Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Iqbal, Ciri Masyarakat Kota Yang “Sakit”

28 Maret 2014   10:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:22 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harian Terbit/hendroherisuharyono

[caption id="" align="aligncenter" width="555" caption="Harian Terbit/hendroherisuharyono"][/caption]

Tiap kali membaca kasus Iqbal terutama menyangkut reka-ulang penganiayaan terhadap bocah malang tersebut oleh Dadang, hati saya selalu mendidih. Ingin sekali berada di TKP saat rekontruksi dan kemudian menarik pelakunya dari tangan aparat kemudian melampiaskan semua amarah sampai si Dadang ini mampus beneran. Sayangnya saya hidup di kota terpencil yang jauh dari carut-marut kecuekan seperti Jakarta.

Perasaan ingin menghakimi Dadang secara langsung seperti itu bukan milik saya saja. Semua orang yang memiliki hati nurani dan menyimak kronologis kasus ini darahnya pasti menggelegak mengetahui ada seorang anak 3,5 tahun mengalami penyiksaan tergolong sadis oleh orang dewasa hingga kekejamannya mengalahkan seekor binatang paling sadis di muka bumi ini . Siapapun tidak akan sanggup membayangkan penderitaan Iqbal yang disiksa dari ke hari tanpa seorangpun yang mampu menolongnya. Air mata tanpa disadari pasti meleleh.

Namun yang mengherankan adalah perilaku warga Jakarta sendiri, terutama di sekitar TKP atau tempat di mana Iqbal beraktifitas selama ini. Banyak pertanyaan yang membuat saya yakin kalau warga Jakarta sudah kian memudar perhatiannya terhadap sesama terutama kaum lemah seperti Iqbal.

Kemana warga Jakarta saat Iqbal dipaksa mengamen dengan tubuh penuh luka? Apa saja yang dikerjakan pak RT dan RW sehingga tak mengetahui ada seorang balita setiap malam selalu menjerit, menangis menerima siksaan sambil menyebut nama ibunya? Apa tetangga, pejalan kaki, orang-orang kantoran di sekitar lokasi kejadian terlalu sibuk sehingga tidak bisa mendeteksi penderitaan yang dilalui oleh seorang anak dalam kesehariannya? Mengapa para penumpang Buskota di Jakarta cuek saja melihat kondisi tubuh Iqbal penuh lebam akibat siksaan? Ironis, Jakarta yang katanya tempat orang berpikiran maju namun ternyata dari segi empati dan kemanusiaan malah mulai kedodoran.

Jakarta boleh bangga sebagai ibukota negeri ini. Banggalah memiliki gedung-gedung pencakar langit. Banggalah dengan gelar kosmopolitan atau megapolitan. Tetapi Jakarta sudah mengalami degradasi kemanusiaan. Jakarta sudah dipenuhi polutan yang membuat warga Jakarta banyak yang “sakit”. Kasus Iqbal adalah salah satu contoh bagaimana penyakit kemanusiaan sudah menggerus perhatian warga Jakarta terhadap kaum yang lemah.

Warga Jakarta harus bangkit untuk mengembalikan kepekaan mereka terhadap sesama yang mulai menghilang. Salah satunya dengan mendukung HUKUMAN MATI TERHADAP DADANG ISKANDAR, MANUSIA JAHANAM PENYIKSA IQBAL. Banjiri persidangan dan dorong pengadilan untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap Dadang Laknatullah.

KPAI jangan hanya sekedar bicara ancaman berlapis, pasal sekian ayat sekian dan sekian juga pembelaannya. Suarakan agar pengadilan tak ragu-ragu menjatuhkan hukuman mati terhadap pelaku penyiksaan anak yang sudah melampaui batas-batas kemanusiaan!

Bacaan :

Polisi Gelar Reka0Ulang Penganiayaan Terhadap Iqbal

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun