Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benahi Duo Zonasi dengan Tri Aktif

22 Juni 2019   15:11 Diperbarui: 22 Juni 2019   15:14 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi diolah dari foto Kompas/Ferganata Indra Riatmoko 

Teman saya lainnya yang pernah ditinggal kabur istri saja nggak sedih-sedih amat kok. Dia merasa wanita masih berlimpah ruah  selama dunia belum  berakhir. Terbukti, dalam hitungan sekian bulan dia pun mendapatkan pengganti  yang "lebih" segalanya dibanding yang lama. Jadi siapa bilang "berpindah" ke luar zonasi hati itu menakutkan? Bisa jadi lebih membahagiakan tau!

Guru yang sikapnya seperti di atas memang sangat menjengkelkan. Maunya mengabdi di sekolah yang beken. Banyak kegiatan dan aktifitas. Banyak ikut seminar dan sebagainya. Jadi banyak juga dapat uang sakunya. Mereka tak sadar, tenaga mereka sangat dibutuhkan oleh negara demi pemerataan pendidikan.

Di luar sana, siswa-siswi yang selama ini diajar oleh guru asal-asalan sudah sangat merindukan guru-guru yang bermutu dan berkualitas, seperti sosok kenalan yang saya ceritakan tadi.

Dari pengamatan saya terhadap sistem "duo zonasi" ini, pihak sekolah memang tak begitu aktif mensosialisasikannya secara kelembagaan. Malah cenderung diabaikan.

Contohnya, masih ada  sekolah yang tancap gas mempromosikan sekolahnya lewat jalur lama. Formulir penerimaan siswa baru lewat jalur prestasi dan non akademik, tetap saja dikirim ke sekolah-sekolah, berlomba-lomba dengan sekolah lain dalam  menjaring siswa.

Waktu pun terbagi. Orang tua siswa dan anaknya wara-wiri ke sekolah untuk nyiapin segala hal yang berkaitan administrasi pendaftaran. Mulai dari fhoto paling ganteng, legalisir raport, prestasi yang pernah diraih, sertifikat bisa baca Qur'an bla bla bla.

Bagi yang mengabdi di sekolah dasar kebiasaan lama  ini kadang jadi bahan tertawaan dilingkup internal. Bayangkan saja. Ujian belum kelar, nilai akhir masih  diolah, anak belum dinyatakan berhasil, eh tau-taunya si anak dinyatakan lulus di SMP favorit . Kacaunya, si anak di minta belajar dulu dalam jangka waktu tertentu di SMP favorit tadi dengan mengenakan pakaian kebangsaan mereka, merah-putih!

Program "duo zonasi" (guru dan siswa)  sebenarnya sangat baik, namun kadar kebaikannya akan berkurang jika pihak terkait tidak aktif mensosialisasikannya.

Dari pengamatan saya, praktis hanya Kemendikbud  saja  yang terlihat  aktif mensosialisasikan penerapan sistem ini. Dari pihak sekolah dan guru masih sangat kurang. Bahkan bisa dikatakan setengah hati. Akibatnya muncul kegaduhan di sana-sini.

Langkah pemerintah dengan merevisi aturan  sedikit banyak memang mengurangi kegaduhan. Tetapi sesempurna apapun peraturan itu dibuat, jelas dia akan malfungsi selama pihak yang  menerima aturan itu bersikap pasif. Harus ada sinergi antara kemendikbud, sekolah dan guru.

Polanya tentu menjalankan sikap Tri Aktif : Kemendikbud aktif mensosialisasikan aturan mulai dari pusat hingga sekolah, sekolah aktif mensosialisasikannya  pada guru secara kelembagaan, dan akhirnya guru selaku ujung tombak pendidikan aktif mensosialisasikannya secara personal pada lingkungannya (keluarga, orang dekat, warga kampung bla bla bla)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun