Sebentar lagi lebaran datang. Â Tiap jelang lebaran sudah pasti ada yang dirindukan. Sebagai orang yang merantau di suatu kota yang jauh dari keluarga dan kerabat, tentu rasa ini sebagai moment yang istimewa.
Apalagi bila kerinduan tersebut dimanifestasikan lewat cara mudik. Mudik atau pulang kampung bisa saja setahun sekali, atau setahun bisa dua atau tiga kali, tergantung jarak di mana masing-masing tinggal.Â
Bila jaraknya jauh, setidaknya sudah dikalkulasi dengan matang, perihal semua kebutuhan untuk pulang mudik ini. Mulai dari kesiapan pisik, biaya, tenaga, dan mental. Begitu pula yang mudiknya itu menempuh jarak sedang, maupun dekat sama saja persiapan yang diperlukan.Â
Namun begitu persiapan lain yang tak kalah penting, supaya mudik bisa tenang, salah satunya adalah dengan menitip kunci rumah dan saling berkabar dengan tetangga yang paling dekat di pemukiman.
Kediaman atau tempat tinggal maupun menetap di pemukiman kompleks atau cluster, siapa pun pasti bersosialisasi dengan tetangga dan lingkungan terdekat. Hubungan sosial semacam ini sudah menjadi suatu hal yang lazim.
Jika rumah berada di pemukiman biasa dan bukan komplek perumahan di Jakarta, misalnya, maka lebih mudah. Sebab satu sama lain seringkali seperti keluarga dalam keseharian. Entah itu karena hubungan oleh pergaulan antara anak-anak, atau saling memberi bila ada rezeki.Â
Sehingga bila ada salah satu tetangga yang pulang mudik, maka bisa menitipkan rumah, sekaligus diserahkan kuncinya pada tetangga yang mudiknya biasanya seminggu habis lebaran. Atau yang mudiknya bukan di hari lebaran.Â
Yang mudiknya habis lebaran ini biasanya mudik untuk bersilaturahmi dengan kerabat, dan saudara kandung semata. Sebab orang tuanya sudah tiada. Begitu juga yang pulang mudiknya itu bukan di hari lebaran, oleh karena alasan yang sama. Orang tua sudah tiada, hanya ada kerabat dan saudara saja.
Jadi mudik untuk sekadar liburan semata. Lain halnya mudik yang dilatari oleh kerinduan dengan orang tua. Mudik demikian punya nuansa spiritual karena tanda kepatuhan dan ketaatan. Namun mesti disesuaikan juga dengan kondisi kesehatan material.Â
Karena itu sehubungan dengan pulang mudik ini supaya rumah aman dan tenang ditinggal maka yang perlu diperhatikan adalah;
1. Titip rumah pada tetangga yang paling dekat secara emosional yang sudah diketahui pula jadwal mudiknya itu. Titip rumah ini juga sekaligus memberikan kunci rumah pada tetangga ini.Â
Sekalian wanti-wanti soal pintu yang ada sudah dikunci semua, kompor pada mati, lampu-lampu mati semua, barang elektronik mati, kecuali di teras dan kamar mandi. Kamar juga sudah dikunci, dan kuncinya dibawa. Juga memberikan kebebasan tetangga ini untuk mematikan lampu di teras jika dikehendaki.Â
2. Saat titip rumah dan kunci itu juga mesti saling berkabar satu sama lain. Misalnya berbasa basi, rumah aman gak?Atau obrolan ringan lainnya. Jangan juga setelah titip rumah lalu hilang kabar, dan ketemu lagi pas libur mudik selesai. Rasanya tetangga itu cuma jasa penitipan sementara saja. Pasti ngedumel.
3. Â Oleh-oleh. Buah tangan dari kampung biasanya ditunggu oleh tetangga yang dititipi rumah dan kunci ini. Jangan abaikan hal yang signifikan tersebut. Meskipun sedikit yang diberikan, niscaya hati tetangga berbunga-bunga. Sebab tiap mudik itu tujuan masing-masing ke daerah asal yang berbeda. Dari berbeda ini maka berbeda pula oleh-oleh semacam makanan tersebut.Â
Demikian ini cara mudik dengan tenang di pemukiman biasa untuk menitipkan rumah, dan kunci. Kalau di kompleks perumahan, atau kluster, mudik biasanya mudik saja barangkali. Atau paling banter titip pada petugas keamanan atau security, atau barangkali juga ada tetangga yang baik, dan punya kedekatan emosional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H