang akhirnya setuju untuk menarik missile Jupiter Amerika dari Turkey dan Italy adalah Kepala Staff Angkatan Udara Amerika Serikat Jenderal Curtis LeMay yang memang dari awal krisis sudah sangat vokal akan invasi Amerika Serikat terhadap Kuba dan terus mendorong Presiden Kennedy untuk melakukan serangan udara terhadap Kuba dan juga instalasi missile Soviet di Kuba. 

Jenderal LeMay bahkan terang-terangan mengatakan bahwa keputusan Presiden Kennedy yang mengakhiri Krisis Missile Kuba, justru merupakan "Kekalahan Militer Terbesar dalam sejarah Amerika Serikat." Bahkan 25 tahun setelah Krisis Missile Kuba, LeMay masih bersikukuh dan percaya jika instalasi missile Soviet di Kuba dapat disapu habis dengan kekuatan armada pesawat-pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat, sehingga membuat pihak Soviet dan Kuba menyerah.

San Cristobal, Cuba, Lokasi bekas penempatan Missile Soviet, Oktober 2012 atau 50 tahun pasca Krisis Missile Kuba | Sumber Gambar: Getty Images
San Cristobal, Cuba, Lokasi bekas penempatan Missile Soviet, Oktober 2012 atau 50 tahun pasca Krisis Missile Kuba | Sumber Gambar: Getty Images

Pada 13 hari dalam bulan Oktober tahun 1962, terhitung sejak hari Selasa 16 Oktober 1962 hingga hari Minggu 28 Oktober 1962 ketegangan antara dua negara adidaya pada saat itu Amerika Serikat dan Uni Soviet mencapai puncak tertinggi dalam sejarah hingga hari ini. 

Bahkan krisis ini tercatat dalam sejarah sebagai satu-satunya krisis di mana dunia sudah hampir mendekati Perang Dunia Ketiga dan juga Perang Nuklir yang akan menuntun Bumi ini pada bencana "Nuclear Holocaust" atau kehancuran massal di seluruh belahan Bumi akibat serangan senjata nuklir berskala massal.

Sumber

Perry, Mark (March 1, 1989). Four Stars: The Inside Story of The Forty-Year Battle Between The Joint Chiefs of Staff and America's Civilian Leaders. Houghton Mifflin Harcourt. ISBN 978-0395429235.

https://www.smithsonianmag.com/history/learning-from-the-missile-crisis-68901679/ 

https://www.history.com/topics/cold-war/cuban-missile-crisis

https://www.history.com/news/cuban-missile-crisis-timeline-jfk-khrushchev

http://www.atomicarchive.com/History/cuba/timeline.shtml 

https://www.history.com/topics/cold-war/cuban-missile-crisis

Kennedy, Robert (January 1, 1969). Thirteen Days: A Memoir of the Cuban Missile Crisis. ISBN: 978-0393318340.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun