Dari uraian diatas, dapat dipertanyakan apakah memang kelambatan merevisi UU migas, kelambatan menentukan status hukum SKK migas, kelambatan mengangkat Kepala SKK migas definitif, kelambatan mengakomodasi kepentingan Pemda dalam rangka meningkatkan taraf hidup daerah dimana terdapat wilayah kerja migas, kelambatan memberikan kepastian perpanjangan/pemutusan kontrak kerjasama, kelambatan dalam memaksimalkan UU pembebasan lahan untuk kegiatan eksplorasi, sampai pada kebingungan masyarakat mengenai pembiayaan Lapindo yang harus dibiayai oleh APBN padahal ini merupakan tanggung jawab K3S, dan berbagai macam kelambatan lainnya, memang merupakan sebuah usaha politisasi kepastian hukum yang dilakukan oleh segelintir orang yang tidak menginginkan tercapainya kesejahteraan rakyat dan Bangsa Indonesia ini ?
Inilah yang menjadi pekerjaan rumah selanjutnya dari pemimpin dan partai politik terpilih untuk dapat segera memberikan kepastian dan kejelasan hukum mengenai industri migas Indonesia. Jangan jadikan industri migas kita sebagai bancakan politik untuk menaikan popularitas pribadi. Kita berdoa dan berharap agar pekerja migas yang saat ini terkena dampak dari badai krisis agar tetap kuat dan bersabar dan tetap memberikan yang terbaik demi kemajuan Industri Migas Indonesia. Mari kita berjuang Demi Indonesia. (bersambung)
Jakarta, 13 April 2014
Erwin Suryadi
Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H