Mohon tunggu...
Ervin Rudi Haryadi
Ervin Rudi Haryadi Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMK Kristen 1 Surakarta

Saya adalah seorang Guru di SMK Kristen 1 Surakarta. Saya merupakan Calon Guru Penggerak Angkatan 7 dari Kota Surakarta. Hobby saya adalah menulis artikel. Saya bergabung di sini karena ingin mengembangkan hoby saya tersebut. Terima kasih Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keterkaitan Konsep Budaya Positif

22 Desember 2022   22:00 Diperbarui: 22 Desember 2022   22:03 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterkaitan Konsep Budaya Positif dengan Modul 1.1., Modul 1.2 dan Modul 1.3

1. Pengalaman/Materi Pembelajaran yang baru saja diperoleh 

  • Budaya Positif merupakan materi yang sangat menarik yang telah saya terima. Selama ini saya sebagai pendidik  kurang memahami hal tersebut. Melalui Modul 1.4 ini saya terhentak bahwa selama ini yang saya lakukan sebagai guru masih sangat kurang.  Dari pembelajaran ini saya memperoleh pengalaman yang benar-benar baru bagi saya. Budaya Positif merupakan budaya yang harus saya kembangkan di sekolah.Tentu bukan hanya saya saja yang harus mengembangkan budaya tersebut tetapi seluruh sekolah harus mengembangkan juga. Apalah artinya jika hanya saya saja yang mengembangkan. Oleh sebab itu saya perlu menularkan "virus baik" ini kepada seluruh warga sekolah tanpa kecuali. Pengalaman yang saya peroleh dalam pembelajaran ini adalah :
  • Displin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal. Dari hal ini saya mendapat pengelaman bahwa selama ini saya berpikir bahwa saya dapat mengontrol peserta didik saya. Dalam pembelajaran memang ada peserta didik saya yang menuruti apa yang saya perintahkan. Peserta didik saya cenderung menurut pada saya selaku pendidik. Melalui materi ini saya terhenyak/terkejut bahwa  sebenarnya saya tidak dapat memaksa peserta didik saya jika peserta didik tersebut memilih untuk tidak melakukanya. Jadi selama ini saya berpikir bahwa peserta didik itu menurut karena saya. Itu karena keberhasilan saya kalau peserta didik itu menurut kepada saya. Tetapi itu sebenarnya hanya ilusi. Yang benar adalah peserta didik itu melakukan apa yang mereka inginkan karena mereka memilih untuk melakukannya. Selama ini saya juga melakukan penguatan positif kepada peserta didik saya. Penguatan positif itu saya lakukan untuk mempengaruhi peserta didik saya atau usaha untuk mengontrol peserta didik. Saya berpikir bahwa penguatan positif sangat bermanfaat dan efektif untuk mempengaruhi peserta didik. Tetapi setelah saya mengikuti pembelajaran Modul 1.4 ini saya berubah pikiran bahwa penguatan positif itu hanya berlaku dalam jangka waktu tertentu saja/ jangka pendek saja. Dalam jangka waktu tertentu peserta didik akan menyadarinya tetapi dalam jangka waktu tertentu peserta didik juga dapat menolak penguatan positif yang kita berikan. Dapat juga peserta didik menjadi tergantung pada pendidik. Oleh sebab itu sebagai pendidik tentu saya terkejut bahwa yang selama ini saya lakukan perlu saya tinjau kembali.
  • Menggunakan kritik dan rasa bersalah pun juga saya gunakan dalam mengontrol peserta didik saya. Sekarang saya sadar bahwa hal tersebut bukan merupakan cara yang tepat. Malah sebaliknya cara tersebut membuat peserta didik menjadi peserta didik yang memiliki identitas gagal. Tugas kita sebanarnya tidak membuat peserta didik menpunyai identitas gagal tetapi sebaliknya. Yaitu membuat peserta didik kita mempunyai identitas sukses. Itu baru saya sadari bahwa selama ini saya mengontrol peserta didik dengan membuat peserta didik saya mempunyai identitas gagal bukan identitas sukses.
  • Stimulus --Respon juga sering saya lakukan terhadap peserta didik saya. Agar peserta didik saya melakukan apa yang saya inginkan dalam pembelajaran maka saya memberikan stimulus terlebih dahulu agar mereka mau melakukan seperti yang saya kehendaki. Ternyata hal ini juga harus saya tinggalkan sebagai pendidik. Saya harus mengubah paradigm saya. Saya harus memperbaiki kerangka acuan saya. Saya harus mengubah bagaimana saya memandang dunia, bagaimana saya berpikir tentang manusia. Dalam hal ini saya sebagai pendidik harus menggunakan teori kontrol dalam pembelajaran saya bersama peserta didik saya. Selama ini saya memahami bahwa displin itu berkaitan dengan peraturan, dengan tata tertib dan dengan kepatuhan pada peraturan. Saya selama ini juga memahami bahwa displin berkaitan dengan hukuman. Tetapi yang sebenarnya adalah bahwa displin postif tidak berkaitan dengan peraturan, tata tertib dan hukuman.  Displin positi tidak harus memberikan hukuman. Tidak harus memberikan hukuman. Selaku pendidik sebaiknya dapat membuat peserta didik kita displin. Dalam hal ini bagaimana peserta didik dapat melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan dorongan dari dalam dirinya sendiri.
  • Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan dan Restitusi. Hal selanjutnya yang saya dapat adalah tentang motivasi perilaku manusia. Dari materi ini saya tersadar bahwa selama ini saya sebagai manusia dan saya sebagai pendidik, bahwa saya melakukan sesuatu untuk mendapatkan senyuman, pujian dan penghargaan dari orang lain. Menurut Dianne Gossen, ada 3 motivasi perilaku manusia, yaitu 1) untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, 2) untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, 3) untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Motivasi yang ketiga inilah yang harus dilakukan oleh seluruh warga sekolah. Bahwa pendidik dan peserta didik hendaknya melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini. Displin positif harus dapat menanamkanmotivasi yang ketiga tersebut kepada peserta didik yaitu menjadi peserta didik yang menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika peserta didik kita mempunyai motivasi tersebut, maka peserta didik kita telah memiliki motivasi instrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak berpengaruh pada adanya hukuman dan hadiah. Peserta didik akn tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena peserta didik ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.
  • Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Ini yang belum saya dapat selama ini. Selama ini saya selaku pendidik hanya mengenal hukuman dan konsekuensi. Itu yang saya gunakan dalam membimbing peserta didik saya. Saya dicerahkan oleh adanya restitusi ini. Dimana peserta didik yang berbuat salah dihargai, menyelesaikan masalahnya dan merasa aman dan nyaman.
  • Keyakinan Kelas, Keyakinan kelas merupakan nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersurat maupun tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa dan agama. Nilai-nilai universal ini menekankan  pada keyakinan peserta didik yang muncul dari dalam diri peserta didik itu sendiri. Keyakinan ini akan memotivasi dari dalam. Peserta didik akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinan universal ini daripada sekedar mengikuti peraturan secara tertulis. Selama ini yang saya ketahui bahwa peserta didik itu diperhadapkan dengan sejumlah point-point  peraturan yang ada di sekolah beserta sanksinya serta point pelanggarannya. Jika peserta didik melanggar peraturan maka akan di beri sanksi dan dicatat dalam buku pelanggaran. Dan setelah memenuhi point tertentu peserta didik tersebut akan di keluarkan. Jadi dalam hal ini ada stimulus-respon. Nah, pada pembelajaran yang telah saya lalui ini saya mendapatkan bahwa keyakinan kelas itu berbeda dengan peraturan-peraturan sekolah yang selama ini diterapkan. Keyakinan kelas itu : 1) bersifat lebih abstrak dari peraturan yang lebih rinci dan konkrit, 2) Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal, 3) Pernyataan keyakinan kelas dibuat dalam bentuk positif, 4) Keyakinan kelas hendaknya dibuat tidak terlalu banyak sehingga mudah diingat dan dipahami, 5) Keyakinan kelas merupakan sesuatu yang dapat diterapkan di kelas tersebut, 6) Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas tersebut, 7) Bersedia meninjau keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
  • Kebutuhan Manusia dan Dunia Berkualitas. Materi yang saya peroleh selanjutnya adalah kebutuhan manusia dan dunia berkualitas. Kebutuhan manusia itu ada 5 yaitu : 1) kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), 2) kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), 3) kebebasan (freedom), 4) kesenangan (fun), dan 5) penguasaan (power). Apa kaitanya dengan pembelejaran ? Bahwa peserta didik ketika melanggar peraturan kelas atau melanggar keyakinan kelas itu sebenarnya peserta didik tersebut belum terpenuhi kebutuhan dasarnya tersebut atau ada kebutuhan dasarnya yang belum terpenuhi. Misalnya ada peserta didik yang tidak mau bergaul dengan teman-temannya di kelas itu artinya peserta didik tersebut mempunyai kebutuhan akan kasih saying dan rasa diterima. Sebagai seorang guru ketika kita mengetahui hal tersebut tentu kita dapat memberikan perhatian yang lebih kepada peserta didik tersebut dan memberikan pemahaman untuk dapat bergaul dengan teman-teman yang lain serta memberikan pemahaman pula pada teman-teman di kelasnya untuk dapat menerima teman yang lain berdasarkan keyakian kelas/nilai-nilai kebajikan yang telah disepakatinya.
  • Kebutuhan dasar manusia ini tidak hanya berkaitan dengan peserta didik saja. Kebutuhan dasar manusia ini juga berkaitan dengan pendidik. Kalau kita perhatikan di sekolah kita ada pendidik yang mempunyai kebutuhan yang tinggi terhadap kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),  kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging),  kebebasan (freedom),  kesenangan (fun), dan  penguasaan (power). Dengan mengetahui kebutuhan 5 dasar tersebut kita sebagai pendidik atau sebagai rekan kerja atau kita sebagai pimpinan apa yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan displin positif di sekolah kita. Tentu dengan mengetahui 5 kebutuhan dasar tersebut kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, sehingga perubahan perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif juga.  Sebagai seorang pendidik harus memahami kebutuhan dasar manusia tersebut agar kita dapat bertindak secara tepat.
  • Selain 5 kebutuhan dasar tersebut, saya mendapatkan hal yang baru yaitu "Dunia Berkualitas". Apa yangddimaksud dengan "Dunia Berkualitas" ? Dunia Berkualitas adalah tempat dalam pikiran kita, tempat kita menyimpan gambaran representasi dari semua yang kita inginkan : dapat berisi orang-orang, hal-hal dan apa saja yang terbaik dalam hidup kita dan membuat kita merasa bahagia dan terpenuhi kebutuhan dasar kita. Orang, tempat, nilai-nilai dan kepercayaan yang penting bagi kita ada di "dunia berkualitas", syaratnya adalah sesuatu itu harus terasa sangat baik dan memenuhi satu atau lebih kebutuhan dasar kita. Peserta didik kita juga mempunyai "dunia berkualitas". Sebagai pendidik saya ingin memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki ke dalam "dunia berkualitas" peserta didik saya. Pendidik harus dapat membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan peserta didik, sehingga peserta didik akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia yang berkualitas karena peserta didik menghargai nilai-nilai kebajikan.
  • Restitusi -- Lima Posisi Kontrol. Dalam hal ini saya mendapatkan materi tentang displin positif yang berpusat pada peserta didik. Pendidik perlu meninjau kembali penerapan displin di kelas-kelas yang mereka ajar. Selama ini penerapan displin positif yang dilakukan pendidik lebih berpusat pada pendidik. Ketika peserta didik melanggar peraturan maka peserta didik diberi sanksi. Tidak ada penghargaan bagi peserta didik yang melanggar displin. Peserta didik lebih sebagai objek ketika melanggar displin. Demikian dengan solusi untuk penyelesaian masalah tidak datang dari peserta didik. Tetapi datang dari pendidik. Saya mendapatkan meteri tentang 5 posisi kontrol dalam displin positif ini yaitu 1) Penghukum, 2)Pembuat Orang merasa bersalah, 3) Teman, 4) Pemantau, 5) Manager. Pendidik yang berposisi penghukum cenderung berbuat menghardik, menunjuk-nunjuk, menyakiti dan menyindir. Hasilnya peserta didik akan memberontak, mendendam, dan menyalahkan orang lain. Pendidik yang berposisi sebagai   pembuat orang merasa bersalah akan berbuat berceramah, menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Hasilnya peserta didik akan menyembunyikan, menyangkal dan berbohong. Pendidik yang berposisi sebagai teman akan berbuat membuatkan alas an-alasan untuk peserta didiknya. Hasilnya peserta didik akan mempunyai ketergantungan pada pendidiknya. Pendidik yang berposisi sebagai pemantau akan berbuat menghitung dan mengukur dari peraturan yang ada dengan perilaku peserta didik yang melanggar peraturan tersebut. Peraturannya apa? Konsekuensinya apa jika melanggar. Hasilnya jika pendidik berposisi sebagai pemantau adalah peserta didik akan menyesuaikan bila diawasi. Dan yang terakhir adalah pendidik yang berposisi sebagai manager. Pendidik yang berposisi sebagai manager akan berbuat mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Hasilnya adalah peserta didik akan terbentuk/menguatkan  wataknya atau karakternya. Dampaknya bagi peserta didik adalah peserta didik mengevaluasi diri, bagaimana menjadi diri  yang lebih baik.
  • Setelah mendapatkan materi ini saya terkejut bahwa selama ini saya hanya berposisi sebagai teman bagi peserta didik saya. Kadang juga berperan sebagai pemantau. Saya tidak tahu bahwa sebenarnya harus memposisikan sebagai manager. Memposisikan sebagai manager ini dapat memberdayakan peserta didik kita.    
  • Restitusi -- Segitiga Restitusi. Materi yang terakhir saya dapatkan adalah segitiga restitusi. Segitiga restitusi adalah proses dialog yang dijalankan oleg pendidik   agar menghasilkan peserta didik  yang mandiri dan bertanggung jawab. Pada saat pendidik  di posisi manager, aspek yang dikembangkan pada peserta didik  adalah motivasi intrinsik sehingga penanaman nilai-nilai kebajikan dapat tumbuh, dan berkembang menjadi kebiasaan positif yang akhirnya membentuk karakter peserta didik. Proses dialog ini terdiri dari 3 langkah yang digambarkan dalam ketiga sisi pada segitiga restitusi.
  • Sisi Pertama Menstabilkan Identitas. Berdasarkan prinsip membuat kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. Berperan menggeser identitas peserta didik  dari identitas gagal menjadi identitas sukses. Jangan mengkritik peserta didik  yang sedang mengalami identitas gagal. Pendidik mengajukan  pernyataan-pernyataan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1) Berbuat salah itu tidak apa-apa, 2) Tidak ada manusia yang sempurna, 3)Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu, 4) Kita bisa menyelesaikan ini, 5) Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini,  6) Kamu berhak merasa begitu, 7) Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
  • Sisi Kedua Validasi Tindakan yang salah, Berdasarkan prinsip setiap perilaku berupaya memenuhi kebutuhan tertentu. Pendidik akan bergeser dari pemikiran stimulus respon menjadi proaktif. Mengenali dan mengakui kebutuhan murid ini dapat memperbaiki hubungan dengan murid. Pernyataan/pertanyaan dapat disampaikan dengan nada suara tidak menghakimi/memojokkan. Pendidik hendaknya mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut  : 1) "Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?" 2) "Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu" 3) "Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu", 4) "Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru."5) Sisi yang ketiga adalah menanyakan keyakinan.
  • Teori control pada dasarnya kita termotivasi secara intrinsic. Pada saat perilaku telah tervalidasi dan identitas sukses telah stabil maka murid telah siap mengaitkan keyakinannya dengan tindakan yang salah.
  • Ajukan pertanyaan : 1) Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?, 2) Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati? 3) Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal ?, 4) Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

2.  Emosi-Emosi yang dirasakan Terkait Pengalaman Belajar

     Emosi-emosi yang terkait dengan pengalaman belajar yang saya rasakan selama ini adalah sebagai berikut :

 1) Terkejut. Dalam pembelajaran ini saya sempat merasa terkejut menerima materi selama pembelajaran ini. Saya merasa terkejut karena sebagai pendidik saya selama ini berefleksi bahwa saya merasa cukup dalam membimbing peserta didik saya tetapi ketika menerima materi ini saya sebenarnya masih banyak yang harus saya kembangkan. Saya yang semula berposisi control sebagai  teman bagi peserta didik saya, yang saya anggap sudah cukup saya sebagai teman yang berarti saya cukup dekat dengan peserta didik, menjalin komunikasi yang baik dengan peserta didik. Setelah saya menerima materi ini sebenarnya saya harus berposisi control sebagai manager. Dalam berposisi control sebagai manager ini saya dapat memberdayakan peserta didik saya. Saya belajar menghargai peserta didik saya ketika peserta didik saya berbuat salah. Peserta didik saya berikan kesempatan untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Peserta didik mencari solusi tersendiri tentang masalah yang dihadapinya.  

2) Bahagia. Saya merasa bahagia setelah saya mengikuti pembelajaran ini. Saya mendapat banyak ilmu yang selama ini saya belum pernah saya dapatkan. Ilmu yang selama ini saya anggap sudah baik dalam membantu saya dalam membimbing peserta didik saya menjadi kurang setelah saya mendapatkan ilmu yang baru saja saya pelajari. Budaya positif khususnya yang rasakan bahwa selama ini saya belum mengaplikasikanya dalam pebelajaran di kelas terhadap peserta didik saya maupun terhadap rekan kerja saya.

3)  Mempunyai harapan. Dengan telah selesainya pembelajaran ini saya merasa memiliki harapan. Harapan yang lebih baik untuk membimbing dan pendampingi peserta didik dalam pembelajaran. Harapan yang baik untuk dapat memberdayakan peserta didik yang mengalami kegagalan identitasnya. Pendidik dapat mengembangkan kompetensinya  Sebagai pendidik saya terpacu untuk merencanakan jalan keluar dalam upaya mencapai tujuan walaupun adanya rintangan, dan menjadikan motivasi sebagai suatu cara dalam mencapai tujuan. Saya mempunyai harapan untuk dapat membangun budaya positif di sekolah. Dengan telah mendapatkan materi ini saya mempunyai gambaran bagaimana saya harus menerapkan budaya positif di sekolah. Saya menyadari bahwa untuk menerapkan budaya positif ini perlu waktu. Tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Tetapi saya mempunyai harapan bahwa saya akan dapat  menerapkan budaya positif tersebut.

4) Mempunyai keyakinan. Sebelum mengikuti pembelajaran ini saya tidak mempunyai keyakinan terhadap budaya positif yang harus saya terapkan. Banyak hal yang saya temui dalam sekolah bahwa peserta didik ketika melanggar peraturan maka peserta didik mempunyai kecenderungan untuk berbuat yang salah kembali. Keyakinan harus dipunyai pendidik dalam menerapkan budaya positif ini. Selama pendidik telah memiliki keyakinan maka keberhasilan dalam menerapkan budaya positif di sekolah ini akan berhasil. Keyakinan merupakan budaya positif yang harus dimiliki oleh pendidik.  Keyakinan ini merupakan energi bagi pendidik untuk menerapkan budaya positif di sekolah.


3.  Keterlibatan Diri Saya  dalam Proses Belajar

Yang Sudah Baik Berkaitan dengan Keterlibatan Diri Saya  dalam Proses Belajar adalah sebagai berikut :

1) Pemimpin Pembelajaran. Sebelum saya menerima materi budaya positif ini saya sebagai pendidik mempunyai peran   dalam menanamkan kedisiplinan dalam proses belajar antara lain; a) memberi keteladanan kepada peserta didik , b) melaksanakan peraturan kelas, c) memberi nasehat dan peringatan kepada peserta didik yang melanggar, dan d) memberi hukuman atau sanksi kepada peserta didik yang melanggar. Namun setelah saya menerima materi displin positif ini peran saya dalam menanamkan budaya positif ini berubah. Dalam memberikan keteladanan tentu itu masih saya lakukan karena dengan keteladanan ini maka peserta didik termotivasi untuk menerapkan budaya positif ini dalam proses belajar di sekolah.  Untuk melaksanakan peraturan sekolah tentu hal ini sudah saya tinggalkan karena dalam budaya positif ini tidak mengenal peraturan sekolah tetapi yang dikenal adalah keyakinan sekolah/kelas. Untuk memberi nasehat dan peringatan kepada peserta didik yang melanggar juga tidak saya lakukan. Yang saya lakukan adalah melaksanakan praktik segitiga restitusi. Dengan melakukan praktik segitiga restitusi ini peserta didik saya ajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang mereka hadapi dengan mencari solusi sendiri dari permasalahan yang mereka hadapi tersebut. Dari solusi bukan dari pendidik tetapi solusi berasal dari motivasi dari dalam diri peserta didik sendiri.

2) Menggerakkan komunitas praktisi. Dalam hal menggerakkan komunitas praktisi tentu saya sebagai pendidik mempunyai akses yang tidak terbatas dalam ruang lingkup komunitas praktisi yang ada di sekolah saya. Saya dapat dengan mudah menggerakkan komunitas praktisi yang ada di sekolah. Setiap saat saya dapat menggerakkan komunitas praktisi yang ada di sekolah. Yang saya dalam menggerakkan komunitas praktisi ini adalah adalah 1) Berbagi masalah dan mengembangkan proses untuk mencari penyelesaian masalah dalam menerpakan budaya positif di sekolah, 2) Merumuskan tindakan untuk menyelesaikan masalah penerapan budaya positif di sekolah, (3) Berbagi pengalaman menjalankan praktik baik dalam menerapkan budaya positif, 4) Merefleksikan tindakan-tindakan yang sudah diambil untuk melakukan perbaikan dalam menerapkan budaya positif di sekolah. Namun apabila berkaitan dengan ruang lingkup di luar sekolah saya maka saya mempunyai kesulitan. Hal ini terjadi karena saya tidak mempunyai akses di komunitas praktisi di luar sekolah. Hal ini tentu menjadi tantangan buat saya secara pribadi. Bagaimana saya menggerakkan komunitas praktisi diluar sekolah saya.

3) Menjadi coach bagi pendidik yang lain. Sebagai seorang pendidik, saya harus dapat menjadi coach bagi pendidik yang lain dalam hal proses belajar khususnya dalam penerapan budaya postif di sekolah. Bagaimana pendidik yang lain dapat menerapkan budaya positif ini di kelasnya masing-masing. Dalam hal saya sebagai coach hal yang saya tularkan kepada pendidik yang lain  adalah agar rekan kerja saya menguasai kompetensi dalam coach yaitu a) Bagaimana memberikan pertanyaan yang baik dalam menerapkan budaya positif khususnya segitiga restitusi.  Kompetensi ini sangat diperlukan dalam menggali permasalahan-permasalahan dan solusi-solusi dari peserta didik yang mengalami permasalahan.  b) Memiliki pembawaan positif dalam menerapkan budaya positif di sekolah, c) Kemampuan mendengarkan dan memotivasi, d) Dapat memandu percakapan dengan baik, e) Berkomitmen untuk terus belajar.

4) Mendorong kolaborasi antar pendidik. Bekerja secara kolaborasi itu lebih efektif dari pada bekerja secara sendiri-sendiri. Oleh sebab itu sebagai seorang pendidik sebabaiknya dapat berkolaborasi dalam menerapkan budaya postif ini. Hal yang sudah dilakukan dalam menerapkan budaya positif ini adalah 1) menyusun keyakinan kelas/sekolah dengan berkolaborasi dengan pendidik lain, 2) Melakukan diskusi dalam menyusun keyakinan kelas/sekolah, 3) Bertukar informasi atau wawasan antar pendidik untuk kepentingan pengembangan dalam menerapkan budaya positif di sekolah.

5) Mewujudkan kepemimpinan peserta didik. Sebagai pendidik sebaiknya dapat mewujudkan kepemimpinan peserta didik dalam hal menerapkan budaya positif di kelas/sekolah. Untuk dapat mewujudkan kepemimpinan peserta didik ini maka yang dilakukan adalah a) memberikan tanggung jawab kepada peserta didik dalam menerapkan budaya positif, b) memberikan tanggung jawab kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas nya secara berkelompok untuk melatih kepemimpinan peserta didik, c) Menanamkan nilai-nilai universal pada peserta didik, d) mendorong peserta didik untuk ikut dalam organisasi dalam sekolah.

4. Yang Perlu Diperbaiki Terkait dengan Keterlibatan Diri Saya dalam Proses Belajar

 Yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan diri saya dalam proses belajar adalah sebagai berikut  :

1) Menggerakkan komunitas praktisi. Yang perlu diperbaiki dalam keterlibatan diri saya dalam proses belajar budaya positif yaitu di ruang lingkup luar sekolah. Perlu keaktifan diri saya dalam komunitas praktis di tingkat Kota Surakarta. Selama ini yang sudah saya lakukan hanya di Yayasan Wiyata Mulia Surakarta. Perlunya peningkatan di komunitas-komunitas praktis yang lain. Tantangan bagi saya selaku pendidik untuk dapat menggerakkan komunitas praktisi di luar ruang lingkup sekolah saya.

2) Menjadi coach bagi pendidik yang lain. Dalam menjadi coach ini juga perlu ditingkatkan dalam hal kualitas pekerjaan yang berhubungan dengan penerapan budaya positif di sekolah. Pendidik-pendidik yang lain perlu dibuat mengerti tentang budaya positif ini. Tantangan bagi saya untuk dapat menjadi coach bagi pendidik yang lain dengan lebih intens. Tidak hanya secara formalitas dan insidentiil. Tetapi secara terus menerus hal ini dapat saya lakukan secara rutin.

3) Mendorong kolaborasi antar pendidik. Tidak semua pendidik mempunyai kecocokan. Hal inilah yang menghambat antara pendidik yang satu dengan pendidik yang lain dalam hal berkolaborasi. Selama ini pendidik dalam berkolaborasi hanya pada pendidik yang mempunyai kedekatan secara pribadi. Perlunya dibuka paradigm pendidik untuk menerapkan nilai-nilai universal dalam mendorong kolaborasi antar pendidik.

5. Kompetensi dan Kematangan Diri Pribadi

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki pendidik yang berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk melakukan pekerjaan sebagai pendidik. Kompetensi dalam proses belajar budaya positif ini akan menjadi maksimal jika kematangan diri pribadi pendidik ini dapat diaktualisasikan dalam penerapan budaya positif di kelas/sekolah. Dengan kompetensi dan kematangan ini maka penerapan budaya positif di kelas menjadi semakin mudah dalam pendidik menerapkanya. Karena jika pendidik tersebut sudah memiliki kematangan diri pribadi maka pendidik tersebut akan mempunyai tanggung jawab dalam penerapan budaya positif tersebut. Semakin matang diri pribadi pendidik maka akan mudah dalam menerapkan kompetensinya dalam proses belajar. Hal ini disebabkan sudah banyak pengalaman-pengalaman, pengetahuan, ketrampilan dan sikap pendidik dalam melakukan pekerjaannya dalam proses belajar peserta didik. Kompetensi yang harus dimiliki pendidik ini berkaitan dengan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh guru penggerak yaitu :

1) Berpihak pada peserta didik. Sebagai pendidik harus mengutamakan peserta didik dalam proses belajarnya. Seorang pendidik harus didasari oleh semangat untuk memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan yang ada untuk menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang positif serta berkualitas bagi peserta didiknya. Segala hal yang pendidik lakukan, harus bergeser dari pemuasan kepentingan diri sendiri, maupun pihak lain, menuju kepentingan pembelajaran peserta didik. Pendidik Penggerak yang memiliki nilai ini, akan selalu berpikir mengenai pertanyaan utama yang mendahulukan peserta didiknya , seperti: "apa yang murid butuhkan?", "apa yang bisa saya lakukan agar suasana belajar dan proses pembelajaran ini lebih baik?", "bagaimana saya dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi anak untuk mewujudkan dunia yang mereka idamkan?", dan lain-lain

2) Mandiri. Nilai Mandiri ini, secara sederhana menggambarkan semangat pendidik untuk terus belajar sepanjang hayat. Ini juga berarti seorang pendidik harus senantiasa memampukan dirinya sendiri dalam melakukan aksi serta berkenan mengambil tanggung jawab dan turun tangan untuk memulai perubahan. Pendidik yang mandiri termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain. Seyogyanya, dalam membawakan perubahan yang positif, pendidik perlu memahami psikis-fisik-etis-estetis manusia dan pedagogis (pendidikan anak). Hal itu selaras dengan Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa seorang guru harus menguasai lima ilmu yaitu: ilmu hidup batin (psikologis), ilmu hidup jasmani (fisiologis), ilmu kesopanan (etika), ilmu keindahan (estetika), dan ilmu pendidikan (pedagogis). Dengan demikian, Pendidik harus secara sengaja merencanakan dan melakukan perbaikan diri sehingga makin menguasai dan makin ahli dalam apapun yang dianggap perlu untuk membawakan perubahan yang berpihak pada peserta didik. Pendidik yang mandiri memiliki daya lenting dan terpacu untuk memperhatikan kualitas kinerja dan hasil kerja mereka. Mereka beranjak dari "kekaburan dan ketidaktepatan" menuju "keelokan dan ketepatan" kualitas kinerja dan hasil kerja mereka.

3) Reflektif. Nilai Reflektif layaknya adalah model mental yang diharapkan menubuh pada Pendidik dimana mereka senantiasa memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun pihak lain secara positif-apresiatif-produktif. Proses mewujudkan Profil Pelajar Pancasila pada diri sendiri sebagai Pendidik dan menuntun perwujudannya pada peserta didik merupakan perjalanan yang penuh dengan variasi pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman ini boleh jadi akan menimbulkan kesan positif maupun negatif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, pendidik memanfaatkan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai pembelajaran untuk menuntun dirinya, peserta didik, dan sesama dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga mampu menjalankan perannya dari waktu ke waktu.

4) Kolaboratif. Nilai Kolaboratif berarti seorang pendidik mampu senantiasa membangun daya sanding. Mereka memperhatikan pentingnya kesalingtergantungan yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, seorang Pendidik  akan bertemu banyak sekali pihak yang mampu mendukung pencapaian Profil Pelajar Pancasila. Pendidik diharapkan mampu mengomunikasikan kepada semua pihak mengenai pentingnya keberpihakan pada peserta didik.

5) Inovatif. Dalam hal ini seorang pendidik harus  mampu senantiasa memunculkan gagasan segar dan tepat guna. Nilai inovatif ini juga mengisyaratkan penguatan semangat gotong-royong dan pemberdayaan aset/kekuatan yang ada di sekolah untuk mewujudkan visi bersama. Pendidik yang mempunyai nilai inovatif juga pantang menyerah (daya lenting) serta jeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran peserta didiknya. Tentu hal ini tidak hanya dalam peningkatan kualitas pembelajaran namun hal ini juga dapat mendukung dalam menerapkan budaya positif di kelasnya.

Demikian Keterkaitan Konsep Budaya Positif dengan Modul 1.1., Modul 1.2 dan Modul 1.3 yang dapat saya paparkan dalam kesempatan ini. Semoga dari apa yang saya paparkan ini dapat memperjelas keterkaitannya. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun