Dulu ketika satu tahun berjalan baru memiliki motor kredit, maka tiap bulan rutin servis motor di bengkel resmi. Karena semata menjaga agar motor tetap prima, dan lancar jaya di jalan. Pertimbangannya adalah motor itu dibeli dari leasing, kemudian dealer itu juga sekaligus ada bengkel resmi motornya. Maklum karena beli dengan cara kredit, sementara cicilan rutinnya tiap bulan dibayar dari hasil tetesan keringat yang sebiji kacang ijo, maka perawatan di bengkel resmi jadi prioritas.
Memang mesti diakui servis di bengkel resmi dijamin mutu, serta bisa bertanya jawab, tentang semua teknis permotoran. Seperti misalnya kanvas rem berapa kali baiknya diganti untuk hitungan tahun atau bulan, ganti oli berapa hari sekali, eh maksudnya berapa bulan sekali, atau rantai motor putus bisa disambung atau tidak, dan tidak perlu beli yang baru.
Dan, segala konsultasi asesoris spare part motor, dan fungsinya, segala macam. Sayangnya kalau di bengkel resmi, jika datang, dan ban bernasib bocor mesti diganti dengan yang baru. Mereka menolak untuk menambalnya.
Sementara kalau di bengkel pinggir jalan kadang mesti hati-hati. Untuk urusan servis rutin yang sifatnya ringan dan ganti oli saja bisa melebar ke mana-mana. Â Ya accu mesti diganti karena klakson tidak nyaring bunyinya. Atau lampu depan terlihat sudah tidak terang, dan segala macam. Apalagi misalnya pas melakukan perjalanan jauh untuk mudik di sini kadang perlu ekstra hati-hati.
Ketika motor dalam keadaan tidak nyaman untuk dikendarai, sudah tentu akan menepi untuk sekadar diperiksa apa yang menjadi penyebabnya. Maka bengkel pinggir jalan di sepanjang jalur ini jadi alternatif.  Namun begitu apa yang pernah dialami ini tidak sampai membuat heboh jagad media. Setidaknya masih wajar, baik dari segi ongkos maupun layanan  servis dadakan untuk membuat nyaman kembali motor yang dikendarai.
Tapi tehun berjalan kemudian. Ternyata ada seorang tetangga yang punya kemampuan melakukan servis motor. Ia mantan pekerja dari bengkel motor besar yang keluar dari bengkel itu hanya untuk memiliki usaha bengkel motor sendiri.
Jadilah saban bulan motor diantar padanya, dan dibenahi sesuai maunya konsumen. Yang rata-rata juga adalah tetangga. Usahanya ini tidak merupakan kios, atau ruko. Tapi ia cuma dilengkapi satu kotak besar alat-alat kerja di pinggir jalan dekat pemukiman.  Kalau sekiranya ada  yang perlu diganti, maka ia beritahu. Soal dibeli atau tidak sama konsumen, terserah saja.
Ia juga bertanya selalu, di bagian mana dari motor ini yang dirasa tidak asik. Maka akan diperiksa, dan dibongkar yang menjadi keluhan itu. Kalau soal servis ringan, atau ganti oli, dan sejenisnya tidak menjadi soal baginya. Sebab untuk oli, sparepart yang mesti diganti, ia hanya meminta konsumen untuk beli sendiri setelah diberitahu secara detail. Â Termasuk sparepart atau suku cadang motor lawas yang sulit ditemui sekalipun. Ia bisa meminta konsumen untuk datangi tempat yang menjual, atau kalau susah sekali ditemui, diminta untuk datang ke pasar barang bekas. Soal ongkos pun sama saja dengan bengkel resmi.
Hasilnya bagaimana?Tak kalah dengan layanan bengkel resmi. Artinya kualitas pekerjaannya memang sudah diakui oleh para pelanggannya ini. Malah bedanya, bisa gratis ongkos, Â jika ada keluhan mendadak dari motor itu yang dialami oleh konsumennya usai diservis selama beberapa minggu dikendarai.
Setidaknya dengan rutin memintanya untuk menservis motor maka ada harapan cita-citanya itu untuk bisa memiliki bengkel bakal terwujud. Dan, selama ini tidak ada masalah terkait motor yang diservisnya, juga pengakuan para tetangga. Dan terlihat, setiap harinya ada saja, satu atau dua motor sedang ia kerjakan olehnya di tepi jalan pemukiman.
Jadi ada alternatif, selain bengkel resmi, dan pinggir jalan untuk servis motor, ada juga tetangga yang punya kemampuan teknis permotoran ini. Maka sebagai tetangga yang baik, tentu memilihnya untuk konsultasi permotoran ini.