Mohon tunggu...
Ervina Mukharomah
Ervina Mukharomah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Ilmu adalah sesuatu yang akan menemani kita sepanjang hidup, dan kita harus terus menuntut ilmu serta berbagi pengetahuan, karena keberkahan akan selalu menyertainya. Ingatlah bahwa ilmu yang dibagi tidak akan berkurang, malah akan terus bertambah dan bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

78 Tahun RI Merdeka, Apakah Papua Merdeka?

2 Desember 2023   11:11 Diperbarui: 2 Desember 2023   11:20 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumnetasi Pribadi, 2023

Ervina Mukharomah, S.Pd., M.Si. (Candidate Doktor Universitas Jambi)

Prof. Dr. rer.nat. Rayandra Asyhar, M.Si. (Guru Besar Universitas Jambi)

OPINI 78 TAHUN RI MERDEKA APAKAH PAPUA MERDEKA? Hal ini dokaji dari perspektif pendidikan 

Pendidikan merupakan salah satu fondasi utama dalam membangun suatu negara. Peran pendidikan sangat penting dalam mendorong perkembangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan mempengaruhi semua aspek kehidupan, dan masalah kualitas pendidikan di Indonesia menjadi perhatian serius. Salah satu isu utamanya adalah ketidakmerataan kualitas pendidikan, di mana sistem pendidikan seharusnya memenuhi kebutuhan populasi yang besar, berkembang, beragam, dan tersebar luas, namun kenyataannya masih jauh dari merata. Banyak kritik tentang kualitas pendidikan di Indonesia yang dilontarkan oleh para akademisi dan praktisi pendidikan, dan masih banyak tantangan yang perlu diatasi, seperti ketimpangan akses pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, distribusi guru yang tidak merata, serta rendahnya kualitas lulusan.

Dikutip dari Fitri, S. F. N. (2021) Sebenarnya sistem pendidikan di Indonesia tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan di negara lain. Hanya yang membedakan adalah kesalahan pada saat praktek di lapangannya. Banyak kesalahan-kesalahan mendasar yang menjadikan kesenjangan antara tujuan dari sistem pendidikan tersebut dan juga pelaksanaannya di lapangan. Yang pada akhirnya membuat semua tujuan, kesemua itu dipengaruhi oleh sarana prasarana, akses pendidikan yang tidak merata.

Kualitas atau mutu pendidikan di Indonesia saat ini terbilang cukup rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia. Menurut hasil survei mengenai sistem pendidikan menengah di dunia pada tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019 lalu, Indonesia menempati posisi yang rendah yakni ke-74 dari 79 negara lainnya dalam survei. Dengan kata lain, Indonesia berada di posisi ke-6 terendah. Dengan melihat realita saat ini, Indonesia perlu terus mengupayakan yang terbaik demi mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yakni pendidikan yang dapat mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berilmu, berakhlak mulia, kreatif, mandiri serta dapat menjadi warga negara yang demokratis (Kurniawati, F. N. A. 2022). selain itu dikutip dari gurudikdas.kemdikbud.go.id berdasarkan temuan survei PISA sebagaimana dilansir pula oleh OECD, secara umum terdapat 3 permasalahan penting pendidikan di Indonesia yang mendesak untuk segera diatasi.

Pertama, besarnya persentase siswa berprestasi rendah. Meskipun Indonesia berhasil meningkatkan akses anak usia 15 tahun masuk ke dalam sistem persekolahan, masih diperlukan upaya lebih besar untuk mendidik mereka agar persentase siswa berprestasi rendah dapat ditekan hingga serendah mungkin. Upaya ini bisa dilakukan melalui peningkatan keterampilan guru SD dalam mengajar membaca sebab keterampilan membaca siswa berkembang di masa awal duduk di bangku SD. Hal lain, hasil PISA 2018 menunjukkan bahwa siswa SMP/MTs di desa cenderung memperoleh nilai rendah dalam kompetensi membaca dibandingkan dengan siswa-siswa dari kelompok karakteristik lain.

Kedua, tingginya persentase siswa mengulang kelas. Karakter siswa yang memiliki kemungkinan tinggi untuk mengulang kelas adalah siswa laki-laki SMP dengan perilaku sering membolos dan terlambat sekolah, dari kelompok sosial ekonomi rendah, dan indek rasa-memiliki sekolah yang rendah pula. Hasil PISA memperlihatkan selisih besar dalam nilai membaca siswa yang mengulang kelas, terutama antara siswa yang pernah mengulang kelas di bangku SD dan yang tidak. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan mengulang kelas tidak membantu upaya peningkatan keterampilan membaca siswa. Dibandingkan kebijakan mengulang kelas, mungkin lebih baik jika guru berusaha lebih keras membekali siswa dengan keterampilan yang cukup agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik di kelas selanjutnya.

Ketiga, tingginya ketidakhadiran siswa di kelas. Survei PISA menemukan bahwa siswa-siswa yang membolos seharian atau pada jam pelajaran tertentu cenderung mendapatkan nilai lebih rendah. Ketidakhadiran siswa di kelas ini memiliki keterkaitan erat dengan pengulangan kelas. Jika tingkat ketidakhadiran siswa dapat ditekan, perolehan nilai siswa di Indonesia pada PISA 2022 diharapkan meningkat.

berdasarkan permasalahan yang telah diuraian sejalan dengan hasil wawancara bersama 42 Guru menggunakan google form yang tersebar di Papua Tengah, Papua Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi, Batam, Riau, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Lampung terdapat perbedaan yang sangat siknifikan sarana prasarana pendidikan di wilayah Timur Indonesia. Mulai dari ketersediaan listrik, jaringan internet, akses ke sekolah hingga ketersediaan guru.

Bagaimana upaya pemerintah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun