ilustrasi : roosbros.com
Jauh sebelum mengenal Kompasiana, saya termasuk salah satu orang yang suka sekali baca koran. Walaupun tak berlangganan, hampir tiap hari saya beli koran, baik itu koran terbitan lokal maupun koran nasional, ditambah lagi tabloid bola. Saya sendiri gak tahu alasan yang pasti, kenapa saya suka sekali baca koran. Setiap melewati kios koran di tepi jalan raya, mata saya seakan tak bisa lepas dari deretan berbagai macam koran yang dipajang di situ. Biasanya sih saya langsung menghampirikios tersebut sekedar membeli koran yang saya inginkan, sambil tak lupa melihat-lihat cover majalah yang bening-bening, eh yang menarik maksudnya. Jika saja saat itu saya tak ingat dompet yang lagi kempes (perasaan kempes mulu) mungkin saya sudah borong majalah atau koran yang sekiranya bagus-bagus.
Beginilah nasib kalo di tempat kerja gak berlangganan koran, terpaksa deh saya harus beli koran sendiri untuk mencari berita yang terbaru. Mungkin ini alasan kenapa saya suka sekali baca koran. Karena saya emang dasarnya suka penasaran akan informasi terbaru apakah yang sedang terjadi saat itu. Apalagi saya orangnya gak suka nonton televisi dan masih belum begitu minat membaca berita di internet, secara rumah saya memang belum dipasang internet. Jadi satu-satunya sumber informasi hanya berasal dari surat kabar. Dan kalaupun mampir di warnet, itu pun saya cuma mau melihat penjaga warnetnya yang cantik, eh maksudnya mau lihat koleksi film-filmnya aja.
Hingga suatu hari setelah rumah saya terpasang internet, iseng-iseng saya menemukan epaper Kompas. Saat itu epapernya masih gratis..tis di setiap harinya. Wah ngirit nih, gak perlu beli koran Kompas lagi ini, pikir saya kegirangan. Rupanya itu tak berlangsung lama, setelah tahu pembaca epaper belakangan ditarik biaya untuk mengaksesnya. Dan saat itulah, saya mulai suka membaca detik.com untuk sekedar mencari berita terbaru di internet. Dan waktu itu saya masih sebatas mencari berita-berita yang ringan dan menghibur saja. Sebaliknya Kompas.com sangat jarang saya buka, tidak sesering saya membuka detik.com. Sampai suatu saat, sekitar setahun yang lalu, saya ketemu dengan sebuah blog keroyokan bernama Kompasiana.
Dan dari membaca Kompasiana setiap hari itulah, lama-lama saya jadi kecanduan dan efeknya sungguh ruar biasa. Yaitu :
- Berkat Kompasiana, minat saya dalam membaca koran langsung menurun drastis. Buktinya, sudah beberapa bulan ini saya tidak pernah lagi beli koran (bilang aja lagi bokek).
-Berkat Kompasiana, saya mulai belajar menulis lagi setelah sekian lama tidak menulis ( waktu itu saya terakhir menulis waktu pelajaran mengarang, hehe). Walaupun sudah sering posting artikel, tapi tulisannya masih gini-gini aja (sedih). Tapi gak papa deh, walaupun tulisannya jelek gini, yang lebih penting pesannya moga bisa nyampe ke pembaca (menghibur diri sendiri).
- Berkat Kompasiana, saya mulai suka berita politik, tepatnya gara-gara masa Pemilu kemarin. Cuma suka baca doang sih, karena gak bisa nulisnya, hehe.
- Berkat Kompasiana, saya kini bisa mengisi waktu luang dengan kegiatan yang tak cuma mengasyikkan, tapi juga bisa menambah wawasan.
- Dan berkat Kompasiana pulalah, saya kini setiap harinya lebih sering buka Kompas.com daripada Detik.com.
Kesimpulannya, saya yang selalu merasa haus akan segala macam informasi, sampai sekarang tak bisa jauh dari yang namanya kompas.com dan kompasiana.com setiap harinya.
Ini kisahku, bagaimana dengan kisahmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H