Mohon tunggu...
Erwin Alvian
Erwin Alvian Mohon Tunggu... Lainnya - Professional son.

Hidup cuma sekali. Karena kalo 3x, berarti hidup, hidup, hidup. :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

CSR, Kepedulian atau Pencitraan?

6 Juli 2024   00:09 Diperbarui: 6 Juli 2024   10:10 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Corporate Social Responsibility (CSR) telah menjadi salah satu topik penting dalam dunia bisnis modern. Corporate Social Responsibility adalah konsep dimana, sebuah perusahaan mengintegrasikan bentuk kepedulian social mereka terhadap lingkungan sekitar atau dengan para pemangku kepentingan. 

The World Business Council for Sustainable Development (Rahman, 2009 : 10) menjelaskan bahwa CSR adalah bentuk dari komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, komunitas setempat dan masyarakat sebagai keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. 

CSR sendiri melibatkan Tindakan dan kebijakan yang dirancang dan dilaksanakan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan di luar dari kepentingan operasional perusahaan. 

Pelaksanaan dari CSR ini bisa berbagai macam, mulai dari pengurangan jejak karbon, program pengembangan masyarakat serta donasi untuk bidang Kesehatan dan Pendidikan. Sehingga, kualitas dan akses hidup terhadap layanan dasar bagi masyarakat kurang mampu  dapat meningkat. 

Namun, muncul pertanyaan mendasar terkait motif dibalik pelaksanaan CSR oleh perusahaan. Apakah kegiatan CSR ini murni dilandasi oleh kepedulian social ataukah lebih sebagai alat pencitraan untuk membangun reputasi dan meningkatkan citra perusahaan di mata public? Dalam konteks ini penting untuk menganalisis apakah pelaksanaan CSR benar-benar memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat  ataukah hanya menjadi alat perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab social secara kosmetik. 

Di sisi lain, ada juga kritik yang menyatakan bahwa CSR sering kali digunakan sebagai alat untuk meningkatkan citra perusahaan dan bukan karena kepedulian nyata terhadap social dan lingkungan. 

Beberapa perusahaan mungkin hanya melakukan CSR sebagai respons terhadap tekanan eksternal atau untuk memperbaiki reputasi setelah terlibat dalam praktik bisnis yang kontroversial. Dalam kasus ini, CSR mungkin tidak lebih dari sekedar strategi pemasaran yang dirancang untuk menarik simpati konsumen dan meningkatkan penjualan. 

Porter dan Kramer (2006), menunjukkan bahwa banyak perusahaan melihat CSR sebagai biaya yang harus dikeluarkan untuk menjaga reputasi atau menghindari kritik bukan sebagai investasi strategis yang dapat menciptakan nilai bersama bagi bisnis dan masyarakat. 

Perspektif ini menujukkan bahwa terdapat risiko pada CSR yang dimana hanya akan menjadi kegiatan pencitraan perusahaan jika tidak benar-benar komitmen untuk mengintegrasikan tujuan social dan lingkungan ke dalam bisnis mereka. 

Sebagai tambahan, fenomena greenwashing atau praktik perusahaan yang menggambarkan diri mereka sebagai perusahaan yang lebih ramah lingkungan walaupun secara kenyataan tidak, juga menjadi perhatian dalam konteks CSR.

 Greenwashing dapat mengurangi kepercayaan konsumen dan public terhadap inisiatif CSR, karena konsumen dan public terhadap inisiatif CSR, karena konsumen menjadi semakin skeptis terhadap klaim-klaim perusahaan yang tidak didukung oleh Tindakan nyata dan transparan. Dalam konteks ini, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memastikan bahwa CSR bukan hanya pencitraan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun