Cerita sebelumnya di sini.
Perjalananku menuju rumah mewah Mbak Ratih ternyata tidak secepat yang aku duga. Biasanya sih aku hanya perlu waktu setengah jam untuk sampai di rumah kostnya pacarku itu. Tapi yang terjadi adalah aku belum juga sampe di sana, karena aku masih tertahan di tengah perjalanan karena sedang terdampar di suatu tempat. Dan parahnya lagi aku sudah memberitahu Ibu Kost perihal waktu kedatanganku ke rumahnya, mungkin dia harap-harap cemas kali ya menanti kedatangan seorang cowok yang selalu ngangenin ini.
Apakah penyebabnya karena motor sportku lagi mogok di jalan? Eh sori ya, motor sportku bukan motor jadul seperti kepunyaan anak muda jaman dulu, tapi punyaku masih gress, belum lama keluar dari dealer motor sebuah pabrikan Jepang. Tak perlulah saya sebut merek dan tipenya, nanti ada yang mau nyamain lagi di jalan. Apa sih. Atau jangan-jangan aku sedang terkena razia Polantas di jalan? Nggak juga tuh, karena aku ini tipe pengendara yang terkenal disiplin di jalan, selalu membawa perlengkapan berkendara yang lengkap. Kalo kena razia orang ganteng sih pernah, secara mukaku mirip banget sama Nicholas Sahputra, pemeran Rangga di film AADC. Atau jangan-jangan aku sedang berurusan dengan Polisi karena telah menabrak seorang nenek yang sedang menyeberang jalan? Ah nggak juga, kan sudah dibilangin, aku tuh selalu disiplin ketika sedang berada di jalan, selalu fokus setiap membawa kendaraan. Kalo menabrak gadis cantik dan seksi sih pernah, eh sering malah, itu pun dianya yang duluan menabrakkan dirinya dengan sengaja ke tubuh atletisku. Preeettt. Atau barangkali aku siang ini sedang mengalami nasib sial karena ban motornya tiba-tiba bocor? Nah itu baru betul. Aku sekarang memang sedang terdampar sendirian di sebuah tempat tambal ban di pinggir jalan. Ngenes memang.
Dimana di siang yang cukup terik itu, aku sedang duduk di bawah pohon randu sambil mengamati seorang pria paruh baya yang dengan cekatannya mulai mengutak-atik bagian ban belakang motor sportku. Dengan peralatan seadanya, ia mulai mencungkil lalu mengeluarkan ban dalam dari roda untuk selanjutnya mencelupkannya ke sebuah ember yang berisikan air.
"Untung hanya bocor dua mas, nggak sampe 1000 trilyun.." kata pria tersebut sambil terkekeh.
"Hehe, bapak bisa aja deh. Sepertinya bapak kemarin rajin ngikutin berita tentang pemilu ya?"
"Rajin sih nggak mas, cuma kadang-kadang aja. Males saya mas, kalo nemu berita yang aneh-aneh..."
"Iya juga sih, pak. Bapak sudah berapa lama jadi tukang tambal ban?" tanyaku lagi yang belakangan tahu namanya adalah Pak Kosasih.
"Sudah belasan tahun mas, mungkin sejak mas Bambang masih kecil saat itu..." katanya sambil memanaskan bagian yang diberi karet penambal di kompor pembakaran.
"Bapak nggak kepengen usaha yang lain gitu? yang penghasilannya lebih gede dari ini?"
"Ah nggak mas, saya nggak punya modal untuk itu. Lagian saya juga sudah tua. Yang paling penting kerjaan saya halal, dan nggak nipu orang lain. Itu yang saya tularkan pada anak laki-laki saya, mas.."
"Emangnya putra bapak kerja dimana?"
"Di dekat kampus UGM, mas.."
"Kerja di kantor?"
"Bukan mas, tapi jadi tukang tambal ban juga. Mmm..masnya sudah punya pacar?"
"Maksud bapak?" perasaanku mulai nggak enak.
"Ngg...kalo sekiranya belum, mau nggak saya kenalkan dengan seorang cewek. Orangnya manis lho mas, ramah dan rajin lagi. Masnya pasti nggak nyesel deh kalo sama dia. Gimana mas?"
"Maaf pak, saya nggak mau nantinya ngecewain dia.." jawabku menolak halus.
"Saya yakin mas, dia nggak akan kecewa lihat masnya yang ganteng ini. Karena mas Bambang ini sesuai dengan kriterianya, yaitu mirip dengan artis idolanya. Niko...Niko...siapa sih itu, lupa saya namanya..
"Nico Siahaan, bukan?"
"Bukan.."
"Nicholas Saputra??"
"Ya itu, masnya mirip banget sama Nicholas Saputra. Gimana mas? mau nggak? Banyak lho cowok yang deketin dia, tapi semuanya ia tolak. Tapi kalo masnya yang nembak, saya yakin banget dia bakalan nerima cintanya mas"
"Namanya siapa, pak?"
"Etty...."
"Nama lengkapnya?"
"Etty Kosasih...."
Hadeh, aku langsung garuk-garuk kepala di belakangnya. "Pasti bapaknya tukang tambal ban ya, pak?"
"Kok tahu sih mas?"
"Ya nebak aja pak..."
Untunglah pembicaraan itu nggak berlanjut terlalu jauh, karena Pak Kosasih sudah merampungkan pekerjaaannya. Aku pun langsung membayarnya, dan segera cabut dari tempat itu.
Beberapa menit kemudian aku sampai juga di depan pagar rumah Mbak Ratih. Pintu gerbangnya tiba-tiba dibuka dari dalam oleh seseorang. Orang itu lalu mempersilakan aku untuk masuk ke dalam. Dan kulihat Mbak Ratih sedang duduk di teras rumahnya, lalu menyambutku begitu aku mulai memasuki halaman rumahnya.
BERSAMBUNG.............
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI