Proses efisiensi ini bukan hanya terjadi di perusahaan K3S itu sendiri, akan tetapi juga terjadi pada perusahaan services yang selama ini menjadi kontraktor pendukung kegiatan operasi dari para K3S. Dengan slow down-nya industri ini, maka perusahaan service juga pasti akan terkena dampak dan ujungnya yang menjadi korban adalah kembali karyawan itu sendiri.
3. Migas telah menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat Indonesia
Dengan kemajuan teknologi, baik dari sisi transportasi, komunikasi, dan bidang kehidupan lainnya maka keperluan masyarakat akan migas menjadi sangat tinggi. Migas dalam bentuk BBM yang berguna untuk menjalankan mobilitas sehari-hari, untuk membangkitkan listrik, dan untuk banyak hal lainnya. Kondisi ini jelas mengharuskan pemerintah berusaha keras supaya tidak terjadi kelangkaan migas tersebut. Beban pemerintah menjadi bertambah manakala jumlah kendaraan setiap tahun meningkat, jumlah orang memasang listrik dan menambah daya setiap tahun meningkat sampai pada jumlah pesawat udara dan kereta api yang setiap tahun juga bertambah. Ini semua membutuhkan migas sebagai tenaga penggeraknya.
Apabila eksploitasi migas kita melemah, maka sudah seharusnya pemerintah menambah impor kita yang saat ini sudah menyentuh angka 1,5 juta barel/hari. Yang artinya rupiah kita akan semakin banyak yang dibelanjakan ke luar negeri. Hal ini jelas akan memberatkan roda ekonomi negara kita.
B. Penyebab
Dari dampak tersebut diatas, dapat kita baca bahwa industri migas yang sedang darurat ini dapat menjadi beban yang sangat berat bagi perekonomian negara. Dan apabila tidak diatasi segera oleh para pemimpin negara ini, maka bukan tidak mungkin luka rakyat akan semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu.
Tapi sesuai teori yang ada telah disebutkan bahwa, untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, pasti harus diidentifikasi penyebabnya baru kemudian dirancang solusinya. Kembali terkait kasus migas, maka ada beberapa penyebab yang diduga menjadi pokok permasalahan yang ada, diantaranya:
1. Faktor UU
Sampai saat ini, industri migas masih mengacu pada UU no 22 tahun 2001. Padahal sudah banyak bagian dari UU tersebut yang sudah tidak lagi cocok dengan kondisi saat ini, misalnya yang terkait dengan kelembagaan BP Migas yang dibubarkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi dan juga keterlibatan daerah penghasil untuk dapat juga mengawasi dan mendapatkan manfaat dari keberadaan sumur migas.
Perdebatan demi perdebatan telah dilakukan baik dari level DPR RI, Kementerian ESDM, akademisi, sampai masuk ke ranah acara ILC (Indonesia Lawyer Club), para ahli semua telah mengeluarkan pendapat dan sepakat bahwa UU migas yang telah bertahun-tahun masuk prolegnas DPR untuk dibahas tersebut harus segera direvisi. Tapi apa daya, sampai hari ini pun masih wacana.
2. Faktor Kelembagaan