Selebihnya pemilih dengan kategori massa mengambang yang tidak terikat atau tidak berafiliasi dengan partai atau ormas partai manapun. Pemilih ini juga turut mendongkrak suara partai untuk menentukan caleg yang bakal duduk di kursi parlemen.
Tentunya bila suara massa mengambang ini benar-benar diperhatikan oleh partai dengan referensi kinerja partai di masa lima tahun yang sebelumnya. Sebab lazimnya dalam politik, maka floating mass ini sifatnya kritis dan tidak tetap dalam menentukan hanya satu pilihan partai.
Boleh jadi ia akan mencoblos partai baru yang dirasa akan sejalan dengan aspirasi yang sebelumnya tidak terealisasi, dan bakal direalisasikan kelak oleh partai yang dicoblosnya bila suara partai yang dipilihnya itu memperoleh kursi parlemen.
Coblos gambar Caleg
Bila sistem proporsional terbuka dilakukan, maka bagi pemilih akan mencoblos gambar caleg dari masing-masing partai.
Tiap partai bisa tiga sampai lima orang caleg yang dipajang. Bila 18 partai nasional rata-rata memajang tiga caleg untuk satu dapil, maka sudah ada 54 caleg yang bersaing.
Bagi pemilih pemula, milenial, dan tua, gambar caleg dan namanya dari tiap partai itu juga tampak dan terlihat penuh dan banyak di lembar surat suara.
Sehingga pemilih akan mensiasatinya hanya pada caleg yang nama dan tampangnya sering berseliweran di spanduk, pamlet, suvenir atau televisi di mana ia ditempatkan di daerah pemilihan untuk wilayah tertentu.
Atau pada caleg yang rutin anjangsana untuk sosialisasi dan temu kangen, plus pemberian sembako ala kadarnya sebagai bentuk bantuan sosial, atau hadiah cuma-cuma. Oleh karena sering dilihat itu maka pemilih sudah otomatis akan mencoblosnya.
 Bagi pemilih yang punya kategori floating mass juga sedikit terpengaruh oleh coblos dengan gambar caleg. Sebab setidaknya massa kritis ini juga bisa menilai dari air muka caleg untuk punya keinginan dan berjuang memperbaiki keadaan menjadi lebih baik tatkala ia berorasi di masa kampanye.
Apa efeknya bagi pemilih dengan pencoblosan hanya gambar partai saja atau gambar caleg?