Masa pernikahan bahkan sudah jalan mendekati tujuh tahun. Segala upaya sudah dilakukan untuk hadirnya buah hati.Tapi barangkali Tuhan belum memberi apa yang sedang kami pinta. Bersabar itu yang menjadi kekuatan kami untuk terus berharap.Â
Dan, aku menghela nafas sesaat untuk jeda dari pikiran semacam ini yang singgah tiba-tiba.
"Mas  dua hari lagi aku ada tugas ke Jogya ya. Di sana tiga hari saja. Seperti biasa antar aku ke Bandara pagi-pagi,"pintanya seraya menepuk punggungku.
"Kok tumben. Biasanya enam bulan sekali rutin ke luar kota.Tapi ini sudah mau dua kali di bulan ini?"
"Maklum mas. Negara sedang hajatan. Izinkan ya?"
Ia merajuk dan memelukku, dan aku menepuk-nepuk punggung telapaknya lembut. Aku mengerti dan mendukung senantiasa apa yang sedang dilakukannya itu.Â
Kami kemudian berbincang dan bergurau semua hal yang dapat menepis keraguan  atas kesetiaan diri masing-masing terhadap kehidupan rumah tangga ini.
Karena takjarang di luar sana acap terjadi perselingkuhan dengan alasan dinas luar kota. Hal sejenis ini adalah  bukan sesuatu hal yang baru. Tapi konon sudah menjadi impian dan kesempatan baik laki maupun perempuan yang statusnya suami atau istri untuk nekad berbuat. Beruntungnya  kami tidak termasuk golongan semacam ini.
--------
Hari yang ditentukan tiba dan selintas istriku sudah di langit sana menuju tugasnya. Rasanya tidak sampai satu jam akan tiba ke tujuan.
Dan aku masih di perjalanan pulang di pagi ini usai mengantarnya ke bandara. Sepanjang jalan masih lengang dan satu dua kendaraan saling memacu dengan kecepatan tinggi untuk barangkali menuju kantor atau mengantarkan paket atau mungkin pengendaranya sedang kebelet untuk buang hajat dan mencari jamban yang pas. Entahlah.Â
Dan hari itu suasana masih diliputi aktivitas kerja sebagaimana biasa.
Tiap hari kami saling memberi kabar. Memastikan semua keadaan baik. Dan, di malam ketiga untuk hari terakhir tugasnya itu, istriku  menyempatkan lebih dulu menghubungiku.
Katanya,"mas, aku simpan sesuatu untuk mas. Coba deh dilihat."Â Â