Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tulisan Ke-501 di Kompasiana

13 September 2014   08:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:49 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada yang spesial pada artikel ini. Selain hanya sedikit ingin memuaskan hati dan mengingatkan diri sendiri kalau tulisan yang saya publish kali inisudah memasuki angka ke-501 selama berkecimpung di Kompasiana. Angka 500-an bagi mahluk yang mendaftar di kompasiana sejak 4 april 2013 seperti saya memang tak terlalu membanggakan. Namun mengingat saya mulai aktif menulissejak bulan September 2013 setelah akun terverifikasi lewat petunjuk seorang admin, kisaran angka tersebut menjadi istimewa.

Sebelum  akun terferifikasi saya memang sempat menulis beberapa biji artikel. Elektabilitas memang meningkat setelah akun disyahkan admin. Namun lama kelamaan elektabilitas menulis menurun karena berbagai pertimbangan, terutama menjelang pilpres. Tensi menulis sengaja diredam mengingat semua kanal kompasiana dipenuhi oleh pendukung fanatik salah satu capres yang tak sungkan mem-bully pihak lain bila dianggap isi tulisan berseberangan pendapat dengan mereka. Hal itu terasa betul saat membaca berbagai artikel tendesius yang lebih menyoal personal daripada mengkritisi isinya.

Serangan setengah masif dan tidak terstruktur ini kerap terlacak dari komentar-komentar berbau “nyinyir” ereka baik di artikel yang mereka kritisi maupun di artikel teman-teman mereka yang ‘satu bendera”. Dan itu adalah fakta yang tak bisa dipungkiri. Demi menjaga konduksifitas, terpaksa saat itu semangat menulis harus diredam dari pada merusak pertemanan atau debat terus dengan akun spesialis komentar siluman. Ehem!

Saya kurang tahu persis, apakah tragedi pem-bully-an di Kompasiana itu juga yang menyebabkan puluhan rekan yang selama ini eksis menulis di Kompasiana, yang kebetulan mendukung salah satu capres, terpaksa mengurangi waktu mereka untuk ber-kompasiana ria? Mudah-mudahan dugaan saya ini mentah dan rekan-rekan yang menghilang sementara tadi mau unjuk diri lagi. Sangat disayangkan memng, karena setahu saya rekan-rekan yang dimaksud tadi termasuk penulis jempoler di Kompasiana kalau tidak mau di katakan penulis yang cerdas.

Saya yakin mereka menghilang untuk kembali, bukan menghilang karena meratapi kekalahan. Saya tak yakin mereka menghilang karena belum siap menghadapi para pem-bully yang sudah siap melontarkan amunisi untuk meledek kekalahan mereka sebelumnya. Ah, terlalu jauh pikiran saya. Atau memang ada benarnya? .

Ok, kembali pada maksud artikel. Dari kisaran angka 500-an ini saya coba mengecek tingkat elektabilitas menulis saya apakah naik, menurun atau stagnan? Jawabannya, menukik turun.

Kenyataannya memang aneh. Pada september 2013 saya melayangkan 58 tulisan. Bulan Oktober naik menjadi 87 tulisan. Namun bulan berikutnya dari Nopember 2013-September 2014 terus menurun. Mulai dari 76 tulisan, 65,67, 45, 31, 21, 16, 14, 8, 5, dan terakhir hanya menayangkan 3 tulisan di bulan September lalu. Kalau dibikin grafik mungkin bentuknya “terjun bebas’. Bercermin dari elektabilitas ini sepertinya sulit bagi saya untuk diusung koalisi merah putih pada pilpres 2019 mendatang.Tapi saya juga tak berminat berkecimpung di koalisi tersebut.

Praktis dengan perhitungan sederhana di atas, membuat saya agak kecewa  karena tak bisa menjaga elektabilitas menulis. Akibatnya ingin menghukum diri sendiri dengan berjanji hanya makan hanya 2 kali sehari beserta menu apa adanya. Tapi tunggu dulu, dari penelitian sok ilmiah ini, saya akhirnya tahu, ternyata dihitung dariSeptember 2013-September 2014 tingkat rata-rata menulis saya berada pada kisaran 1,4 tulisan per hari.

Hmm, lumayan. Berarti target setelah terverifikasi untuk mempublish sebuah tulisan per hari secara umum tercapai. Plok Plok Plok! Mulai besok saya memutuskan makan 3 kali sehari untuk menambah stamina menulis. Hehehehe...

Oya, Ihwal keaktifan saya menulis sendirididorong oleh rasa salut saya dengan beberapa penulis, terutama pak Tjiptadinata Effendi, mohon maaf namanya disebut, di mana di usianya yang sudah dianggap tak muda lagi, menurut saya (kecuali pak Tjip tak sepakat. Hehehe.) Beliau  ini terus berbagi inspirasi dengan sesama anak bangsa melalui berbagai tulisannya yang selalu di stempel inspiratif oleh sebagian besar pembaca.

Dari rasa kagum inilah saya mencoba belajar menulis di kompasiana dengan prinsip objektif dan apa adanya. Objketif, karena saya tak peduli dalam soal politik Kompasiana mengarah ke mana. Apa adanya ya apa adanya. Saya nggak perlu peduli segmen mana yang bakalan laku alias diirik admin. Menulis berarti tetap menggores kata-kata. Jadi kita punya kebebasan untuk menuangkan semua gagasan tanpa terikat pada pesan sponsor.

Tolok ukur kesukaan saya ber-Kompasiana adalah mencari kepuasan diri dan berlimpahnya pertemanan. Sebab, kalau ukurannya adalah materi jelas sulit didapat kecuali kita memang selalu termotivasi mengikuti berbagai event menulis yang digelar oleh Kompasiana bekerjasama dengan pihak ketiga. Masalahnya saya terkena 'penyakit   malas'  mencari referensi!

Kalau ada kesukaan, tentu ada ketidaksukaan saya pada Kompasiana? Apa saja? Hmm...terpaksa membuang malas tadi dengan mencari referensi. Tunggu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun