Mohon tunggu...
Erwin Abdillah
Erwin Abdillah Mohon Tunggu... Jurnalis - #KisahDesa

Seorang anak desa yang kembali ke desa.

Selanjutnya

Tutup

Music

Keberanian Luqman Kawinkan Jemblung Banyumas Dengan EDM

8 Juni 2020   14:12 Diperbarui: 8 Juni 2020   14:07 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Perjalanan Cah Ndeso yang di-mentori Eka Gustiwana

Siapa yang belum pernah dengar istilah EDM atau Electronic Dance Music atau musik disko dan figur DJ di belakangnya. Kini, EDM seakan jadi elemen wajib yang mengiringi lagu-lagu yang menempati top chart tangga lagu dunia. Sebut saja Dua Lipa, Justin Bieber, Ariana Grande sampai Weird Genius dengan lagu yang masih booming sampai sekarang: LATHI. Ajaibnya EDM bisa dikawinkan dengan berbagai alat musik klasik hingga menghasilkan sensasi yang menghanyutkan pendengar. Sampai ada istilah "Stuck in my head" alias nyangkut terus di kepala pendengarnya. Contohnya lagu Lathi yang digarap Eka Gustiwana dengan memadukan baik elemen EDM dengan musik tradisional seperti gamelan, plus lirik bahasa Inggris dengan bahasa Jawa yang kini jadi perhatian seluruh dunia. Ditambah lagi dipopulerkan lewat challenge make up di Tiktok yang menjangkau banyak kalangan.

Tak berselang jauh dari penggarapan Lathi, Eka Gustiwana juga terlibat dalam program mentorship yang digawangi HP Indonesia belum lama ini. Dari project itu, terpilih seorang musisi muda asal Wonosobo yang sejak 2017 sudah menceburkan diri ke belantara musik etnik. Maklum, pemuda ini ternyata mendalami jurusan Ethnomusikologi di Institut Seni Indonesia Surakarta. Sejak memutuskan pulang dan berkarya di Wonosobo, pemuda ini mantab mengangkat alat musik khas bernama Bundengan hingga berhasil dipentaskan di Australia dan berbagai konser lokal. Bundengan juga project awal Mas Duta Wisata itu untuk menjelajahi beberapa musik tradisional di sekitarnya, hingga beberapa daerah di nusantara. Nama pemuda ini adalah Luqmanul Chakim yang menggagas What is Bundengan bersama para seniman Wonosobo dan nusantara.

Ketika berkenalan dengan musik 'mulut' dari Banyumas, Jemblung, Luqman tidak sabar untuk memasukkannya dalam karya yang bisa diterima anak muda. Maklum, di Banyumas sendiri, kesenian itu mulai dilupakan masyarakat dan butuh waktu lama untuk bisa menemui para pelestarinya. Luqman melihat Jemblung memiliki kesamaan dengan kecak hingga menemukan benang merah untuk memadukannya dengan Beatbox. Selepas menggarap aransemen 7 lagu daerah di 50 tahun Gramedia, Luqman mantap mengikuti HP Indonesia Mentorship Project, di mana takdir membawanya berkenalan dengan Eka Gustiwana, salah satu figure yang menginspirasinya untuk menggarap musik tradisional. Beruntung, Luqman juga jadi juara di project itu dan mendapat kesempatan memproduseri musiknya sendiri. Sebagai mentor, Eka banyak memberikan masukan yang akhirnya mendorong kelahiran karya musik terbaru yang rilis di pertengahan Juni 2020 ini, Bunyi Sembunyi.

Kebetulan, penulis terlibat dalam penggarapan lirik Bunyi Sembunyi, sehingga berkesempatan mengikuti proses penggarapannya, mulai dari ide, konsep, hingga teknisnya. Dari segi lyricism, meski memasukan unsur bahasa Inggris, lagu itu tetap mengakar pada ide utama sebagai suara dari banyak orang. Bahkan lagu itu, dari sisi terdalamnya adalah keresahan Luqman sendiri akan keadaan musik tradisional saat ini. Selain itu, lagu itu juga menyuarakan kegelisahan para pemuda di tanah air yang dipaksa kondisi sehingga tidak bisa bersuara sesuai dengan keinginan hatinya. Termasuk ketakutan atas masa depan dan keinginan orang tua yang kerap tidak memahami apa sebenarnya passion dari anaknya.

"Kalau kita memilih menjalani pekerjaan murni sebagai seorang musisi, kadang para orang tua masih khawatir, bagaimana kita bisa dapat penghasilan. Bagaimana kita bisa sukses? Apakah kita bisa makan dari menjadi musisi? Itu semua juga terjadi di pilihan profesi lain yang tidak mainstream, utamanya seniman. Ini soal menjalani passion kita dalam hidup," kata musisi yang baru berusia 27 tahun itu.

Penulis sendiri merasakan keresahan yang sama ketika di usia itu, bahkan mungkin semua orang berusia 20-30an masih merasakan hal yang sama sampai sekarang. Apalagi di tengah ketidakpastian karena pandemic serta banyak tekanan yang memaksa kita untuk tidak mengejar passion. Tapi dari karya musik ini, kita bisa mendapat sebuah bukti, bahwa yang awalnya kita kira mustahil, ternyata bisa jadi nyata kalau kita punya kesungguhan.

Nyatanya, Luqman sendiri bisa mengawinkan Jemblung Banyumas dan EDM dalam musik yang berdurasi 3,5 Menit ini. Jika pendengar jeli, maka banyak alat musik lain yang bisa dikenali di Bunyi Sembunyi. Termasuk Beatbox, Bundengan, dan Bindeng yang juga berasal dari bambu. Alat musik lain yang juga dominan adalah Gamelan Jawa, Gamelan Bali, Gambang, Siter, hingga Bende. Nah, yang menarik dari alat musik terakhir yaitu Bende, sebenarnya direkam Luqman secara terpisah ketika berinteraksi dengan penjual Es "Tong-tong" atau Es Dung-dung yang menggunakan Bende sebagai alat untuk menarik pembeli. Sampel suara itu direkamnya dengan iphone tua yang sekarang sudah tidak dipakai lagi.

cover music art  Bunyi Sembunyi, Oleh @bgstopan
cover music art  Bunyi Sembunyi, Oleh @bgstopan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun