Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mulai Lapar : Mantan Santri Seusil Mantan Preman (Tanggapan Artikel Alan Budiman)

1 September 2015   00:16 Diperbarui: 1 September 2015   00:16 4220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dan di bawah ini sejumlah bendungan yang dibangun masa pemerintahan SBY.

  • 2009 – Bendungan Jatibarang, Jawa Tengah (Yang meresmikan memang Jokowi)
  • 6 Juni 2015 – Bendungan Waigeren, Pulau Buru, Maluku.
  • 6 Juni 2012 – Bendungan Waimatakabo, Pulau Seram, Maluku.
  • 6 Juni 2012 – Bendungan Waisamal, Pulau Seram, Maluku.
  • 24 Agustus 2014 – Bendungan Waroser, Papua.
  • 5 September 2014 – Bendungan Tiba, Buleleng, Bali. Nilai proyek 428. (Kontsruksi sudah selesai 96 persen pada tanggal tersebut)

Masih banyak lagi bendungan yang telah dibangun atau digagas pada masa pemerintahan SBY. Misalnya Bendungan Bintang Bano (Mataram), Bendungan Gondang (Solo, Jawa Tengah), Bendungan Mujur, Pandanduri, dan bendungan Meniting (NTB).

Pada kalimat selanjutnya, Alan menulis dengan ambigu. Katanya,” Tidak ada pembangunan infrastuktur transportasi massal luar jawa agar harga komuditas di sana bisa ditekan.” Alan gagal memaparkan fakta, infrastruktur tranportasi massal seperti apa yang sudah dibangun pemerintahan sekarang sehingga harga komoditas bisa ditekan? Membangun jalan tol, jalan negara, jalan propinsi atau pelabuhan (tol laut versi Jokowi)? Saya pikir pada masa pemerintahan sebelumnya semua itu sudah dilakukan. Kalau belum menurut Alan, apakah harga komoditas bisa ditekan? Ah bercanda, wong harga-harga sekarang meroket, kok bilangnya “menekan harga”.

Jujur, selanjutnya saya tak berselera menanggapi opini sdr Alan dengan semua fakta yang tersebar di jagad maya. Isi artikel Alan selanjutnya gampang ditebak. Hanya mencari pembenaran atau suatu peristiwa dengan mengkaitkan kejadian yang dipandang basi. Misalnya soal impor dikaitkan dengan kartel Sapi (merujuk pada kasus LHI), padahal sapi sekarang terjadi zaman siapa dan sifatnya impor juga. Atau soal gebrakan menteri Susi. Untuk yang satu ini Alan enggan mengkaitkan dengan gebrakan menteri Puan dengan website “revolusi mental”-nya. Hahaha...

Lalu di paragraf berikutnya, paragraf berikutnya dan paragraf berikutnya...ah, mohon maaf. Saya memang membaca habis artikel yang bersangkutan. Namun tak selera untuk menanggapinya. Mengingat, pada kalimat-kalimat berikutnya terasa sekali yang bersangkutan mendiskreditkan (merendahkan) seseorang. Bagian yang paling tidak etis dari seorang penulis yang pernah dijamu petinggi negara.

Menurut saya, cukuplah bantahan ringan di atas menjadi pelajaran bagi kita semua. Hemat saya,”Penulis yang benar jangan dinilai dari bahasa tulisannya, tapi lihatlah kualitas kebenaran dari tulisan tersebut. Penulis yang baik tak hanya pandai mengolah kata, tapi mesti pandai juga mengolah rasa. Selanjutnya mesti pandai meramu fakta, jikalau kita menemukan sebuah tulisan di mana faktanya tak saling berhubungan, “kosong” atau bertentangan, segera tinggalkan dari pada kepala terasa dikepruk tongkat Musa!”

Salam mantan “Preman”.

Saya bukan ekonom,ahli teori njlimet atau penganut mazhab konspirasi. Saya hanyalah penulis amatiran yang terus belajar menggali data dan fakta dengan benar, tanpa terikat sponsor atau pesanan pihak tertentu. Wong artikelnya nggak hebat-hebat amat, siapa pula yang mau memanfaatkan saya dengan mengundang makan malam di istana  atau kandang kuda?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun