Pasal 6 Konstitusi UUD NRI 1945 membuka jalan bagi siapapun warga negara Indonesia untuk dapat dicalonkan menjadi Capres maupun Cawapres. Termasuk bagi perempuan Indonesia untuk duduk di jabatan tertinggi tersebut.
Untuk meraih hal itu yang paling utama mesti diusung lebih dulu oleh partai politik maupun gabungan partai politik. Kira-kira gabungan partai politik apa yang sedia untuk menempatkannya sebagai pasangan dua Bacapres yang sudah tersebar namanya, selain Bacapres/Bacawapres AMIN itu.
Gabungan partai politik yang ada tentu bakal menimbang-nimbang, apakah Bacawapres perempuan ini punya nilai di mata publik? Oleh karena akan ikut juga menentukan jumlah suara masing-masing partai politik pengusungnya di saat pencoblosan serentak di 2024 yang akan datang. Dan ini juga berpengaruh pula terhadap kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen,
Nilai di mata publik bukan hanya soal popularitas semata, namun juga pengalamannya di bidang politik, birokrasi maupun sosial yang pernah dijalaninya. Siapapun mereka dengan latar belakang apapun.
Dalam konteks demokrasi langsung di mana rakyat yang akan mengeksekusi pilihannya terhadap pasangan Pria dan Wanita (Capres dan cawapres) ini boleh jadi rakyat pemilih akan menyebutnya sebagai pengantin yang disandingkan untuk mengelola birokrasi dan pemerintahan untuk masa lima tahun ke depan.
Sebagai pasangan yang ideal tentu di dalam menjalani biduk penyelenggaraan pemerintahan bakal diterapkan strategi politik yang harmonis bila kelak sudah terpilih.
Bahkan sebelum proses pencoblosan, misalnya di saat resmi namanya ditetapkan sebagai Bacawapres, lalu didaftarkan ke KPU sebagai Cawapres, kemudian kampanye untuk mentransformasikan gagasannya, pasangan pengantin ini bisa jadi akan menyita perhatian publik.
Dalam proses tersebut bukan tidak mungkin perilaku politik yang ditawarkan terhadap semua partai politik dan kelompok kepentingan maupun masyarakat banyak merujuk pada target situasi dan kondisi yang aman, teduh dan damai di dalam pesta demokrasi ini.
Perempuan mesti diakui punya potensi untuk meredam gejolak politik yang anti demokrasi, dan intoleran. Â
Selain sebagai pembuka awal lahirnya pemimpin tertinggi di republik ini lewat pesta demokrasi yang melaksanakan pemilu langsung dan serentak , Cawapres perempuan juga bisa menarik jumlah pemilih kaum perempuan.
Karena secara kultural, perempuan Indonesia umumnya punya solidaritas yang tinggi di antara sesama perempuan dan mampu menembus sekat-sekat primordialisme bila sudah menyangkut kepentingan bangsa dan negara.