Seperti dikutip banyak mediia online, Menpora Imam Nahrowi memberikan 3 saran menarik sebagai gambaran ideal  dihelatnya turnamen bertajuk "Piala Kemerdekaan" yang akan digelar Tim Transisi. Gambatan ideal yang dimaksud sepertii, 1. Adanya loker penyimpan barang, 2. Penyesuaian nomor tiket dan kursi, 3. Penggunaan metal detector.
Mari kita ulas satu persatu.
1. Loker penyimpan barang.
Usul yang menarik, namun bikin repot panitia. Menpora harusnya tahu, stadion itu bukan sekolah atau masjid dimana  daya tampungnya bisa diperkirakan. Alangkah repotnya panitia menyiapkan dan menyimpan bawaan pengunjung yang jumlahnya katakanlah di atas puluhan ribu. Di mana menempatkan loker tersebut?  Belum lagi penonton. Mereka jelas akan panik dan bingung memilih antara menyelamatkan diri atau menyelamatkan barang diloker titipan ketika terjadi keributan. Wong tempat penitipan barang sudah berantakan dan penjaganya minggat demi menghindari keributan. Siapa yang bertanggingjawab jika kemungkinan buruk itu terjadi? Panitia? Mereka maunya untung  terus sekarang malah dianjurkan terbiasa ganti rugi.  Usul menpora ini rasanya sulit diterapkan, bahkan di negara yang sepakbolanya sudah maju pun rasanya usul ini dianggap kurang brilyan.
2. Penyesuaian nomor tiket  dengan kursi.
Rasanya usul ini juga berlebihan. Masa penonton diminta cari tempat duduk masing-masing layaknya naik pesawat, bis atau kereta? Okelah kalau kursinya kursi tunggal kayak di liga Italia. Mudah mencarinya. Kalau kursinya tidak ada, dan penonton duduk di kursi anak tangga dari  coran semen, nempel nomernya di mana?  Lebih kacau lagi bagi tim hore-hore yang biasa memandu suporter menyemangati pemain. Repot kalau anggota "paduan suara" ini duduknya terpisah-pisah konsekuensi dapat npmer tiket yang kursinya berpencar. Sulit dong menyatukan kursi dalam satu kavlingan, apalagi kalau tak ada kursi. Apa tim pemandu sorak harus bawa gergaji atau palu untuk memotong dan memecah tempat duduk yang terbuat dari anak-anakan tangga?
3. Penggunaan Metal detector.
Tujuannya sih bagus, mencegah teroris sepak bola masuk stadion. Tapi berlebihan. Seolah-olah semua penonton tabiatnya tukang rusuh semua. Kalau mau bikin rusuh, suporter yang tidak bawa pentungan, potongan besi, obeng, palu, gir dan sebagainya, mereka bisa lakukan itu bermodalkan kepalan tinju. Penggunaan metal detector alhasil sia-sia. Untuk mencegah keributan sebenarnya mudah, bangun kesadaran semua suporter kalau sepakbola itu hanya hiburan semata. Minta mereka menjunjung tinggi fair play dan sportifitas. Perkuat sanksi bagi pemain atau suporter yang menjafi biang keributan. Selesai.
Dari ulasan ringan di atas, sekali lagi, usul Menpora memang baik. Namun usul saya, jangan dulu diterapkan karena hanya mengundang kerepotan semua pihak. Kreatif dan inovatif itu penting, namun usul Menpora kali ini tidak penting-penting  amat. Prioritas Menpora sekarang adalah berdamai dengan PSSI, bukan mengurusi penonton dan pelayanan di stadion. Itu mah urusan klub dan panitia penyelenggara. Kecuali Menpora bertindak selaku Event organizer-nya. Apa iya fungsi Menpora sudah sampe ke sana? Kalau iya, bener-bener Menpora rasa baru nih.
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H