Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Ketujuh

17 Desember 2024   10:27 Diperbarui: 17 Desember 2024   13:09 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada seperempat malam ini, bulan  di langit enggan menampakkan wajah bulatnya. Namun sinarnya sampai juga ke bumi walau sedikit. Hingga cahayanya itu tampak memantul pada barisan ilalang di sekitar area persawahan.

Di antara ilalang itu terlihat mencolok bayangan hitam serupa lelaki setengah tua yang sedang duduk di rerumputan dengan gestur termenung. Ia ditemani sebatang sigaret yang  nyala apinya memercik terembus angin meski tidak dihisapnya, lalu... .

Ia berbisik pada bulan, ia mengadu pada katak, dan ia bicara pada tonggeret.
"Sudah separuh tua ini tidak ada yang peduli padaku lagi. Juga istri juga anak-anakku. Apalagi teman. Aku sekarang hidup susah dan ingin sembunyi saja dari semua orang di sini. "

Tengah malam pun tiba. Suasana jadi hening jempling.  Hanya dirinya saja yang kini mulai berbaring di antara tingginya ilalang. Namun ajaibnya, bulan seakan mendengar bisiknya tadi, dan selanjutnya terang pun datang dengan tiba-tiba di area sekitar.  

Katak dan tonggeret juga demikian. Anehnya lagi, mereka justru menyambut dan menyaringkan suaranya seolah menjawab dan menenangkan isi hati lelaki setengah tua ini, sekaligus menghibur keresahannya.

Tapi sayang,  respon lelaki ini malah sebaliknya. Ia tidak senang dan memarahi semua dan semesta yang hidup ini.

"Bulan sial! Binatang bodoh! " katanya.

Hati kecil dari keinginannya untuk sembunyi  jadi batal. Karena malam ini malam ketujuh dari pelariannya. Ia sudah merasa lelah. Ia sudah diburu oleh aparat secara masif akibat kelakuannya yang keparat.  

Akhirnya ia pun urung sembunyi di area persawahan ini dan berlari terus berlari sampai perkara korupsinya hangus dibawa mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun