Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

The Bradley Effect

27 April 2022   17:50 Diperbarui: 27 April 2022   17:54 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Jaksa Agung Negara Bagian California George Deukmejian yang menjadi pemenang Pemilihan Gubernur California Tahun 1982| Sumber Gambar: nga.org

Bradley Effect adalah sebuah sebutan di mana ketika pemilihan umum, baik Pemilihan umum Kepala Daerah, Pemilihan Umum Anggota Legislative dan bahkan Pemilihan Umum Presiden, kandidat kulit putih dan non-kulit putih saling bertarung untuk memenangkan pemilihan umum tersebut. Namun walaupun secara jajak pendapat sebelum hari pemilu, kandidat non-kulit putih memiliki suara yang cukup kuat untuk memenangkan pemilu tersebut, pada akhirnya kandidat kulit putih lah yang justru memenangkan pemilu tersebut.


Asal Mula istilah The Bradley Effect

Walikota Los Angeles Tom Bradley ketika pemilihan Gubernur Negara Bagian California pada November 1982 | Sumber Gambar: Ap Archive
Walikota Los Angeles Tom Bradley ketika pemilihan Gubernur Negara Bagian California pada November 1982 | Sumber Gambar: Ap Archive

Teori ini pertama kali disebutkan ketika pemilihan Gubernur Negara Bagian California pada tahun 1982, di mana pada waktu itu kandidat dari Partai Demokrat adalah Walikota Los Angeles Tom Bradley yang merupakan keturunan Afrika-Amerika berhadapan dengan kandidat dari Partai Republik George Deukmejian yang merupakan Jaksa Agung untuk Negara Bagian California. 

Pada waktu itu Walikota Tom Bradley diprediksi menjadi kandidat paling kuat dan berpotensi besar untuk memenangkan kursi gubernur negara bagian California. Bahkan beberapa media juga memproyeksikan jika Bradley lah yang akan memenangkan pemilah gubernur negara bagian California, dilihat dari hasil polling Tom Bradley yang mengungguli George Deukmejian. 

Mantan Jaksa Agung Negara Bagian California George Deukmejian yang menjadi pemenang Pemilihan Gubernur California Tahun 1982| Sumber Gambar: nga.org
Mantan Jaksa Agung Negara Bagian California George Deukmejian yang menjadi pemenang Pemilihan Gubernur California Tahun 1982| Sumber Gambar: nga.org

Tidak hanya itu saja, hingga H-1 sebelum hari H pemilihan Gubernur California angka polling Bradley masih mengungguli George Deukmejian. Namun pada hari pemilihan umum Gubernur negara bagian California pada 2 November 1982 alih-alih memenangkan pemilihan Gubernur California seperti yang diproyeksikan, Tom Bradley justru kalah oleh George Deukmejian dengan angka 1,2% lebih unggul daripada Tom Bradley, di mana Deukmejian memperoleh persentase suara 49,3% dan Bradley memperoleh persentase suara 48,1%.

Pemilihan Gubernur negara bagian California pada tahun 1982 ini seperti-nya menimbulkan kesan di mana kandidat kulit putih masih lebih popular dan lebih unggul dibandingkan kandidat non-kulit putih hingga menimbulkan apa yang disebut "Bradley Effect" dan bahkan terus menghantui beberapa kandidat non-kulit putih pada ajang pemilihan umum baik untuk kepala daerah, legislative atau bahkan Pemilihan President.

Effect dari Pemilihan Gubernur Negara Bagian California pada tahun 1982 atau yang biasa disebut sebagai "Bradley Effect" ini sepertinya menimbulkan kesan yang mendalam dan bayang-bayang pada setiap pemilihan umum, baik kepala daerah, legislative atau Presiden sekalipun di Amerika Serikat. 


Colin Powell dan The Bradley Effect pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 1996

Jenderal Colin Powell pada tahun 1996 | Sumber Gambar: Getty Images
Jenderal Colin Powell pada tahun 1996 | Sumber Gambar: Getty Images

Karena kentalnya bayang-bayang dari Bradley Effect ini pula-lah yang menjadi salah satu alasan mengapa Jenderal Colin Powell enggan untuk maju menjadi calon presiden dari partai Republik pada pemilihan presiden tahun 1996. 

Colin Powell yang merupakan seorang Jenderal Bintang Empat yang memiliki karir yang sangat cemerlang terutama dalam keberhasilannya pada saat Perang Teluk tahun 1991 dan merupakan Jenderal Afrika-Amerika pertama yang menduduki posisi tertinggi di Militer Amerika Serikat yaitu Chairman of the Joint Chiefs of Staff, memang menjadi salah satu "The Rising Star" pada kancah perpolitikan Amerika Serikat. 

Terutama setelah Colin Powell memutuskan untuk bergabung dengan Partai Republik di tahun 1995, kubu Partai Republik melihat Powell sebagai suatu Asset Politic yang sangat berharga.

Memasuki tahun 1996, di mana pemilihan Presiden akan kembali diadakan dan kubu Partai Republik yang kalah pada pemilihan tahun 1992, di mana George H.W. Bush kalah untuk periode kedua sebagai President dengan Gubernur Arkansas Bill Clinton, sekarang berusaha untuk dapat kembali memenangkan kursi Executive atau Kepresidenan pada pemilihan tahun 1996 kali ini dan mengalahkan Bill Clinton yang maju untuk periode kedua. 

Melihat elektabilitas Powell yang cukup tinggi dan besar kemungkinan untuk mengalahkan Bill Clinton pada ajang pemilu Presiden tahun 1996, kubu Partai Republik pun melirik Powell untuk maju sebagai Kandidat Calon Presiden dari Partai Republik.

Namun sayangnya, Powell enggan untuk maju sebagai kandidat calon Presiden dari Partai Republik untuk Pemilu Presiden tahun 1996, walaupun banyak yang memproyeksikan jika Powell mengungguli kandidat petahana Presiden Bill Clinton dari partai Demokrat. Tetapi Powell tetap enggan untuk maju sebagai kandidat Calon Presiden pada pemilu Presiden tahun 1996 ini. 

Powell sepertinya memprediksi bahwa walaupun angka elektabilitas Powell cukup tinggi, namun "Bradley Effect" ini sepertinya masih akan terjadi pada pemilu presiden tahun 1996 ini dan akan memiliki imbas yang cukup signifikan pada Powell jika ia maju sebagai kandidat Calon Presiden pada Pemilihan Presiden tahun 1996 ini.

Kandidat dari Partai Republik pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 1996, Senator Robert
Kandidat dari Partai Republik pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 1996, Senator Robert "Bob" Joseph Dole | Sumber Gambar: naragetarchive

Powell bahkan memperingatkan akan kemungkinan besar terulang kembalinya "Bradley Effect" ini jika ia maju pada pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1996. 

Kubu Partai Republik pun pada akhirnya mencalonkan Senator Bob Dole yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua kubu Partai Republik di Senate Amerika Serikat setelah memenangkan Pemilihan awal atau Pemilihan untuk kandidat Calon Presiden dari Partai Republik. Sayangnya Dole kalah dengan Presiden petahana Bill Clinton dari kubu Partai Demokrat pada Pemilu Presiden tahun 1996 dengan selisih suara 8,5% yang diungguli oleh Bill Clinton.


Barack Obama dan The Bradley Effect pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 2008

gambar-5-62691698ef62f63c65116bf2.jpg
gambar-5-62691698ef62f63c65116bf2.jpg
Barack Obama pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2008 | Sumber Gambar: teenvogue.comPada pemilihan presiden tahun 2008 di mana kandidat dari partai Demokrat Barack Obama yang merupakan keturunan Afrika-Amerika maju memperebutkan kursi kepresidenan Amerika Serikat melawan kandidat dari partai Republik John McCain, juga tak luput dari bayang-bayang The Bradley Effect ini.

Banyak yang memprediksi bahwa ada kemungkinan besar Bradley Effect ini akan kembali terjadi pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008 dan kemungkinan besar para pemilih kulit putih yang belum yakin akan memilih siapa atau yang biasa disebut "swing voters", kelak akan memilih John McCain pada pemilu 2008. Ditambah lagi jajak pendapat sempat menunjukan jika John McCain sempat unggul dari Barack Obama.

Kandidat Capres dari Partai Demokrat, Barack Obama bersama kandidat Capres dari Partai Republik, John McCain | Sumber Gambar: Getty Images
Kandidat Capres dari Partai Demokrat, Barack Obama bersama kandidat Capres dari Partai Republik, John McCain | Sumber Gambar: Getty Images

Alhasil Obama justru berhasil memenangkan kursi kepresidenan Amerika Serikat sebagai Presiden Amerika Serikat keturunan Afrika-Amerika pertama mengalahkan John McCain pada Pemilu Presiden Amerika Serikat Tahun 2008 dan mematahkan prediksi akan terjadinya kembali Bradley Effect ini. Obama kembali memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat untuk periode kedua pada tahun 2012 melawan kandidat dari partai Republik Mitt Romney.


Terulangnya Kembali The Bradley Effect pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 2016

gambar-7-626918aebb448650b012a2e5.jpg
gambar-7-626918aebb448650b012a2e5.jpg
Hillary Clinton pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2016 | Sumber Gambar: politico.comNamun siapa menyangka bahwa Bradley Effect ini justru kembali terjadi lagi pada pemilihan Presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Ironisnya pada pemilu kali ini yang maju bukan lah kandidat non-kulit putih melawan kandidat kulit putih, melainkan kedua kandidat adalah kulit putih di mana kandidat dari partai Demokrat Hillary Clinton yang merupakan mantan menteri luar negeri dan juga Senator dari negara bagian New York dan juga istri mantan Presiden Bill Clinton maju melawan kandidat dari partai Republik yang tidak lain adalah pengusaha kondang dan milyader Donald Trump.

Banyak sekali media yang memproyeksikan bahwa Clinton akan memenangkan pemilihan Presiden pada tahun 2016 dan bahkan hampir sebagian besar polling menunjukan jika Clinton mengungguli Donald Trump. Tidak hanya polling dan jajak pendapat saja, tetapi tidak sedikit pula orang-orang seperti selebriti dan bahkan tokoh politik sekalipun yang berkata bahwa "tidak mungkin Donald Trump menjadi Presiden Amerika."

Tetapi seperti yang kita semua ketahui, Clinton justru kalah oleh Donald Trump pada pemilihan Presiden tahun 2016, walaupun Clinton tetap mengungguli Trump pada angka popular vote dan Trump memenangkan electoral vote.

Hal ini pun seakan mengingatkan kembali pada "The Bradley Effect" yang terjadi pada pemilihan Gubernur California tahun 1982, di mana proyeksi dan polling tidak lah selalu akurat dan menjadi patokan untuk kemenangan kandidat pada pemilu. 

Banyak yang berpendapat bahwa kekalahan Clinton disebabkan karena para pemilih yang belum yakin atau "swing voters" akan memilih siapa pada hari pemilu, condong pada akhirnya justru memilih Donald Trump pada saat pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 8 November 2016.


The Bradley Effect pada Pemilu Mid-Term 2018 dan Sequel dari Pemilihan Gubernur California Tahun 1982

Ron DeSantis dan Andrew Gillum, kedua kandidat dalam Pemilihan Gubernur Negara Bagian Flordia pada tahun 2018 | Sumber Gambar: Politico.com 
Ron DeSantis dan Andrew Gillum, kedua kandidat dalam Pemilihan Gubernur Negara Bagian Flordia pada tahun 2018 | Sumber Gambar: Politico.com 

Pada tahun 2018 atau dua tahun setelah kekalahan Hillary Clinton pada Pemilu Presiden tahun 2016, Amerika Serikat kembali menggelar Pemilu. Tetapi kali ini pemilu yang diadakan adalah "Mid-Term Election" di mana beberapa negara bagian akan menggelar pemilihan untuk Kepala Daerah dan juga pemilihan legislative untuk anggota Kongress dan anggota Senate. Namun sayangnya, "The Bradley Effect" sepertinya kembali terjadi pada pemilu Mid-Term tahun 2018 ini dan memiliki kesamaan dengan Pemilihan Gubernur California tahun 1982, yakni? Terjadi pada pemilihan Gubernur di negara bagian Florida pada pemilu Mid-Term tahun 2018.

Dua kandidat yang maju Pada pemilihan Gubernur Flordia tahun 2018 juga merupakan kulit putih dan non-kulit putih, yaitu Mantan Anggota Kongress dari distrik ke-6 Florida Ron DeSantis dari Partai Republik dan Mantan Walikota Tallahassee, Florida, Andrew Gillum dari Partai Demokrat. 

Gullum memang pada awalnya unggul dalam jajak pendapat sebelum pemilihan Gubernur Florida pada 6 November 2018. Tetapi sayangnya Gillum justru kalah dengan Ron DeSantis pada hari H pemilihan Gubernur Flordia dengen selisih suara yang cukup tipis yaitu 0,4%, di mana DeSantis memenangkan suara sebesar 49,6% dan Gillum memenangkan suara sebesar 49,2%. Negara Bagian Florida memang basis terkuat Partai Republik dan Partai Republik memiliki banyak suara dan pendukung di Negara Bagian tersebut.


Kemungkinan Terulangnya Kembali The Bradley Effect pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 2020

gambar-9-62691a94bb448637a44861e4.jpg
gambar-9-62691a94bb448637a44861e4.jpg
Joe Biden pasca terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat setelah memenangkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2020 | Sumber Gambar: pbs.orgPada tahun 2020 lalu Amerika kembali kembali menggelar pemilu Presiden, di mana petahana dari partai Republik Donald Trump yang akan memperebutkan kursi kepresidenan untuk periode kedua, berhadapan dengan kandidat dari partai Demokrat Joe Biden yang merupakan mantan Wakil Presiden Barack Obama dan juga mantan Senator dari Delaware.

Memang pada waktu itu itu, Hingga hari menjelang Pemilihan Presiden pada 3 November 2020, polling menunjukan bahwa Joe Biden mengungguli Donald Trump.

Kepresidenan Donald Trump memang banyak diwarnai oleh kebijakan-kebijakan yang cenderung bersifat kontroversi seperti Trump yang sepertinya condong lebih berpihak kepada golongan kanan radikal dan juga komentar-komentarnya yang sering berbau rasisme. Bahkan dugaan Trump yang berusaha untuk berkongkalikong dengan pemerintah Ukraine demi mencari borok anak Joe Biden, Hunter Biden, agar bisa mendiskreditkan Biden pada pemilu tahun 2020 lalu sehingga menyebabkan kongress mengajukan gugatan pemakzulan terhadap Trump pada akhir tahun lalu. 

Ditambah lagi pemerintahannya yang dianggap gagal dalam menghadapi arus awal pandemi virus corona tahun 2020 lalu dan juga demo besar-besaran menolak tindakan rasisme setelah terbunuhnya George Floyd oleh polisi kulit putih pada akhir bulan Mei 2020 lalu. Hal itu semua lah yang menyebabkan angka approval rating Trump merosot dan membuat angka polling Joe Biden lebih unggul ketimbang Trump.

Tetapi "The Bradley Effect" tetap seakan-akan masih membayangi Pemilu Presiden Amerika Serikat pada tahun 2020 lalu, terutama pasca kalahnya Hillary Clinton pada Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu, di mana angka polling yang masih bersifat prediksi akan berbeda dengan hasil akhir pada hari H Pemilihan Presiden. Namun, alhasil Biden pun luput dari prediksi akan terulangnya kembali "The Bradley Effect" ini dan berhasil mengalahkan Trump pada Pemilu Presiden Amerika Serikat pada tahun 2020. 

Walaupun Trump masih memiliki banyak pendukung dan pemilih dan masih mengantongi suara electoral sebesar 232, di mana Biden mengantongi suara electoral sebesar 306 dan jarang ada Presiden Incumbent yang kalah pada pemilu Presiden guna memenangkan periode kedua yang mengantongi suara electoral hingga angka 200 pada 50 tahun terakhir. Juga pemilu yang berakhir ricuh akibat Trump yang menolak mengakui kekalahan sehingga membuat para pendukungnya makin bertindak beringas hingga mengepung gedung Capitol Amerika Serikat pada 6 Januari 2021 guna menggagalkan sertifikasi hasil Pemilu Presiden 2020.

Namun walaupun beberapa kali prediksi "The Bradley Effect" ini terpatahkan, tetapi "The Bradley Effect" ini sepertinya akan terus membayang-bayangi setiap Pemilu di Amerika Serikat, baik itu Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan anggota Legislative dan bahkan Pemilihan Presiden sekalipun. Terutama setelah kalahnya Hillary Clinton pada Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2016 dan Andrew Gillum pada pemilihan Gubernur di Florida tahun 2018 yang seakan menguatkan anggapan akan terulang kembalinya "The Bradley Effect" ini pada setiap pemilu di Amerika Serikat.

Sumber:

https://www.npr.org/2008/10/14/95702879/as-obama-leads-polls-bradley-effect-examined
https://politicaldictionary.com/words/bradley-effect/
https://www.nytimes.com/2008/10/20/opinion/20levin.html
https://pos.org/a-ms-bradley-effect-in-2016-presidential-polling/
https://www.vanityfair.com/news/2016/11/donald-trump-bradley-effect
http://590kid.com/bradley-effect-2016-presidential-election/
https://edition.cnn.com/2008/POLITICS/10/13/obama.bradley.effect/
https://www.nytimes.com/2008/09/28/magazine/28wwln-safire-t.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun