Lalu bagaimana bila ia seorang calon yang bukan anggota parpol?Tentu kerja ekstra keras akan ditempuhnya.
Mulai dari kesepakatan politik (siapa peroleh apa, kapan, dan bagaimana) menjadi hal yang digarisbawahi untuk direalisasikan kelak ketika ia terpilih.
Belum lagi untuk menopang identitasnya agar bisa diketahui masyarakat di penjuru tanah air, menjadi pekerjaan rumah yang bukan main beratnya. Tanpa logistik, dan anggaran yang memadai rasanya sungguh mustahil untuk calon tersebut bisa meraih suara untuk unggul.
Jadi wajar saja bila ada calon di luar parpol yang mulai mendekati parpol, atau sebaliknya, parpol yang mendekati orang yang potensial jadi capres cawapres itu sebagai upaya penjajagan dari mulai saat ini hingga waktu kontestasi itu tiba.
Dari ketiga hal itu paling tidak bisa dikatakan bahwa jaring politik menjadi kunci yang menentukan bagi calon siapapun itu yang punya keinginan untuk ambil bagian dalam kontestasi pesta demokrasi 2024 mendatang.
Malah hal itu bisa direlasikan dengan upaya politik yang anyar dengan CONTOH kedatangan Puan Maharani anjangsana ke kediaman Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Dua tokoh politik parpol  yang bertemu ini sejatinya sudah menggambarkan realitas politik untuk pemilu 2024 mendatang. Masalahnya tinggal siapa jadi apa, itu juga menjadi bagian dari pekerjaan politik dari parpol yang sudah mapan tersebut. Juga contoh anjangsana lain yang dilakukan oleh tokoh parpol tertentu.
Namun begitu, siapapun capres atau cawapres yang bakal turut ambil bagian dalam kontestasi pemilu, tetap saja suara rakyat yang akan menentukan. Vox populi vox dei sebagai rumus yang tidak terbantah dari iklim demokrasi suatu negara yang menganutnya seperti Indonesia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H