Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Istilah "Rumah Sakit" Bagian dari Simbolisme Berbahasa

4 Januari 2014   19:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:09 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dari dulu banyak yang beranggapan, penyebutan istilah “Rumah Sakit” kurang tepat bila dikaitkan dengan maksud, tujuan dan esensinya. Apalagi bila dikaitkan dengan KBBI dan Do’a. Dan yang lebih kuarang tepat lagi ketika kita melihat Rumah Sakit lengkap dengan tulisan “Buka 24 jam”. Lucunya rumah sakit itu punya pintu dan jendela. Kalo buka 24 jam artinya nggak usah bikin pintu dan jendela. Kan tak ada acara tutup-menutup? Bingung, kan?

Menyangkut istilah “Rumah Sakit” yang kita kenal selama ini, hemat penulis memang namanya kurang tepat. Mungkin yang lebih tepat “Rumah Medis”, karena mereka yang singgah di rumah ini semuanya berkaitan dengan medis, mulai dari jarum suntik, infus dan segala hal yang berbau obat-obatan. Atau disebut saja “Rumah Singgah” sekalian. Toh mereka di sana sekedar singgah. Bukan ngontrak. Hehehehe

Tetapi walau istilah rumah sakit tadi rancu secara bahasa, saya pikir mengubahnya bukan perkara sepele. Rakyat sudah familiar dengan nama tersebut. Mereka sudah faham kalau kita masuk ke sana artinya ada yang ‘tampil beda’ pada tubuh kita alias tubuh butuh penanganan lebih lanjut agar bagian tubuh yang overacting tadi dijinakkan dengan cara medis atau pengobatan. Berhasil atau tidak tergantung sugesti pemilik tubuh, aparatur medis dan canggihnya alat-alat pengobatan. Mukjizat Allah tidak saya sebut, bukan berarti tak percaya, tapi karena kita umat beragama pasti mengakui penyembuh yang paling utama tadi tak lain Tuhan semesta alam.

Kembali kepada kerancuan bahasa tadi. Seandainya istilah “Rumah Sakit” tadi harus balik nama karena tidak sesuai dengan khaidah berbahasa, ada banyak sekali istilah-istilah lain di negeri ini yang juga melakukan “pelecehan” resmi terhadap bahasa. Kalau semuanya diubah repotnya bukan main. Apakah itu? nih sebagian dari contohnya. Anda bisa menambahkan istilah lain yang rancu di kolom komentar.

Istana Negara : Ini kurang tepat. Emang kita zaman kerajaan?

Bandara : juga tidak tepat. Emang udara mau berlabuh?

Pelabuhan laut : juga kurang tepat. Yang bener pelabuhan kapal. Laut kok berlabuh?

Jalan Layang : Ah, masa ada jalan yang melayang-layang. Nyatanya pake tiang kan? Padahal disebut melayang bila suatu benda berada di udara bergerak abnormal.

Tukang Sapu : eh, kerja mereka nyapu jalanan, bukan jual atau bikin sapu. Gimana kalo diganti pemungut sampah?

Dan masih banyak lagi contoh kerancuanlain dalam berbahasa. Cuma semua itu saya pandang sebagai simbol saja. Seperti penyair, jika semua dikaitkan dengan khaidah KBBI, syair mereka tak lagi indah, miskin dengan simbol-menyimbol. Makanya, nilai saja kerancuan berbahasa tadi lewat kacamata seorang penyair yang sarat simbol. Kalau kita memandangnya keluar dari sana, masih banyak sekali kerancuan berbahasa kita yang keliru.

Saya bukan ahli bahasa, cuma paling suka berpikir rancu. Salam kerancuan saja buat sesama. Hehehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun