[caption id="" align="aligncenter" width="641" caption=" Ahok dan Wakil ket. DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana (kanan)/kompas.com"][/caption]
Permintaan wakil ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana (Lulung) agar Ahok mundur saja bila tak mampu mengatasi banjir di kampung Pulo sungguh pernyataan yang sangat aneh dan sedikit membingungkan. Semua orang tahu, anpa kerja sama berbagai elemen, Problem banjir di Jakarta tidak akan teratasi sampai kiamat walau mengerahkan 10 ribu pawang hujan. Mau Satrio Piningit era milenium pun yang memimpin DKI, tetap saja Limpahan air ini akan menyambangi Jakarta untuk menuju muaranya. Apabila dihambat oleh Kampung Pulo atau kampung lainnya tentu banjir ini akan meluber ke kampung lain juga.
Dalam kasus banjir di kampung Pulo, sejatinya warga mau direlokasi ke tempat lain dari pada bikin mampet saluran air dengan pemukiman mereka. Masih mending jika pemukiman tersebut memiliki izin, kalau tidak dan melanggar aturan main tentu mereka yang membela para pemukim liar ini hanyalah orang-orang ling-lung.
Mau pake logika Tarzan atau superman, apa yang disampaikan Ahok bahwa banjir di kampung pulo tidak akan teratasi jika warga tak mau pindah tentu dapat dibenarkan. Pemukiman warga yang berada di bantaran sungai memang berdampak pada dua hal. Pertama, pemukiman warga sudah barang tentu akan menghambat laju air seperti yang disampaikan Ahok. Kedua, keberadaan warga yang tidak taat aturan dengan membuang sampah sembarangan ke sungai turut andil meningkatkan potensi banjir di masa mendatang.
Dalam mengatasi hal tersebut, program pemkot DKI untuk menindahkan pemukiman warga dari bantaran sungai harusnya didukung sepenuh hati oleh DPRD DKI, terutama Lulung dan kawan. Jangan sok optimis kalau kerja saja kurang berpihak pada rakyat Jakarta. Kalau hanya sekedar berpihak pada warga kampung pulo itu artinya semua anggota dewannya mandul dan impoten.
Selaku wakil rakyat di ibukota negara harusnya mereka bikin perda yang melarang siapapun mendirikan bangunan radius 50 meter dari tepi sungai. Ini malah cuek dan membiarkan siapa saja mendirikan bangunan dengan berbagai alasan. Akibatnya banjit terus mengintai Jakarta kalau anggota DPRD DKI malas intropeksi diri.
Telat intropeksi biasanya bisa bikin ling-lung. Sah-sah saja bila warga Jakarta kemudian mempertanyakan; Apa dan sejauh mana langkah yang sudah dilakukan oleh DPRD DKI untuk mengatasi banjir di Jakarta. Produk hukum apa saja yang sudah mereka hasilkan untuk mempidanakan para pemukim liar disekita bantaran sungai. Sejauh mana efektifitas aggota dewan dalam men-support program eksekutif dalam mengatasi banjir dengan perangkat keras dan lunaknya. Kalau semua itu masih kabur, ada baiknya DPRD DKI intropeksi diri daripada tidak dipilih rakyat pada pileg mendatang.
Pendapat saya pribadi, membiarkan warga tetapberada di bantaran sungai sama saja melanggar hak orang lain untuk menolak banjir. Bayangkan jika warga kampung pulo keberatan direlokasi, apa mereka pikir banjir itu hanya mereka sendiri yang menikmati? Linglung itu namanya. Mau tidak mau, sampai kiamat kampung Pulo dan sekitarnya tetap akan kebanjiran seperti kata Ahok. Wajar Ahok pesimis jika hal itu belum teratasi. Mereka yang optimis seperti Lulung ini sah-sah saja. Namanya juga optimis menjelang pemilu. Kalau tidak optimis mana bisa terpilih. Bisa jadi pemilih terdaftar di kampung pulo dan sekitarnya sama melimpahnya dengan banjir yang datang selama ini.
Bacaan :
Lulung : Kalau Ahok Pesimis, Mundur Saja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H