Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Siapa Mau Bersakit-Sakit Selama 3 Tahun?

19 Mei 2015   01:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:51 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peribahasa pernah  mengatakan,”Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”

Peribahasa ini memotivasi seseorang untuk terus bekerja  sanggup menghadapi penderitaan demi mencapai kebahagiaan. Peribahasa ini cocok disematkan pada diri pribadi dalam mengarungi hidup di tengah ikhtiar yang dilakukan. Dengan ikhtiar itulah hidup seseorang akan ditempa oleh zaman dan biasanya mereka yang bersabar dengan penderitaan tersebut, dengan ikhtiarnya dia akan beroleh kebahagiaan.

Namun jika ikhtiar  yang kita lakukan sudah dijustifikasi akan gagal selama 3 tahun, sama saja kita mematikan proses kreatif akal dalam menyelesaikan persoalan. Tak ada yang bisa kita perbuat selain menunggu datangnya tahun ke-4 dan seterusnya. Praktis selama 3 tahun motivasi diri kita berkurang, nyali juga menciut dalam menghadapi berbagai rintang dan persoalan. Layaknya atlet, apa mereka akan menjadi juara di tahun ke-4, jika 3 tahun sebelumnya mereka menderita, jarang berlatih dan kurang gizi?

Psikologisnya memang begitu. Contoh lain. Coba minta anak SMP  menderita dulu di sekolah selama 3 tahun, ditandai dengan atap bocor, gedung sekolah hampir roboh, fasilitas tak ada, lantai sekolah berlumpur atau minimal tanah liat, minta mereka menjalani penderitaan selama 3 tahun. Janjikan kebahagiaan di tahun ke-4 misalnya diluluskan, apa mereka sudi? Buat apa. Wong bangunan sekolah yang megah, tanah dari keramik emas, dan semua fasilitas lengkap lainnya tadi tidak akan mereka nikmati lagi. Kebahagiaan akan mereka dapat di tempat baru, di tempat lama memori penderitaan akan dikenang sepanjang hayat. Apalagi kalau ternyata ada salah satu rekan mereka yang katakanlah meninggal akibat sekolah roboh, apakah penderitaan yang mereka jalani akan terbayar lunas di tahun ke-4?

Sama sekali tidak.  Jangankan setahun tiga tahun, sehari dua hari pun seseorang tidak akan sudi diberi penderitaan dari pihak lain dengan iming-iming kesenangan yang akan didapat kemudian. Sifatnya sangat subjektif. Penderitaan jelas akan dijalani, namun kebahagiaan adalah rahasia Ilahi!

Memang, seorang pemimpin apapun levelnya mestinya menanamkan motivasi berjuang terhadap bawahannya, perlu dihindari  menganjurkan bawahan untuk bersiap menjalani penderitaan.

Selain kisah anak sekolah di atas, belajarlah pada pengalaman  seorang panglima yang ingin mengirim pasukan ke medan perang. Jika panglimanya sebelum berangkat menasehati pasukannya bahwa perang yang akan dijalani sangat ganas dan pasti pasukan yang diberangkatkan  akan mengalami penderitaan (kekalahan)  selama 3 tahun, dan meraih kesenangan (kemenangan) di tahun ke-4 atau setelah itu, pasti nyali pasukan akan turun. Seandainya panglima tersebut meminta pasukan untuk angkat tangan bagi yang keberatan berangkat saat itu juga, dijamin mayoritas pasukan akan angkat tangan, menolak diberangkatkan berperang. Mereka lebih memilih berangkat ke medan perang di tahun ke-4 setelah tentara-tentara angakatan 1, dan dan 3 babak belur oleh musuh, namun terus bertahan demi tahun ke-4. Mengetahui hal ini, apa iya ada tentara yang sudi tergabung di angkatan 1, 2 atau 3? Paling mereka kompak lebih memilih berangkat di tahun ke-4.

Karenanya saya selaku rakyat kecil menolak diajak menderita selama 3 tahun, kecuali semuanya dari level kuli bangunan sampai para pejabat menderita sama-sama! Kalau rakyat kecil saja yang diajak menderita mah sudah bosen.  Rakyat kelas bawah sudah menjalani peribahasa  itu selama puluhan tahun. Toh sampai sekarang kesenangan yang dijanjikan negara tak kunjung didapatkan. Makanya saya keberatan dikasih bonus penderitaan selama 3 tahun, walau akhirnya tak bisa berbuat apa-apa. Bagi yang bersedia itu hak anda! Wong anda mungkin tidak akan menderita kok!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun