Mohon tunggu...
Ervina Eka Ayu Safira
Ervina Eka Ayu Safira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan IPS UM

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

KKL Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang: Dari Hutan Gundul Ke Pesona Tropis, Transformasi Pantai CMC Menjadi Kawasan Ekowisata

15 Mei 2024   19:38 Diperbarui: 15 Mei 2024   22:35 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Mangrove (Dokumentasi Pribadi)

Sehingga terjadi diskusi untuk mengatasi ketakutan atau kemungkinan buruk yang terjadi dan bagaimana caranya agar kawasan hutan dapat dibuka sebagai tempat wisata berbasis alam namun alam tetap terjaga. Ada beberapa kesepakatan yang diterapkan hingga saat ini kawasan CMC dibuka, yaitu:

  • Melakukan pengecekan sampah pada saat masuk dan keluar dari kawasan
  • Pendampingan oleh pemandu wisata (tour guide), fungsinya supaya bisa mengontrol wisatawan agar tidak merusak, juga sebagai pendapatan para pemandu wisata.
  • Melakukan pembatasan kunjungan pantai. Pantai Clungup dan Gatra dibatasi 300 kunjungan/hari, dan Pantai Tiga Warna 100 orang/dua jam. Ini untuk mendukung agar kegiatan konservasi yang berjalan tidak rusak.

Alasan mengapa dibukanya lahan konservasi menjadi kawasan wisata alam edukasi adalah karena kegiatan ini tidak memiliki income dan berjalannya kerja bakti pada saat itu masih secara sukarelawan, sedang yang mengelola bersama-sama kawasan ini mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya, sehingga diharapkan kawasan konservasi CMC dapat menjadi ladang mata pencaharian bagi pengelola, sukarelawan, serta masyarakat sekitar.

Papan Informasi Metode Miyawaki di CMC  (Dokumentasi Pribadi)
Papan Informasi Metode Miyawaki di CMC  (Dokumentasi Pribadi)

Konservasi mangrove yang ada pada kawasan CMC menggunakan metode Miyawaki. Metode ini ditemukan oleh Prof. Akira Miyawaki dari Jepang yang diimplementasikan pada salah satu kawasan CMC berluaskan 400m persegi. Tentu berbeda dengan reboisasi konvensional yang ada, dengan menggunakan metode Miyawaki tanaman yang ditanam memiliki jarak yang lebih rapat karena mengadopsi kehidupan alami di hutan, yang tumbuhannya dapat tumbuh dengan jarak rapat serta tanpa intervensi pupuk. Dengan lahan 400m persegi dapat tertanam 1400 bibit dengan permeternya dapat tumbuh hingga 4 bibit. 

Semua bibit diklasifikasin menjadi empat kelompok, yaitu kelompok semak, sub pohon, pohon, dan kenopi. Dalam penanaman bibit pada lahan ini tidak ada penyulaman, sehingga jika ada tanaman yang meti berarti tanaman tersebut tidak dapat survive di alam. Selain ada nilai plus, tentu juga ada nilai negatif dari metode ini yaitu pembiayaannya yang mahal. Kawasan 400m persegi ini telah mengahabiskan dana 120 juta dan bekerja sama dengan NGO untuk mengaktualisasikan program konservasi dengan metode Miyawaki ini.

Pohon Mangrove (Dokumentasi Pribadi)
Pohon Mangrove (Dokumentasi Pribadi)

Dalam upaya konservasi, CMC menanam beberapa jenis bakau. Bakau sendiri merujuk ke tanaman dari genus rhizophora yang memiliki ciri khas akar tunjang, sehingga akar ini kuat ketika menahan abrasi karena akar ini akan saling mengikat satu sama lain untuk menahan tanah tetap terkonsolidasi tidak tergerus oleh gelombang.  Sering kita ketahui bahwa mangrove itu bakau, padahal bakau sendiri adalah salah satu jenis dari mangrove. Jenis bakau yang ditanam dikawasan CMC diantaranya rhizophora apiculata atau bakau minyak, rizhophora mucronata atau bakau hitam dan rhizophora stylosa atau bakau putih,  dan excoecaria agallocha atau biasa disebut buta-buta. Terdapat juga mangrove minor Xylocarpus Granatum yang biasanya ditanam menjauhi kawasan pasang surut. 

Adapun tanaman Baringtonia asiatica dan Calophyllum Inophyllum yang sering ditanam di daerah pesisir. Peranan ekosistem mangrove salah satunya yaitu penahan abrasi. Adapun peran lain yaitu menjadi tempat serapan karbon, sehingga tanaman ini bisa membantu atau menahan dari efek rumah kaca. Sistem perakaran pada mangrove memiliki karakteristik yang merujuk ke dalam genus atau spesies tertentu yang memudahkan manusia untuk mengidentifikasi jenis-jenis mangrove.

Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru yang menaungi kawasan CMC, memiliki visi yaitu hidup sejahtera di alam yang lestari. Serta misi yaitu, bagaimana yayasan bisa membentuk suatu kelompok masyarakat yang bisa mengurus organisasi sendiri dan mendorong masyarakat untuk bisa terlibat aktif dalam kegiatan konservasi. Baik diranah konservasi terumbu karang, mangrove, maupun pantai. Yayasan ini memliki 3 pilar perjuangan :

1. Nilai Ekologi.

Berawal pada tahun 2005 dengan kawasan Pantai Clungup yang sangat rusak dan bukit disekitar gundul habis ditebang oleh masyarakat karena imbas peristiwa tahun 1998 sampai dengan 2000 yaitu krisis moneter dan reformasi yang melemahkan hukum, nilai ekologi menjadi pilar pertama yang menghidupi perjuangan Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru. Mengapa pilar ekologi menjadi yang pertama? "Karena jika nilai sosial dulu menjadi yang pertama, lahan sudah semakin rusak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun