Mohon tunggu...
Erwin Abdillah
Erwin Abdillah Mohon Tunggu... Jurnalis - #KisahDesa

Seorang anak desa yang kembali ke desa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyibak Pesan Kalijaga Lewat Topeng Lengger

2 Juni 2020   23:33 Diperbarui: 3 Juni 2020   18:19 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penari membawa tenong saat nyadran di Njanti, Wonosobo. Foto Erwin Abdillah 2017

Tari Topeng Lengger Wonosobo - Kesenian Magis Yang Merekam Penyebaran Islam

Dikisahkan pada tahun 1500-an, di suatu sore ada keramaian warga menonton pertunjukkan tari, Sunan Kalijaga mengajak salah satu murid perempuannya menari berpasangan dengan mengenakan topeng. Muda-mudi dan remaja pun tertarik menonton tarian dua orang bertopeng itu. Penonton pun menari bersama mengikuti irama gending dan tembang hingga menjelang Magrib, lalu tarian dihentikan dan topeng dibuka. Penonton tidak tahu salah satu penarinya Sunan Kalijaga, mereka terkejut dan menyimak pesan yang dituturkannya.

Salah satunya ialah “Elingo Ngger, yen kowe bakale mati” (Ingatlah Nak, suatu saat kamu akan mati). Frasa ‘Elingo Ngger’ itu banyak diyakini awal dari penamaan tari Lengger. Sementara dari sumber lain ada istilah ‘Le dan Geger’ yaitu laki-laki yang membuat geger. Karena para penari itu awalnya dikira perempuan. Di literatur lain, juga dikaitkan dengan simbol Lingga dan Yoni sebagai lambang kesuburan dan tarian umumnya dipentaskan di pesta panen.

Syair dan ajaran Sunan Kalijaga diyakini mempengaruhi tembang Tari Topeng Lengger, yang hingga kini masih banyak dilestarikan di Wonosobo. Salah satunya ada di tembang Sontoloyo (Penggembala Bebek). Tembang itu mengisahkan lunturnya ajaran Hindu-Buda ketika datangnya islam.“Sontoloyo, angon bebek ilang loro. Sing kuning ra patiya, sing abang pirang-pirang. Ala bapak Sontoloyo, Grayang-grayang tangane loro.” Maknanya: Raja Brawijaya 5 (penggembala keyakinan rakyatnya) meninggalkan dua agama besar (Hindu dan Buda) berganti Islam. Meski berusaha sekuat tenaga tapi apa daya, manusia hanya punya dua tangan.

Kisah itu dituturkan turun-temurun di keluarga seniman Wonosobo yang kini masih melestarikan tari Topeng Lengger lengkap dengan puluhan jenis topeng, gending dan tembangnya. Bahkan di dusun Giyanti (Ejaan belanda, nama asli: Njanti), desa Kadipaten, kecamatan Selomerto, seluruh warganya sangat dekat dengan Topeng Lengger. Di sana ada sanggar, penari, niyaga, hingga pembuat topengnya. Giyanti, dusun pertanian subur yang tiap tahun menggelar pesta panen ‘Nyadran Tenong’ dan puncaknya menampilkan tari Punjen Topeng Lengger yang menjadi ikon Wonosobo sejak tahun 1980-an.

penari membawa tenong saat nyadran di Njanti, Wonosobo. Foto Erwin Abdillah 2017
penari membawa tenong saat nyadran di Njanti, Wonosobo. Foto Erwin Abdillah 2017

Salah satu seniman pelestari Topeng Lengger ialah Dwi Pranyoto (39 tahun), pengasuh Sanggar Rukun Putri Budaya generasi ke-3 yang meneruskan kiprah Kakeknya, Almarhum Hadi Suwarno (1939 - 1995). Dwi juga dipercaya membimbing para penari di event ‘Wisuda Lengger’ hingga melatih beberapa kesenian di desa-desa lain dan terlibat di pementasan besar di tingkat kabupaten hingga ke TMII.

Tari Topeng Lengger tak lepas dari era Lengger Lanang di tahun 1960-1979. Dituturkan mantan penari Lengger Lanang, Ngadidjo (68 Tahun), tren pentas lengger lanang mulai menghilang pada 1979 yang diteruskan dengan lahirnya Lengger Putri. Para penari puteri generasi awal merupakan asuhan Hadi Suwarno. Mereka adalah Sukarsih, Sri Ningsih (Adik Ngadidjo), Sulasih, dan Narsih yang terkenal pada 1979-1989. Mereka kemudian banyak disebut dengan monomim ‘Lengger’ sebagai sebutan yang disandang penari professional.

Generasi ke-2 penari Topeng Lengger Puteri dimulai di taun 1988 ketika Sri Winarti (Wiwin) mulai belajar Lengger di usia 8 tahun diasuh oleh Hadi Suwarno. Hingga kini Wiwin masih aktif melatih Lengger serta menjadi sinden pengiring Topeng Lengger. Wiwin bersama Dwi mengawali pentas professional mereka ketika masih sangat belia. Bahkan di 1990, mereka pentas Topeng Lengger berpasangan mewakili Wonosobo tampil di Taman Mini Indonesia Indah.

Wiwin mementaskan tari Lengger Punjen di Nyadran Tenong njanti 2018
Wiwin mementaskan tari Lengger Punjen di Nyadran Tenong njanti 2018

Dituturkan Wiwin, citra Lengger di 1980-1990 dipandang sebagai profesi yang kurang diminati penari muda. Wiwin merasa beruntung dibimbing para lengger puteri generasi pertama dan belajar Lengger Punjen dari Sukarsih. Ayah Wiwin seorang seniman penabuh gamelan dan kendang terkenal juga sangat mendukung proses belajarnya. Hingga akhirnya Wiwin menjadi ikon Topeng Lengger Wonosobo di tahun1998 hingga 2010.


Dijelaskan Dwi, ciri khas Lengger Wonosobo dari gerakan cenderung halus, sopan, dan bermuatan spiritual. Hal itu didukung busana yang tertutup (rompi) serta topeng untuk membatasi kedekatan antara dua penari maupun penonton. Pasangan penari lengger (Pe-ngibing)juga harus dari grup-nya, bukan penonton.

Senada, menurut penulis buku, Tari Topeng Lenggeran Wonosobo, Agus Wuryanto, Topeng yang dikenakan penari sebenarnya ada sekitar 65 jenis yang sesuai dengan tari serta tembang pengiringnya. Di era awal lenger lanang, musik pengiringnya masih cukup sederhana, bahkan didominasi alat musik bambu (Bundengan, angklung, maupun Bindeng). Sehingga disimpulkan Agus, Topeng Lengger Wonosobo berbeda kesejarahannya dengan Lengger Banyumasan.

busana yang dipakai penari lengger Wonosobo
busana yang dipakai penari lengger Wonosobo

Terkait pesan ajaran Islam di tembang Topeng Lengger, Dwi menyebut banyak syair yang secara tersirat menyebut muatan keagamaan. Contohnya pada tembang Gondang Keli: ‘Sandangane diganti putih mergane wis ora mulih’ (Bajunya diganti putih (kafan) karena sudah tidak pulang). Ada juga lirik ‘Kereta Jawa roda papat rupa menungsa (keranda), dan di Menyan Putih: ‘Eling-eling sira menungsa temenana nggonmu ngaji mumpung durung katekanan malaekat juru pati’.

“Di Lengger lawas, banyak syair seperti ‘Miring ngetan Salo Nabi Semelah’ (Shallu ala Nabi - Bismillah). Mulut orang Jawa di kala itu mungkin belum fasih berbahasa Arab, kemudian menyederhanakan pengucapan seperti ‘La elo, elo ya elo La’ kemungkinan besar ialah kalimat syahadat La Illa ha Illa-llah,” kata Dwi berdasarkan penuturan Kakeknya.

Perbedaan mendasar Tari Topeng Lengger dengan Lengger daerah lain di antaranya ialah sisi kesejarahan yang mengisahkan syiar Islam di masa Sunan Kalijaga. Pemakaian Topeng sebagai pembentuk karakter tarian (cth: Kebogiro dengan topeng bertanduk, gigi runcing, dan gerak penari yang ganas). Ada empat karakter dasar Topeng Lengger yaitu Alusan, Kasaran, Gagahan, dan Gecul (lucu).

Kostum penari puteri ciri khasnya memakai rompi, sampur, dan mahkota bulu. Gending pengiring dan tembangnya sudah baku tidak bisa diganti gending lain apalagi musik modern. Sedangkan karakter gerakan penarinya cenderung menyembunyikan ketiak dan lebih halus. Dari sisi pentas, Topeng Lengger tidak mengenal budaya ‘Saweran’ namun honor sesuai kesepakatan.

Salah satu inovasi monumental

Hadi Suwarno yakni tari Lengger Punjen dipentaskan pertama kali oleh Sri Ningsih pada 1980, diteruskan oleh Wiwin dan generasi lengger saat ini. Para Lengger baru kini wajib mengikuti prosesi Wisuda untuk menyiapkan mereka menjadi penari professional, dihelat tahunan tiap 1 Sura di Giyanti. Prosesnya meliputi pembekalan materi, praktik gambyong, penyamaan gerakan, jamasan, hingga pengucapan sumpah, didampingi oleh Wiwin.

2.000 lebih penari lengger padati alun-alun Wonosobo
2.000 lebih penari lengger padati alun-alun Wonosobo

Saat ini, Topeng Lengger semakin dikenal dengan digelarnya pentas kolosal 2.000 Lengger di alun-alun Wonosobo pada peringatan hari jadi 2018 dan 2019. Melibatkan siswa sekolah, desa, sanggar, hingga para guru seni se-Wonosobo. Kini Tari Topeng Lengger makin diminati dan diajarkan di sekolah hingga sanggar. Didukung media sosial yang menyiarkan berbagai pentas tiap akhir pekan bahkan hampir tiap hari bisa ditemui di desa-desa dengan jadwal yang bisa dipantau di media sosial (Instagram dan grup Whatsapp). Penari Topeng Lengger kini memiliki popularitas melebihi seniman panggung dan menjadi selebriti Instagram (Selebgram) dengan basis penggemar berjumlah puluhan hingga ratusan ribu orang.

Penyusun narasi: Erwin Abdillah/2019

*Untuk Mendukung Riset Warisan Budaya Tak Benda Budaya Wonosobo, Tari Topeng Lengger.

  • Narasumber: Dwi Pranyoto – Penerus sanggar di Giyanti, Ngadidjo – Eks Lengger Lanang di Wonosobo, Sri Winarti (Wiwin) – Maestro Penari Lengger Senior, Agus Wuryanto – Budayawan dan peneliti budaya Wonosobo.
  • Referensi: Buku Tari Topeng Lenggeran Wonosobo – Antara Magic, Religius, dan Profan karya Agus Wuryanto (2018).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun