Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tunaikan Janji Kemerdekaan-mu Melalui Indonesia Mengajar, Indonesia Menulis

21 November 2014   20:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:12 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_336867" align="aligncenter" width="305" caption="Bukan Narsis, Ajakan Untuk Terus Menulis, (07 Oktober 2013) Ditunaikan Hingga Hari Ini"][/caption]

Mungkin kita sudah banyak mengenal “Gerakan Indonesia Mengajar” yang digagas Oleh Anies Baswedan. Gebrakan rektor Universitas Paramadina ini banyak menuai apresiasi dari kalangan guru dan pemerhati masalah pendidikan. Melalui Gerakan ini,  Anies Baswedan, kini diberi amanah untuk memimpin  Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, mengajak masyarakat yang berikhtiar untuk ikut berperan aktif mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai wujud mereka  melunasi janji kemerdekaan.

Beda dengan upaya  Anies Baswedan untuk memajukan pendidikan di tanah air, Sukanto Tanoto juga berusaha melunasi janji kemerdekaan-nya dengan mendirikan Tanoto Foundation. Kiprah Yayasan ini tak hanya terbatas dalam bidang pendidikan seperti memberikan bea siswa atau membangun sekolah, tapi meliputi aspek kesehatan dan bantuan bencana.

Mengamati kiprah kedua tokoh bangsa ini, dapat dikatakan keduanya bertekad memberikan sumbangsih pemikiran dan finansial mereka agar bangsa ini terus bergerak ke arah yang lebih baik. Lalu apa yang akan diberikan oleh seorang guru selain menanamkan pengetahuan baru terhadap anak didik mereka?

Banyak upaya yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan mengembangkan gagasan pencerahan melalui sebuah tulisan. Perkara menulis ini memang urgen karena ia dapat memacu intelektual seorang guru. Dalam hal ini pemerintah sering menyerukan agar seorang tenaga pendidik mampu menulis, tak hanya sekedar mengumpulkan nilai fortofolia, tapi sekali lagi memang menyiapkan seorang guru untuk berpikir secara global. Sayangnya itikad pemerintah agar guru, terutama mereka yang akan menyelesaikan strata satu, wajib  menulis karya ilmiah, banyak ditentang oleh perguruan tinggi dengan berbagai alasan.

Alasan penolakan ini bagi saya menandakan para dosen di perguruan tinggi termasuk rektor, ternyata belum siap membentuk lulusan menjadi pribadi yang kuat dan berkarakter. Atau sebagaian besar mereka memang enggan menulis sebagai bukti perjalan ilmiah dari yang bersangkutan? Mungkin ada benarnya sebab sebagian besar dosen yang saya kenal lebih suka memberi tugas menulis pada calon guru dari pada membuktikan hasilnya. Dengan demikian, mereka yang keberatan tadi bisa dianggap kurang serius memenuhi "janji kemerdekaan"-nya untuk menyiapkan tenaga pendidik yang terampil, berpikir ilmiah dan global serta berdaya guna di tengah masyarakat.

Minimnya budaya keteladanan yang didapat seorang guru saat mereka menimba ilmu di perguruan tinggi sedikit banyak membuat kalangan pendidik tak tahu bagaimana menulis untuk orang. Mayoritas hanya jago menulis status di Facebook. Itu adalah fakta. Mereka sudah kehilangan rasa teladan dan keteladanan. Namun seorang guru berwawasan global tidak akan sulit menemukan keteladanan baru. Dua tokoh di atas, Anies Baswedan dengan Gerakan Indonesia Mengajar-nya dan Sukanto Tanoto dengan Tanoto Foundation-nya, dapat menjadi sumber inspirasi bagi kalangan pendidik; bagaimana sebuah kesuksesan yang diraih keduanya tak mengajarkan lupa  untuk melunasi janji kemerdekaan dengan berbagai cara. Hati dan budi mereka senantiasa tergerak dan bergerak demi memperbaiki kualitas sumber daya manusia melalui sosialisasi gerakan, pengajaran dan kiprah sosial.

Kita berharap, usai gelaran kompetisi menulis yang diadakan Kompasiana dan Tanoto Foundation ini, minat kalangan tenaga pendidik untuk menulis terus terpelihara. Sangat disayangkan jika seorang tenaga pendidik hanya menulis sekedar mengikuti lomba saja. Habis mengikuti lomba tulisan mereka tak pernah muncul kembali. Itu berarti mereka "melarikan" diri dari sebuah keteladanan  yang ingin diteladankan.

Tapi saya percaya hal itu tidak akan terjadi. Untuk membuktikannya memang perlu didahului dengan meluruskan niat. Saran saya, mulai sekarang, Goreskan Penamu dan Tuliskan. Jadikan ia bermanfaat untuk Indonesia.

Baca Juga :

Menulislah Untuk Indonesia

Manfaat Tersembunyi Dari Menulis Yang Jarang Diketahui Guru

Album Laguku Yang sudah diperjualbelikan (Menulis tak melulu bikin Artikel/Opini/Cerpen, bisa dalam bentuk membuat lagu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun