Satu lagi adalah teknologi biomasa, dimana di Indonesia ini sudah bisa dipastikan hampir disemua daerah dapat ditemukan, lahan pertanian, lahan perkebunan, lahan-lahan yang berisikan berbagai tanaman yang tidak produktif atau alang-alang serta sampah. Lahan-lahan tersebut pasti akan menghasilkan produksi dan juga limbah atau sampah dengan jumlah yang sangat signifikan. Produksi dan limbah itulah yang nantinya merupakan sumber energi (feed stock) untuk membangkitkan listrik energi biomassa. Biomassa ini saat ini adalah salah satu teknologi yang diakui banyak orang menjadi pembangkit listrik masa depan bagi negara kepulauan seperti Indonesia ini
Seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri BUMN, Bapak Dahlan Iskan, bahwa beliau sedang mengupayakan pembangkit listrik biomasa ini khususnya didaerah-daerah seperti Kepulauan Maluku dengan memanfaatkan feed stock dari sorgum yang dapat ditanam dan tumbuh berkembang dengan baik. Inilah harapan baru, bagi masyarakat supaya PLN dapat segera merealisasikan arah yang sudah digariskan oleh Pemerintah dalam hal ini oleh Bapak Menteri BUMN, sehingga ketersediaan listrik dan rasio elektrifikasi dapat meningkat signifikan.
Dari pemaparan mengenai pengadaan sumber energi listrik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Mobil Listrik Indonesia (MLI) jelas masih menghadapi jalan yang terjal dan berliku sehingga dapat diterima oleh masyarakat Indonesia sebagai sebuah karya anak bangsa. Terkait masalah ini, jelas diperlukan kerjasama dari berbagi pemangku kepentingan guna bersama-sama mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada. Dan sesungguhnya MLI diyakini sebagai sebuah opsi untuk membantu pemerintah dalam memperbaiki sistem kelistrikan di Indonesia dan sekaligus mendorong masyarakat juga untuk lebih disiplin dalam membangun pola konsumsi listrik. Semoga MLI dapat segera terealisasi dan Pemerintah dapat cepat tanggap untuk segera menyelesaikan berbagai permasalahan khususnya perijinan sehingga kita dapat segera melihat kehadiran produk anak bangsa di jalanan negara kita tercinta.
Jakarta, 28 Maret 2014
Erwin Suryadi
Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi