Alhasil banyak orang-orang terdekat Nixon seperti Kepala Staff White House yang baru, Jenderal Alexander Haig, pada akhirnya mendesak agar Nixon segera mundur dari kursi Kepresidenan. Menurut Jenderal Haig, besar kemungkinan jika Nixon mundur sebagai Presiden Amerika Serikat dan Ford naik sebagai Presiden, maka Ford akan memberi pardon atau pengampunan kepada Nixon dan menutup segala kemungkinan dakwaan yang akan menjerat Nixon.
Nixon yang sudah tidak lagi memiliki banyak pilihan pada akhirnya setuju untuk mundur dari kursi Kepresidenan Amerika Serikat pada 9 Agustus tahun 1974, Gerald Ford pun naik menjadi Presiden Amerika Serikat menggantikan Richard Nixon.
Pemerintahan Presiden Gerald Ford dan Kembalinya Rumsfeld ke Washington, D.C.
Mundurnya Nixon sebagai Presiden Amerika Serikat akibat skandal Watergate memang sangat mengejutkan seluruh dunia. Tetapi di sisi lain Rumsfeld yang masih menjabat sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk N.A.T.O. pun seperti mendapatkan kesempatan kembali untuk kembali ke kancah perpolitikan Washington, D.C., apalagi mengetahui jika salah satu teman terdekatnya ketika masih sama-sama menjadi Anggota Kongress, Gerald R. Ford, sekarang sudah menduduki kursi orang nomor satu di Amerika Serikat.
Dugaan tersebut memang benar, tidak lama setelah Ford menjadi Presiden, Rumsfeld dihubungi oleh sang protege yaitu Dick Cheney bahwa Presiden Ford meminta Rumsfeld untuk terbang kembali ke Washington, D.C., di mana Ford membutuhkan orang-orang untuk membantunya dalam proses transisi Kepresidenan dari Pemerintahan Nixon ke Pemerintahan Ford. Presiden Ford pun menunjuk Rumsfeld untuk menjadi ketua tim transisi Pemerintahan Presiden Ford.
Tidak lama kemudian setelah transisi dari pemerintahan Presiden Nixon ke pemerintahan Presiden Ford berjalan dengan lancar, Ford pun pada akhirnya menunujuk Donald Rumsfeld untuk menjadi Kepala Staff White House atau White House Chief of Staff berikutnya, menggantikan Jenderal Alexander Haig yang ditunjuk oleh Ford untuk bertugas kembali di Militer sebagai Supreme Allied Commander N.A.T.O. atau Panglima tertinggi pasukan sekutu N.A.T.O., pada September tahun 1974.
Pada posisinya yang baru sebagai White House Chief of Staff, Rumsfeld pun memiliki tugas untuk mengatur dan merencanakan kegiatan sehari-hari dalam pemerintahan kepresidenan Ford. Rumsfeld pun juga menunjuk Dick Cheney untuk bertugas sebagai Deputy Rumsfeld pada tugasnya sebagai White House Chief of Staff.
Pada masa jabatan Rumsfeld sebagai Kepala Staff White House, Amerika Serikat juga dihadapkan pada salah satu momen terpenting dalam sejarah, di mana pada April tahun 1975, pasukan Vietnam Utara, setelah pertempuran selama 21 tahun pada akhirnya berhasil menguasai beberapa kota penting di Vietnam Selatan dan sedang bergerak mendekati Ibu Kota Vietnam Selatan, yaitu Saigon. Ketika Pasukan Vietnam Utara mulai mendekati Ibu Kota Vietnam Selatan, Saigon, panik dan kekacauaan pun mulai terjadi yang mengabitkan Amerika Serikat harus memulai operasi besar-besaran guna menyelamatkan nyawa warga Amerika Serikat yang masih berada di Saigon dan juga warga Vietnam Selatan lainnya.
Rumsfeld pun bertugas membantu Ford dalam menangani masalah untuk evakuasi Saigon. Pada saat di momen terakhir evakuasi, Menteri Luar Negeri Henry Kissinger siap memberi tahu press bahwa evakuasi sudah akan berakhir terutama ketika Duta Besar terakhir Amerika Serikat untuk Vietnam Selatan, Graham Martin sudah di evakuasi. Tetapi Rumsfeld yang mengetahui bahwa masih ada beberapa kontigen Marinir Amerika Serikat yang masih tertinggal di Saigon, menyarankan agar Kissinger untuk sementara tidak mengeluarkan pernyataan jika evakuasi telah selesai. Sayangnya Kissinger bersikeras bahwa pernyataan tersebut penting guna menenangkan situasi.