Dokpri
Orang-orang mengular takputus di alun-alun taman kota. Lampu sorot menerpa tubuh mereka membentuk bayangan yang rapat. Saling silang. Yang mana kepala, dan di mana kaki sudah sulit untuk diakui oleh masing-masing orang itu. Saking padatnya.
Di suatu bazar kuliner itu berhimpun demikian banyaknya aneka makanan, dan minuman  yang dijajakan.Sponsor yang menjadi penyelenggara acara ini dari merk terkenal. Takheran bila yang menjual maupun membeli dari beragam kalangan.
Sementara tampak tiap lapak itu tandas dibeli oleh yang pengunjung. Kedatangan orang tua, muda, dan anak-anak makin menambah semarak acara ini.
Namun beberapa jam kemudian mulai surut yang datang. Sebab sudah tidak ada lagi pilihan makanan maupun minuman yang dijual. Area pun kemudian menjadi sepi kembali.
Beberapa lapak terlihat sudah membenahi perabot yang digunakan untuk keperluan dagangnya ini. Tidak kurang tersisa empat lapak yang masih melayani pembeli sekadarnya. Tapi itu pun masih bisa bagi penjual secara santai membenahi perlengkapannya untuk tutup juga.
Termasuk di lapak yang menjual kue-kue kering ini. Seorang mamah muda sibuk menata tuperware kosong untuk ditempatkan pada kardus kosong satu persatu. Di meja lapak ia golekan begitu saja handphonenya di sudut meja dekat dengan dirinya.
Sementara terlihat seorang lelaki muda, tinggi besar memperhatikan dari jarak yang tidak terlalu jauh. Barangkali dua meter dari mamah muda ini. Ia sedang duduk di kursi sembari mengetukan jemarinya pada sisi kursi itu berulang-ulang. Pandangannya lurus ke arahnya.
Di tengah semua penjual yang sibuk membenahi barang-barangnya untuk kembali pulang, datang secara mendadak seorang yang tidak dikenal. Orang ini perlahan berjalan sembari matanya jelalatan ke arah tiap meja lapak itu.
Hingga akhirnya, ia sampai di meja lapak mamah muda ini. Mamah muda ini sendiri sedang membereskan perlengkapan dagangnya. Sementara suami, dan anaknya sedang membawa sebagian perlengkapan yang sudah dirapikan di kardus untuk diletakkan di bagasi mobilnya di lahan parkir.
Tapi karena sibuk itu, ia taklagi memperhatikan handphonenya yang dari merk terkenal, serta berharga lumayan mahal itu. Orang yang tidak dikenal inipun secara tiba-tiba mengambilnya begitu saja.
Namun setelah ia ambil dengan cepat itu, secepat kilat itu pula ia letakkan kembali ke meja semula seraya hati-hati tidak dilihat oleh mamah muda ini. Sementara orang-orang di lapak lain yang ada di sekitarnya tidak terlalu memperhatikan ulah pencuri tersebut.
Mengapa ia kembalikan lagi handphone itu ke meja?Karena seorang lelaki tinggi besar itu  sejak tadi mengarahkan pandangannya ke jurusan mamah muda ini. Ia  kuatir, dan takut tindakannya tadi bisa-bisa membuatnya babak belur.
Untungnya, kata hati orang takdikenal ini, lelaki yang memandangnya tidak segera mengambil langkah untuk sekadar meneriaki, atau bahkan memukuli dari niatnya yang sudah mencuri handphone itu.
Orang tidak dikenal inipun mengangkat tangannya tanda minta ampun seraya sebentar berdiri agar mamah muda ini berharap lupa akan handphonenya yang tergolek di sudut meja itu. Tetapi ternyata tidak.
Malah mamah muda ini meminta pada lelaki yang didekatnya sedang duduk itu untuk segera pulang bersamanya.
"Mas, ayo kita pulang,"kata mamah muda ini pada lelaki didekatnya seraya menyerahkan tongkatnya.
Lelaki ini yang juga adalah kakaknya itu menyambut uluran tongkat yang diberikan, dan kemudian melangkah bersama meninggalkan orang yang tidak dikenal itu yang masih melongo tidak percaya.
"Sial.Rupanya dia tidak bisa melihat!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H