Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Berinteraksi di Medsos Harusnya Membuat Nyaman

24 Desember 2014   21:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:32 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam sebuah kampung, interaksi sosial terkadang tak bisa berjalan mulus. Ada sekat-sekat yang dapat membatasi pola interaksi tersbut. Misalnya seorang warga yang berprofesi PNS atau buruh serabutan, terkadang interaksi mereka sesama warga berkurang. Waktu mereka direnggut oleh berbagai kesibukan demi memenuhi atau kebutuhan hidup. Pergi pagi pulang petang, sore hingga lepas isya bercengkerama dengan keluarga. Habis itu bersitirahat dan mulai memikirkan apa yang akan diperbuat esok hari. Kalaupun mereka ingin berinteraksi, terkadang mesti lihat-lihat orang dulu. Seorang PNS memilki kecenderungan ngobrol dengan tetangga yang berikiran menengah ke atas. Mereka agak sungkan bergabung dengan masyarakat bawah yang sering nongkrong di warung kopi sambil main gaple.

Pola interaksi yang berkaitan dengan status sosial atau kepribadian ini adalah kenyataan umum yang sering kita lihat. Terutama di kota-kota besar. Interaksi antar warga nyaris menghilang. Bahkan terkadang siapa tetangga yang ngontrak disamping rumah saja tidak kenal. Bukan berarti salah satunya sombong dan tak mau bergaul. Sekali lagi, faktor kesibukan dan penghidupan turut menentukan manis tidaknya interaksi  yang terjalin antar sesama.

Begitu juga saat kita berkompasiana. Interaksi antar sesama penulis tak mungkin mulus. Ada juga sekat-sekat pemisah berupa kesukaan terhadap tema tertentu,  perbedaan pandangan, karakter, tingkat intelektual, dan sebagainya. Mereka yang hobby fiksi lebih menyukai berinteraksi dengan penggemar fiksi daripada penulis rubrik politik yang sok-sok ingin berfiksi. Mereka yang suka traveler tentu lebih mudah berinteraksi dengan sesama mereka walau tak menutup kemungkinan mereka mau juga berinteraksi dikanal lain. Namun persentasenya tentu sangat sedikit.

Mereka yang suka berdebat atau mencela, ternyata memang lebih suka berinteraksi dengan orang yang berkarakter sama. Mustahil mereka mau berinteraksi dengan seorang alim dalam tulisannya. Para guru mungkin lebih suka membaca rubrik yang berkaitan dengan pendidikan dan penulisnya daripada berinteraksi dengan penulis  kolom politik.

Bahkan, mereka yang suka menulis politik atau bersinggungan dengan agama lebih menyukai berinteraksi dengan orang-orang yang sefahaman dengan mereka.  Pokoknya kalau sudah sehaluan, kolom komentar dipenuhi dengan canda. Namun kalau tak sehaluan, kolom komentar dienuhi dengan caci dan cela. Itulah fakta yang terjadi di mana saja, tak hanya di Kompasiana, tapi di medsos lain seperti FB atau blog.

Walhasil, mengharapkan interaksi yang sempurna di Kompasiana adalah hal mustahil. Saya ambil contoh diri saya pribadi. Saya mungkin tak mungkin berinteraksi dengan semua orang yang ada di list pertemanan. Interaksi hanya bisa dilakukan ketika kita tahu seorang teman mem-publish tulisan  dan tulisannya masuk kategori  Higlight, TA dan  HL. Atau ketika teman tadi menitipkan link tulisannya pada kita.

Kalau hal tadi (Higlight, TA, HL, titip link) tidak terjadi, jangan harap interaksi dapat terjalin dengan baik.  Jumlah tulisan ada ribuan dalam sehari. Tentu mustahil kita harus mencari dulu mana teman dan mana tidak sebelu membacanya.

Solusinya, jika sebuah tulisan sudah terlihat menarik dari judulnya, klik saja tanpa harus mikir dia teman atau tidak. Namun jika sebuah tulisan kita ketahui masuk kategori suka mencela atau fitnah, mau HL atau TA, jangan dilirik, membuat dada sumpek saja. Baru masuk, sudah dicurigai macam-macam.

Kita semua  tidak  butuh investasi dalam bentuk komentar atau vote dari seseorang yang suka berdebat sambil mencela. Kita  menulis untuk melampiaskan kegundahan, tak sekadar pengen dipuji atau dibanjiri vote oleh sekelompok orang. Kebanyakkan bukan itu yang kita  harapkan ketika pertama kali memutuskan terjun di Kompasiana.

Menulis bagi kita semua  adalah obat pelipur lara, alat untuk melakukan pencerahan, bukan alat untuk menghakimi pihak lain. Atau menyerang personalnya. Kalau ada yang nyaman melakukan itu, kita ucapkan saja,”Maaf, saya tak nyaman berinteraksi dengan anda.”.

Selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun