Mohon tunggu...
ERVINA
ERVINA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be The Light

Loving, Enlightening, Advence, and Determinded

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aksi Pantang dan Puasa Dalam Gereja Katholik di Indonesia

27 Oktober 2021   21:52 Diperbarui: 27 Oktober 2021   22:12 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi pantang dan puasa dalam Gereja Katholik sekarang ini lebih di kenal dengan nama Aksi Puasa Pembangunan. Aksi Sosial ini pertama kali tercetus pada tahun 1950 dari buah pemikiran karya pelayanan seorang misionaris Jesuit kelahiran Amsterdam, 26 Oktober 1911 yang bernama Romo Johanes Baptista Dijkstra SJ (1911-2003), yang pada saat itu beliau menjabat sebagai Sekretaris PWI Sosial MAWI. Dan pada perkembangan di kemudian hari Aksi Sosial ini menjadi ciri khas dan inisiatif Gerakan Aksi Sosial dalam Gereja Katholik di seluruh Indonesia.

Aksi kelompok umat Katholik yang sangat sederhana ini memiliki tujuan untuk menjembatani jurang antara yang kaya dan yang miskin. Umat Katholik diajak dengan sukarela dan dengan penuh sukacita menyisihkan sebagian rejekinya untuk berbelarasa kepada sesama yang membutuhkan, karya aksi sosial ini dilakukan pada saat menyambut Hari Raya Paskah atau yang biasa dikenal dengan Masa Prapaskah.

Untuk membuat Gerakan Aksi Sosial bersifat lebih luwes, di tahun 1954, setelah Kongres Umat Katholik Seluruh Indonesia (KUKSI) dilahirkan sebuah gerakan yang tidak hanya asosiasi pada Gereja Katholik, tetapi lebih bersifat universal yang dinamakan Gerakan Pancasila. Gerakan Pancasila inilah yang menjadi awal lahirnya Ikatan Petani Pancasila (IPP),  Ikatan Buruh Pancasila (IBP), Ikatan Para Medis Pancasila (IPMPS), dan Ikatan Usahawan Pancasila (IUI).

Dari sebuah gagasan yang pada mulanya dicetuskan Romo Johanes Baptista Dijkstra SJ aksi ini di lontarkan kembali oleh Romo C. Carri SJ yang kemudian  disambut dan dikembangkan oleh Kardinal Justinus Darmojuwono (1914-1994), pada tahun 1969 pada saat itu beliau menjabat sebagai Uskup Agung Semarang merangkap sebagai Ketua PWI Sosial MAWI, yang sekarang dikenal dengan nama Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (Komisi PSE KWI).

Pada mulanya Gerakan Aksi Soaial ini hanya dilakukan di Keuskupan Agung Semarang, yang pada saat itu ada sekitar 50 paroki yang berperan aktif. Namun sempat menjadi polemik, karena tidak sedikit yang berpandangan bahwa Gerakan Aksi Sosial ini berbau Marxis. Dari kesalahpahaman ini Romo Gregorius Utomo Pr tidak pantang menyerah, pada saat beliau menjabat sebagai Sekretaris PWI Sosial MAWI, Aksi Sosial ini akhirnya bisa diterima oleh seluruh Keuskupan Gerja Katholik di Indonesia.

Seiring waktu berjalan, saat Sidang Pleno PWI Sosial MAWI di Pacet, Jawa Timur pada tahun 1979, Aksi Sosial ini di tetapkan dengan nama Aksi Puasa Pembangunan.

Nilai yang diangkat dari Aksi Puasa Pembangunan adalah Semangat Pertobatan. Semangat Pertobatan pada Gereja Katholik Universal di lakukan dengan tradisi doa, puasa, pantang, bermatiraga dan karya amal. Tradisi ini diadaptasi menjadi sebuah gerakan pelayanan karya sosial dalam Gereja Katholik lokal. Gerakan Aksi Sosial dalam Aksi Puasa Pembangunan akhirnya saat ini menjadi ciri khas dan inisiatif Gereja Katholik di Indonesia yang merupakan semangat pelayanan dan keberpihakan pada kemanusiaan yang membangun kembali relasi dengan Tuhan dan sesama yang kehilangan harapan, tersingkir dan tertindas.

Puasa pada umat Katholik bersifat wajib bagi umat Katholik yang sudah berusia 18 tahun sampai 60 tahun. Aksi Puasa sendiri berarti hanya makan kenyang sehari hanya sekali dan dapat disesuaikan dengan kesanggupan setiap pribadi, misalnya makan kenyang di pagi hari, dan pada siang serta malam harinya makan tidak kenyang atau bisa juga makan kenyang pada siang hari dan pada pagi serta malam harinya makan tidak kenyang. Atau juga bisa makan kenyang pada malam hari dan pada pagi serta siang harinya makan tidak kenyang.

Sedangkan untuk aksi pantang juga bersifat wajib yang dilakukan umat Katholik yang berusia 14 tahun keatas dari Rabu Abu serta setiap hari Jumat hingga pada hari Jumat Agung yang berjumlah 7 kali selama Masa Prapaskah dalam Kalender Liturgi. Aksi pantang juga dapat disesuaikan dari kebiasaan atau kesenangan pada hal-hal yang paling disukai, seperti contoh pantang daging, pantang garam, pantang rokok, pantang gula, pantang hiburan seperti televisi, film dan sebagainya. Karena ringannya puasa dan pantang, maka diharapkan puasa dan pantang dapat dilakukan sebagai bentuk semangat tobat umat beriman secara pribadi, keluarga dan atau kelompok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun