Dulu Walidi menganggap jadi pilot itu enak. Sudah gajinya gede, bisa bepergian ke luar negeri secara gratis lagi. Tapi setelah melihat berita seringnya terjadi kecelakaan pesawat, ia kini berpendapat lain.
Bagi dia resikonya seorang pilot sungguh besar. Karena teledor sedikit saja, nyawanya bisa terancam. Belum lagi ratusan nyawa penumpang bergantung pada dirinya. Ih serem! Mending jadi sopir angkot aja, pikirnya. Kalau terjadi kecelakaan, ia bisa kabur menyelamatkan diri. Kalau jadi pilot mau kabur kemana?
Yang tidak ia ketahui, bahwa kematian datang tidak selalu karena faktor pekerjaan. Melihat contoh di atas, faktanya lebih banyak pilot yang meninggal ketika tidak sedang bertugas. Misalkan mengalami kecelakaan saat mengemudikan mobil.
Dan belum tentu juga mereka yang punya profesi dengan resiko rendah, akan aman-aman saja. Bisa saja saat bekerja, ia tiba-tiba menemui ajal. Misalnya seperti yang dialami Walidi di bawah ini.
-----
Sudah dua bulan Walidi bekerja di sebuah hotel di kotanya dengan posisi housekeeping. Bisa dibilang ia mengikuti jejak kakak perempuannya yang lebih dulu bekerja di posisi itu. Karena akan mengikuti suaminya ke luar kota, ia pun menawari sang adik pekerjaan di tempatnya bekerja.
Bisa dibilang tak ada sesuatu yang bisa membahayakan nyawa Walidi saat bekerja di hotel. Saat pulang pergi ia juga selalu aman tuh. Karena jarak rumahnya dari hotel cuma tiga meter.
Tapi sesuatu yang sudah pernah dikhawatirkannya terjadi juga. Saat itu ketika sedang bersih-bersih kamar, ia melihat secangkir kopi milik tamu hotel yang masih tersisa banyak. Dan satu cangkir lainnya nampak kosong.
Â
Langsung diseruputnya kopi itu sampai habis tak bersisa. Saat meletakkan cangkir itu kembali, matanya tertuju pada secarik kertas di depan cangkir yang bertuliskan, Kopi Sianida.
GLEK! Seketika itu juga tubuh Walidi langsung ambruk ke lantai. Tergeletak terlentang tak bangun-bangun lagi.
Beberapa menit kemudian, datanglah Parjo, salah satu rekan kerjanya. Melihat Walidi tak sadarkan diri, ia langsung bergegas mencari profesornya, eh supervisor maksudnya.Â
Ketika kembali lagi, si supervisor langsung mencoba menyadarkan Walidi. Tiba-tiba terdengarlah tawa kecil Parjo, saat ia membaca dua kertas yang berada di depan cangkir.
"Hihi lucu, baru kali ini aku lihat ada tamu hotel menandai kopinya. Yang satu tulisannya Kopinya Si Burhan. Satunya lagi tulisannya Kopinya Si Annida"
Bersamaan dengan itu, terkejutlah sang supervisor melihat Walidi tiba-tiba bangun. Dan dengan wajah bingungnya Walidi berkata,
"Jadi itu Kopinya Si Annida bukan Kopi Sianida? Duh salah baca dong"
Mendengar itu pecahlah tawa Parjo, "Hahaha, parno amat lu ama sianida!"
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H