Mohon tunggu...
Ervina Damayanti
Ervina Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - open your mind before open your mouth
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

ig @ervina.dmy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

22 September 2020   18:02 Diperbarui: 23 September 2020   19:06 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada sisi lain, anak juga memberikan tanda bahwa mereka sedang jenuh dengan aktivitas kesehariannya, mereka menginginkan rehat (down time). Ini adalah hal pertama yang harus kita fahami. Kebosanan bukanlah hal buruk bagi anak, itu adalah pertanda bahwa anak perlu menciptakan sesuatu sendiri. 

Biarkan anak-anak mencari dan menemukan sesuatu yang baru untuk dikerjakan dan memenuhi rasa bosan. Artinya, berikan mereka waktu untuk menyelesaikan kebosanannya. 

Dengan memberikan waktu, mereka akan tahu bahwa kita menghargai mereka. Kebosanan adalah fenomena nyata kehidupan. Biarkan anak-anak mengalaminya, mereka akan tahu bahwa hidup tidak seperti alur rangkaian acara hiburan.

Memahami siklus konflik antara orangtua dan anak mungkin ada penyebabnya. Konflik anak dengan orangtua memang wajar terjadi. Usia, perbedaan visi, hingga gender adalah beberapa hal yang kadang mendasari timbulnya konflik. 

Hampir semua manusia ingin memiliki keturunan, namun tidak semuanya siap untuk menjadi pengasuh bagi anak-anaknya kelak. Setidaknya kita bisa melihat fenomena keseharian di sekitar kita, tentang "kenakalan" anak-anak dan tekanan orangtua dalam mengasuh anak-anak mereka. 

Konflik dalam pengasuhan antara orangtua dan anak merupakan hal biasa dalam kehidupan. Ini adalah jejak yang membuktikan dinamika hubungan diantara keduanya. Banyak diantaranya menjadi sebuah titik balik kuatnya hubungan orangtua dan anak, namun tidak sedikit yang menjadi sebaliknya. Anak-anak hampir selalu akan menjadi korban jika terjadi konflik dengan orangtua mereka. 

Mereka tidak memiliki otoritas untuk membawa keinginan dan emosinya dipahami orangtua mereka, sedangkan orangtua dengan segudang pengetahuan dan pengalamannya memiliki otoritas penuh untuk selalu "menang" dalam konflik.

Pengetahuan dan pengalaman akan menjadi guide bagi orangtua untuk mengekspresikan perasaan tertekan dan frustasi saat berhadapan dengan anak mereka dalam sebuah konflik. Mereka bisa menekan dengan berbagai cara, mulai dengan intimidasi kontak mata, meninggikan suara, memberikan hukuman fisik sampai hukuman mengacuhkan anak-anak mereka. 

Beberapa orangtua mengaku menyesal sesaat setelah konflik berakhir dengan "kemenangan" mereka. Kemudian mencoba memperbaiki hubungan dengan berbagai hal, mulai menjalin komunikasi yang lebih lembut sampai memberikan hadiah. 

Sayangnya hanya sedikit dari resolusi tersebut yang benar-benar menyelesaikan masalah.  Jika konflik adalah api, maka untuk menaklukkannya kita butuh pengetahuan tentang api. 

Untuk mendapatkan pemahaman yang kaya tentang konflik pengasuhan, kita mulai dari bagaimana orangtua dan anak biasanya memandang, berpikir, merasakan dan kemudian berperilaku sebagai respon dari peristiwa yang penuh tekanan dan situasi penuh masalah. Konflik antara orangtua dan anak terjadi karena perbedaan pandangan, pikiran, perasaan dan respon perilaku antara keduanya. Itulah mengetahui siklus tersebut sangat penting bagi orangtua yang keseharian berhadapan dengan anak, entah itu anak sendiri ataupun siswa di sekolahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun