Mohon tunggu...
Ervipi
Ervipi Mohon Tunggu... -

bercerita dengan gambar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hubungan Asmaraku dengan Ibu Kost (Bagian 6)

24 September 2014   04:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:45 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya di sini.

Perjalananku menuju rumah mewah Mbak Ratih ternyata tidak secepat yang aku duga. Biasanya sih aku hanya perlu waktu setengah jam untuk sampai di rumah kostnya pacarku itu. Tapi yang terjadi adalah aku belum juga sampe di sana, karena aku masih tertahan di tengah perjalanan karena sedang terdampar di suatu tempat. Dan parahnya lagi aku sudah memberitahu Ibu Kost perihal waktu kedatanganku ke rumahnya, mungkin dia harap-harap cemas kali ya menanti kedatangan seorang cowok yang selalu ngangenin ini.

Apakah penyebabnya karena motor sportku lagi mogok di jalan? Eh sori ya, motor sportku bukan motor jadul seperti kepunyaan anak muda jaman dulu, tapi punyaku masih gress, belum lama keluar dari dealer motor sebuah pabrikan Jepang. Tak perlulah saya sebut merek dan tipenya, nanti ada yang mau nyamain lagi di jalan. Apa sih. Atau jangan-jangan aku sedang terkena razia Polantas di jalan? Nggak juga tuh, karena aku ini tipe pengendara yang terkenal disiplin di jalan, selalu membawa perlengkapan berkendara yang lengkap. Kalo kena razia orang ganteng sih pernah, secara mukaku mirip banget sama Nicholas Sahputra, pemeran Rangga di film AADC. Atau jangan-jangan aku sedang berurusan dengan Polisi karena telah menabrak seorang nenek yang sedang menyeberang jalan? Ah nggak juga, kan sudah dibilangin, aku tuh selalu disiplin ketika sedang berada di jalan, selalu fokus setiap membawa kendaraan. Kalo menabrak gadis cantik dan seksi sih pernah, eh sering malah, itu pun dianya yang duluan menabrakkan dirinya dengan sengaja ke tubuh atletisku. Preeettt. Atau barangkali aku siang ini sedang mengalami nasib sial karena ban motornya tiba-tiba bocor? Nah itu baru betul. Aku sekarang memang sedang terdampar sendirian di sebuah tempat tambal ban di pinggir jalan. Ngenes memang.

Dimana di siang yang cukup terik itu, aku sedang duduk di bawah pohon randu sambil mengamati seorang pria paruh baya yang dengan cekatannya mulai mengutak-atik bagian ban belakang motor sportku. Dengan peralatan seadanya, ia mulai mencungkil lalu mengeluarkan ban dalam dari roda untuk selanjutnya mencelupkannya ke sebuah ember yang berisikan air.

"Untung hanya bocor dua mas, nggak sampe 1000 trilyun.." kata pria tersebut sambil terkekeh.

"Hehe, bapak bisa aja deh. Sepertinya bapak kemarin rajin ngikutin berita tentang pemilu ya?"

"Rajin sih nggak mas, cuma kadang-kadang aja. Males saya mas, kalo nemu berita yang aneh-aneh..."

"Iya juga sih, pak. Bapak sudah berapa lama jadi tukang tambal ban?" tanyaku lagi yang belakangan tahu namanya adalah Pak Kosasih.

"Sudah belasan tahun mas, mungkin sejak mas Bambang masih kecil saat itu..." katanya sambil memanaskan bagian yang diberi karet penambal di kompor pembakaran.

"Bapak nggak kepengen usaha yang lain gitu? yang penghasilannya lebih gede dari ini?"

"Ah nggak mas, saya nggak punya modal untuk itu. Lagian saya juga sudah tua. Yang paling penting kerjaan saya halal, dan nggak nipu orang lain. Itu yang saya tularkan pada anak laki-laki saya, mas.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun