Mohon tunggu...
ervina agustria simanjuntak
ervina agustria simanjuntak Mohon Tunggu... -

Q hanya lah sebuah lilin kecil.. Tapi Q mampu menjadi pelita yang sangat terang di sekeliling ku berkat pertolongan Nya.. *ervina agustria simanjuntak*

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mukjizat Pasti Terjadi!!! (Part...1)

14 Desember 2010   03:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:45 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup memang sulit untuk dimengerti. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengetahui apakah yang akan terjadi sedetik kemudian, semenit, sejam, sehari, seminggu, sebulan, bahkan setahun kemudian. Apa yang sudah kita rancang dengan begitu indah belum tentu terlaksana bahkan bisa saja sebaliknya. Kita hanya dapat berdoa dan berusaha agar kita mendapat yang terbaik sesuai dengan apa yang kita inginkan dan cita-citakan.


Begitu juga dengan nasib seorang anak perempuan yang berumur 17 tahun. Namanya Tria, seorang siswi yang sangat pintar dan selalu berprestai. Duduk di bangku kelas 3 SMA negeri yang ada dipelosok desa dan hidup dari keluarga yang sangat miskin. Ayahnya adalah seorang tukang pengantar surat pos dan ibunya hanyalah seorang penjual gorengan. Tria memilki dua orang adik yang masih kecil- kecil. Keluarga ini tinggal di sebuah gubuk yang sudah reyok peyok, yang jika datang hujan maka gubuknya juga akan basah bahkan banjir.


Semuanya berawal dari sebuah pemberontakan akan nasib yang diterima oleh keluarga Tria. Tria merasa bahwa keadaan yang dialami keluarganya hanyalah sebuah kutukan. Meskipun Tria tidak pernah menerima akan kenyataan yang dijalaninya, tetapi kedua orangtua Tria mengajarkan untuk selalu mengucap syukur dan jangan pernah mengeluh. "Apa gunanya nak kita selalu mengeluh??? Apakah itu dapat mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik??? Banyak berdoa dan bergiatlah belajar." Hanya itulah yang selalu dilontarkan kedua orangtua Tria ketika mereka melihat anak mereka mengeluh.


Pagi-pagi buta Tria sudah bangun dari tidurnya untuk membantu ibunya membuat gorengan yang juga akan dijual oleh Tria di kantin sekolahnya. Selain itu, Tria juga masih harus memandikan kedua adiknya yang masih kecil dan menyediakan makanan sebelum Tria berangkat. Semua itu dilakukan Tria setiap harinya. Tria tidak bisa memberontak atau mengelak dari tugas itu, karena itu adalah tanggungjawabnya sebagai anak yang paling tua. Akhirnya Tria pun berangkat ke sekolah dengan membawa gorengan yang akan dijual di kantin sekolahnya. Setelah sampai, suasana sekolah masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang sudah di sekolah. Tria pun menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak sambil menunggu lonceng berbunyi.


Tria pergi ke sebuah bundaran kecil untuk bersandar dekat pohon yang rindang. Seketika Tria pun mulai mempermainkan angan-angannya. "Andai aku orang kaya, pasti aku sekolah di tempat yang bagus, aku tinggal di rumah yang mewah, aku naik mobil, setiap saat dapat mengenakan baju yang bagus-bagus." Sejenak Tria menarik nafas dalam-dalam seakan-akan dia dapat menikmati angan-angannya. "Tapi...kapan aku akan menikmati itu semua? MUSTAHIL" ucap Tria sambil menyudahi angan-angannya. Lonceng pun berbunyi menandakan pelajaran akan dimulai. Tria bergegas berjalan menuju ruangan kelasnya yang tidak jauh dari tempat peristirahatannya. Ketika berjalan, mata Tria menangkap sesuatu yang tertempel di sebuah pohon. Sebuah kertas yang berwarna kuning. Dengan diselimuti rasa penasaran, Tria berlari kecil untuk melihat apakah yang tertulis di kertas kuning itu.


"Apakah ini benar???" gumam Tria setelah melihat kertas kuning itu. Ternyata kertas kuning itu adalah sebuah informasi sayembara tentang karya tulis ilmiah yang hadiahnya sangat mengesankan. Hadiahnya berupa study tour ke Sydney, mendapat beasiswa untuk perguruan tinggi, dan mendapat uang tunai sebanyak dua puluh lima juta rupiah. Sejenak Tria tidak yakin dan merasa isi kertas itu adalah sebuah bohongan. Tanpa pikir panjang, Tria berlari menuju kelas.


Pak guru sedang menerangkan pelajaran, Tria sedikit terkejut. Dengan memberanikan diri, Tria mengetuk pintu. "Tok tok tok.." terdengar suara pintu kayu yang sudah agak lapuk."Selamat pagi, Pak. Saya minta maaf karena terlambat masuk." Dengan spontan Pak guru pun berhenti menerangkan pelajaran sambil menatap Tria. "Hemmh, kenapa kamu masuk terlambat Tria??? Tidak biasanya" tanya Pak guru yang sedikit penasaran karena Tria belum pernah melakukan hal tersebut sebelumnya. "Saya baru saja dari kamar mandi, Pak" ucap Tria dengan berbohong. "Oh...ya sudah, cepat kamu duduk" perintah Pak guru tanpa berbasa basi. "Terima kasih, Pak" jawab Tria sambil bergegas duduk.


Lonceng pun berbunyi tanda pelajaran usai. Tria langsung menuju kantin untuk mengambil hasil penjualan gorengnya. Semua gorengannya habis terjual. Tria pun tersenyum simpul. "Terima kasih ya Tuhan buat pertolongan Mu" doa Tria dalam hati. Ketika bergegas pulang ke rumah, tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras. Mau tidak mau, Tria pun mencari tempat perteduhan. Tria singgah di sebuah warung kecil dan dia pun mengambil posisi duduk di warung itu. Ketika itu ada juga seorang lelaki yang sedang berteduh yang sedang membawa lembaran-lembaran brosur berwarna kuning. Tanpa basa-basi, Tria pun bertanya, "Mohon maaf, Mas..Bolehkah saya lihat kertas kuning itu??" "Oh, kenapa tidak" ucap lelaki itu sambil memberikan kertas kuning kepada Tria. Tria pun mulai membacanya, "hemmh..persis seperti yang aku baca tadi" gumam Tria di hati kecilnya. "Berniat ya, Dek??" tanya lelaki itu. "Tidak Mas, saya sama sekali tidak berniat". "Lho, kenapa tidak??Apakah Adek tidak tertarik pada hadiah-hadiahnya??" "Saya sangat tertarik Mas, tapi.." Tria langsung berhenti. "Tapi kenapa, Dek??? Kamu pasti bisa menjadi juara, saya yakin itu" kata lelaki itu dengan suara yang tegas dan meyakinkan. Tria pun tersenyum simpul, "Terima kasih Mas buat pujiannya, tapi saya memang tidak bisa mengikutinya meskipun saya bisa." Seketika suasana pun hening hanya terdengar suara hujan yang masih deras. "Kamu tidak punya uang ya, Dek??" seketika lelaki itu membuka pembicaraan lagi. Tria hanya terdiam saja tanpa menghiraukan pertanyaan lelaki itu. Sambil merogoh-rogoh kantung, lelaki itu pun menyodorkan sejumlah uang kepada Tria, "Saya hanya punya sedikit uang, tapi ini cukup kok buat biaya kamu sampai ke lomba itu". Tria sangat terkejut melihat hal itu. "Em..em..Makasih Mas, tapi tidak perlu kok" sambil menolak uang itu. "Tidak apa-apa, ayo diambil. Anggap saja kamu berhutang kepada saya. Tapi kamu harus janji kalau kamu akan memenangkan pelombaan itu. Jadi kamu dapat mengembalikan uang saya" ucap lelaki itu sambil tertawa kecil. Tanpa pikir panjang, Tria pun menerimanya. "Terimakasih ya Mas buat bantuannya." "Sama-sama, Dek." Hujan pun sudah reda, lelaki itu langsung pergi. "Saya pamit dulu ya, Dek". "Oh, iya Mas. Silahkan" balas Tria dengan pikiran yang melayang-layang. Tiba-tiba Tria teringat sesuatu. "Mas..Kalau.." ucapan Tria pun terputus karena lelaki itu sudah pergi jauh dengan sepeda motor. Tria sedikit terkejut, padahal Tria ingin menanyakan alamat lelaki yang sudah memberinya sejumlah uang agar Tria dapat mengembalikan uangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun