Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sesat" Pikir Label Haram

28 Februari 2014   10:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:23 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Brunai, Contoh Negara Muslim Yang Tetap Memakai Sertifikasi Halal

[caption id="" align="aligncenter" width="589" caption="Brunai, Contoh Negara Muslim Yang Tetap Memakai Sertifikasi Halal (brunai-halal.com)"][/caption]

Usulan YLKI agar sertifikasi halal dihilangkan dan diganti dengan Sertifikasi Haram dengan alasan mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim sehingga kebanyakan produk yang beredar adalah halal menarik untuk disimak. Dari usulan ini tercermin bahwa YLKI memang berpihak pada kepentingan konsumen dari segi kepraktisan dalam memilih produk, baik minuman atau makanan.

Namun dari usul yang agak nyeleneh ini kemudian muncul beberapa pertanyaan

Pertama, apakah perusahaan bersedia produk mereka diberi label haram?

Besar kemungkinan mereka tak bersedia. Ketika produk mereka diberi label haram, maka otomatis dalam otak konsumen sudah tercipta pola pikir bahwa perusahaan tersebut tidak beres dan akibatnya bisa jadi semua produk mereka akan diragukan "kebaikannya" oleh konsumen.

Selain itu dalam dunia bisnis manapun, tak ada satupun perusahaan yang mau dilabeli buruk dengan produknya. Walau kenyataannya produk yang dihasilkan jelek, perusahaan elektronik, misalnya, tetap mempromosikan pada konsumen bahwa produk mereka berkelas. Mustahil mereka mengungkapkan kebobrokan produk mereka pada konsumen. Bayangkan apabila diberi label haram, tentu konsumen akan menjauh dari semua produk yang dihasilkan perusahaan tersebut, walau sebenarnya produk yang dijauhi tersebut sangat berkualitas misalnya.

Kedua, Jika alasan YLKI agar label halal dihilangkan dan diganti dengan label haram dengan alasan mayoritas rakyat Indonesia adalah Muslim dan makanan serta minuman yang beredar lebih banyak yang halal, dari negara mana YLKI mengacu hal tersebut?

Kita yakin soal sertifikasi halal ini bukan hanya di Indonesia. Di negara Timur Tengah pasti ada juga lembaga yang memberikan sertifikasi halal pada produk makanan dan minuman. Di Eropa sendiri, tepatnya di Turki yang mayoritas Islam ada Turkish Standards Institute (TSE) yang berwenang memberikan sertifikat halal. Tak ada informasi di negara Turki ini label haram diterapkan. Padahal mayoritas rakyat Turki adalah Islam sehingga makanan dan minuman yang beredar kebanyakan layak dikonsumsi warganya.

Pemandangan serupa terpampang di negeri muslim lainnya seperti Malaysia, Brunai, sampai negara-negara Timur Tengah sana. Makanya menjadi pertanyaan yang serius pada YLKI di negara mana acuan sertifikasi haram itu diterapkan?

Semoga YLKI bisa menjawabnya dan memberikan contoh sebagai perbandingan. Jika memang tak menemukan negara yang bisa menjadi acuan, maka bisa jadi usulan YLKI ini disebut sesat pikir label Haram.

Bacaan :

FAO Nominasikan Turki Jadi Eksportir Makanan Halal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun